Jumat, 26 Mei 2017

KETENTUAN MENGENAI BATAS KEWAJARAN PEMBUATAN AKTA PERHARI BAGI NOTARIS, BUKAN MERUPAKAN PEMBATASAN PEMBUATAN AKTA BAGI NOTARIS

KETENTUAN MENGENAI BATAS KEWAJARAN PEMBUATAN AKTA PERHARI BAGI NOTARIS,  BUKAN MERUPAKAN PEMBATASAN PEMBUATAN AKTA BAGI NOTARIS
Oleh : Alwesius, SH, MKn
1.           Pendahuluan
Pada tanggal 28 Pebruari 2017, Dewan Kehormatan Pusat yang merupakan salah satu alat perlengkapan Ikatan  Notaris Indonesia (I.N.I), mengeluarkan Peraturan Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Batas Jumlah Kewajaran Pembuatan Akta Perhari (Per.DKP No.1/2017). Terbitnya peraturan tersebut membawa pendapat dan komentar dari anggota Perkumpulan baik dalam bentuk tulisan maupun komentar-komentar yang bertebaran di media sosial (facebook dan grup-grup WA) serta secara lisan dalam berbagai perbincangan dan diskusi terbatas. Ada yang pro dan pula yang kontra atas terbitnya peraturan tersebut.
Menurut penulis komentar-komentar yang ada, baik yang pro maupun yang kontra tersebut sebagian besar diberikan tanpa memahami makna atau tujuan dikeluarkannya peraturan tersebut dan terlihat juga ada yang hanya bersifat sekedar memberi komentar tanpa membaca dan memahami Per.DKP No.1/2017 tersebut.
Dengan adanya pendapat yang pro dan kontra tersebut maka ada beberapa permasalahan yang perlu dibahas lebih lanjut terkait dengan terbitnya Per.DKP No. 1/2017 tersebut, yaitu antara lain:
a.            Apakah INI mempunyai kewenangan untuk menentukan batas kewajaran dalam pembuatan akta?
b.           Apakah DKP berwenang membuat Peraturan DKP yang menentukan batas kewajaran pembuatan akta?
c.            Apakah Per.DKP No. 1 tahun 2017 tersebut membatasi kewenangan Notaris di dalam pembuatan akta?
d.           Apakah Per.DKP No. 1 Tahun 2017 tersebut bertentangan dengan UUJN?
e.            Apakah pelanggaran terhadap Per. DKP No. 1/2017 tersebut merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris?
f.              Apakah Notaris yang tidak mematuhi ketentuan Per.No. 1 tahun 2017 tersebut dapat dikenakan sanksi menurut UUJN?  

2.           Ikatan Notaris Indonesia (INI) merupakan satu-satunya Organisasi Notaris
Pasal 82 ayat 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 2 Tahaun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) menentukan “Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris.”
 Selanjutnya Pasal 82 ayat 2 dan ayat 3 UUJN menentukan secara tegas bahwa Wadah Organisasai Notaris tersebut adalah Ikatan Notaris Indonesia dan Ikatan Notaris Indonesia adalah merupakan satu-satunya wadah bagi Notaris yang bebas dan mandiri yang dibentuk  dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas Notaris.

3.           Batasan kewajaran Pembuatan Akta Perhari merupakan Kode Etik Notaris yang disepakati oleh Kongres
Pasal 7 Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia menentukan bahwa tujuan perkumpulan adalah  tegaknya kebenaran dan keadilan serta terpeliharanya keluhuran martabat jabatan Notaris sebagai pejabat umum yang bermutu dalam rangka pengabdiannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Negara agar terwujudnya kepastian hukum dan terbinanya persatuan dan kesatuan serta kesejahteraan anggotanya.
Pasal 13 ayat 1 Anggaran Dasar Perkumpulan menentukan bahwa untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan Notaris tersebut Perkumpulan mempunyai Kode Etik Notaris yang ditetapkan oleh Kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota Perkumpulan.
Keputusan kongres adalah merupakan kesepakatan bersama para anggota perkumpulan yang sah. Apa yang telah disepakati di dalam Kongres wajib dipatuhi oleh semua anggota perkumpulan.
Salah satu yang telah disepakati di dalam Kongres Ikatan Notaris Indonesia adalah mengenai batas kewajaran pembuatan akta. Hal ini tercantum di dalam Pasal 4 Kode Etik Notaris, yang menentukan            “  Notaris maupun orang lain (selama yang bersangkutan menjalankan jabatan Notaris) dilarang :  ... 16. Membuat akta melebihi batas kewajaran yang batas jumlahnya ditentukan oleh Dewan Kehormatan;”
Dengan ditetapkannya ketentuan tersebut maka sangat jelas bahwa batasan kewajaran pembuatan akta adalah merupakan norma yang masuk dalam Kode Etik Notaris, yang wajib dipatuhi oleh semua notaris atau semua orang yang menjalankan jabatan Notaris.  

4.           Dewan Kehormatan mempunyai kewenangan untuk membuat peraturan terkait penegakan kode etik notaris
Sebagaimana telah diuraikan diatas terbitnya Per.DKP No. 1/2017 menimbulkan pro dan kontra di kalangan Notaris. Pro dan kontra tersebut merupakan suatu yang wajar. Semua pendapat dapat disampaikan untuk memperkaya wawasan kita di dalam berorganisasi. Pro dan kontra membuat kita semakin dewasa di dalam memandang uatu permasalahan dan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada untuk memperoleh solusi yang terbaik bagi semua anggota dan perkumpulan.  
Yang pertanyaan adalah apakah Dewan Kehormatanh Pusat berwenang membuat peraturan terkait dengan penegakan kode etik notaris?
Pasal 12 ayat 1 anggaran dasar perkumpulan menentukan bahwa Dewan Kehormatan mewakili Perkumpulan dalam hal pembinaan, pengawasan dan pemberian sanksi dalam penegakan Kode Etik Notaris. Dalam rangka melakukan pembinaan, pengawasan dan pemberian sanski tersebut, Dewan Kehormatan mempunyai tugas dan kewenangan, antara lain  untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan Kode Etik Notaris dann membuat peraturan dalam rangka penegakan Kode Etik Notaris bersama-sama dengan Pengurus Pusat.
Jadi jelas bahwa pada prinsipnya sesuai ketentuan anggaran dasar perkumpulan, Dewan Kehormatan mempunyai kewenangan untuk membuat peraturan dalam rangka penegakan Kode Etik Notaris. Pembuatan peraturan tersebut dilakukan bersama-sama oleh Dewan Kehormatan Pusat dan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia. 

5.           Kewenangan Dewan Kehormatan membuat Peraturan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Nomor 1 Tahun 2017  bersumber dari Keputusan Kongres
Diatas telah diuraikan bahwa sesuai ketentuan Pasal 12 anggaran dasar Perkumpulan, Dewan Kehormatan Pusat berwenang membuat pertauran terkait penegakan kode etik Notaris bersama-sama dengan Pengurus Pusat.
Yang menjadi pertanyaan apakah penerbitan Peraturan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Batas Kewajaran Pembuatan Akta Perhari yang diterbitkan oleh Dewan Kehormatan Pusat tanpa melibatkan PP INI (tidak bersama-sama PP INI) melanggaran anggaran dasar Perkumpulan?
Menurut penulis jalan yang diambil oleh Dewan Kehormatan Pusat untuk menerbitkan peraturan mengenai batas kewajaran dalam pembuatan akta sudah tepat dan tidak melanggar anggaran dasar Perkumpulan, khususnya Pasal 12. Keweanangan yang dimiliki oleh   Dewan Kehormatan Pusat tersebut bersumber langusng dari Keputusan Kongres.
Sebagaimana telah diuraikan diatas Pasal 4 Kode Etik Notaris, angka 16 menentukan   bahwa  “  Notaris maupun orang lain (selama yang bersangkutan menjalankan jabatan Notaris) dilarang :  ... 16. Membuat akta melebihi batas kewajaran ...”. elanjutnya pada akhir kalimat Pasal 4 angka 16 tersebut ditentukan bahwa “... batas jumlahnya ditentukan oleh Dewan Kehormatan;”. Dengan adanya kalimat terakhir dari Pasal 4 angka 16 Kode Etik Notaris tersebut maka Kongres Ikatan Notaris Indonesia telah memberikan kewenangan secara khusus kepada Dewan Kehormatan untuk menentukan batas jumlah kewajaran pembuatan akta. Ketentuan tersebut menurt penulis merupakan pengecualian dari ketentuan Pasal 12 anggaran dasar perkumpulan, yang mengharuskan Dewan Kehormatan Pusat membauta peraturan bersama-sama dengan Pengurus Pusat.
Sehubungan dengan apa yang diuraikan diatas maka menurt pendapat penulis Peraturan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Batas Kewajaran Pembuatan Akta Perhari yang diterbitkan oleh Dewan Kehormatan Pusat tanpa melibatkan PP INI (tidak bersama-sama PP INI) tidak melanggar anggaran dasar Perkumpulan.

6.           Batasan kewajaran pembuatan akta tidak membatasi Notaris di dalam pelaksanaan jabatannya dalam pembuatan akta dan karenanya tidak melanggar UUJN
Terbitnya Per.DKP No. 1/2017 menimbulkan pertanyaan di kalangan Notaris yang menyatakan bahwa pearturan tersebut membatasi notaris di dalam pembuatan akta. Pembatasan tersebut melanggar UUJN karena UUJN tidak mengatur perihal pembatasan pembuatan akta, peraturan tersebut bertentangan dengan anggaran dasar Perkumpulan, pertauran tersebut bukan merupakan kode etik notaris. Dan ada yang menyatakan bahwa jika kita mau menjadi Peraturan DKP berlaku sebagai kode etik notaris maka harus terlebih dahulu melakukan perubahan anggaran dasar.
Pendapat-pendapat tersebut menimbulkan kegelisahan di kalangan notaris, khususnya notaris yang biasa melayani pembuatan akta Jaminan Fidusia dan akta-akta terkait dengan Kredit Pemilikan rumah (KPR), yang biasa melayani pembuatan akta lebih dari 20 (dua puluh) akta dalam satu kali pengikatan, bahkan ada sampai dengan 100 (seratus) akta dalam satu kali pengikatan.
Kegelisahan tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi apabila kita  memahami  hakekat pelaksanaan tugas jabatan kita selaku Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sesuai UUJN. peraturan perundang-undangan lainnya, anggaran dasar Perkumpulan, Kode Etik Notaris, kepatutan dan kepantasan serta tatacara pembuatan  akta notaris.
Yang harus kita pahami bersama adalah bahwa  Peraturan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Batas Kewajaran Pembuatan Akta Perhari, TIDAK MEMBATASI NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA, TIDAK SEDIKITPUN MENGURANGI HAK DAN KEWENANGAN NOTARIS DI DALAM MENJALANKAN JABATANNYA SELAKU PEJABAT UMUM, KHUSUSNYA MEMBUAT AKTA, tidak, tidak ada yang dibatasi haknya, tidak, tidak ada yang dikurangi haknya. Ini yang terlebih dahulu harus dipahami oleh kita semua. Tidak perlu kita gelisah, galau bahkan marah dan benci, sehingga mengambil sikap yang “aneh-aneh”. 
Mari kita lihat isi ketentuan Peraturan tersebut. Pasal 2 ayat 1 menentukan “Batas Kewajaran dalam pembuatan akta oleh Notaris sebagai anggota Perkumpulan adalah 2O (dua puluh) akta perhari.” Dengan ditetapkannya ketentuan ayat 1 ini maka DKP memandang bahwa sebagai seorang manusia, maka berdasarkan kodrat manusia, didalam menjalankan jabatannya khususnya didalam melayani pembuatan akta mulai dari adanya permintaan bantuan dari masyarakat, mempelajari dokumen yang disampaikan, menyusun pembuatan akta, membacakan akta, memberikan penjelasan kepada para penghadap terkait dengan isi akta tersebut dan menandatangani akta serta, singkatnya membuat akta sesuai dengan ketentuan UUJN, pertauran perundang-undangan lainnya, Kode Etik Notaris, kepatutan dan kepantasan serta tatacara pembuatan akta notaris, ditambah dengan beban notaris didalam menjalankan jabatan selaku PPAT, maka ditetapkan bahwa batas kewajaran dalam pembuatan akta adalah 20 (dua puluh) akta perhari, yang sebelumnya ada wacana untuk menetapkan sebesar 15 (lima belas) akta perhari.
Pertanyaan selanjutnya adalah apabila pembatasan tersebut bukan merupakan pembatasan jumlah pembuatann akta, apakah Notaris boleh membuat lebih dari 20 (dua puluh) akta.
 Berkaitan dengan pertanyaan tersebut mari kita lihat ketentuan Pasal 2 ayat 2, yang menentukan:
  “Apabila Notaris akan membuat akta melebihi 20 (dua puluh) akta perhari dalam satu rangkaian perbuatan hukum yang memerlukan akta yang saling berkaitan, dan/atau akta-akta lainnya, sepanjang dapat dipertanggungjawabkan yang dilakukan sesuai dengan Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN), tatacara pembuatan akta notaris, Kode Etik Notaris (KEN), kepatutan dan kepantasan serta peraturan perundang- undangan lainnya. “
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat 2, ternyata sangat jelas bahwa Notaris tetap boleh membuat akta melebihi 20 (dua puluh) akta perhari, apabila:
a.                 akta-akta yang dibuat tersebut merupakan satu rangkaian perbuatan hukum yang memerlukan akta yang saling berkaitan; dan/ atau
b.                akta-akta lainnya;
- sepanjang dapat dipertanggungjawabkan yang dilakukan sesuai dengan :
a.            Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN);
b.           tatacara pembuatan akta notaris;
c.            Kode Etik Notaris (KEN);
d.           kepatutan dan kepantasan; serta
e.            peraturan perundang- undangan lainnya. “
Jadi sudah sangat jelas bahwa Notaris dapat membuat akta berapapun jumlahnya, tanpa ada pembatasan jumlah, sepanjang pembuatan akta tersebut memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 Peraturan Per.DKP No. 1/2017 tersebut. Notaris boleh membuat akta kurang dari 20 (dua puluh) akta perhari atau membuat lebih dari 20 (dua puluh) akta perhari, notaris dapat membuat 15 (lima belas) akta perhari dan dapat membuat 50 (lima puluh) akta perhari.
Pertanyaan selanjutnya, apa akibatnya jika ada Notaris yang membuat akta  lebih dari 20 (dua puluh) akta perhari?
Sehubungan dengan pertanyaan ini, mari kita lihat ketentuan Pasal 2 ayat 3, yang menentukan:
“Anggota Perkumpulan yang melanggar ketentuan yang tersebut dalam ayat (1) dan (2) pasal ini merupakan objek permeriksaan Dewan Kehormatan Notaris (Dewan Kehorrnatan Daerah (DKD), Dewan Kehormatan Wilayah (DKW), Dewan Kehormatan Pusat (DKP) yang dilakukan secara berjenjang.”
Rekan Dr. Pieter Latumeten, SH, MH, SpN, dalam ceramahnya di dalam seminar yang diadakan oleh Pengda Bekasi Ikatan Notaris Indonesia, pada tanggal 24 Mei 2017, menyatakan bahwan Peraturan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Batas Kewajaran Pembuatan Akta Perhari, bukan bertujuan untuk membatasi pembuatan akta, akan tetapi untuk membatasi perilaku Notaris di dalam pelaksanaan jabatannya, agar diperoleh notaris-notaris yang menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tetap menjaga harkat martabat jabatan notaris.
 Sejalan dengan pernyataan rekan Piter Latumenten tersebut dan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat 3 tersebut, maka apabila terdapat Notaris yang membuat akta melebihi 20 (dua puluh) akta perhari, maka belum tentu terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris, adanya ketentuan pembatasan kewajaran pembuatan akta menjadi dasar bagi Dewan Kehormatan Notaris untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka penegakan kode etik Notaris terhadap Notaris yang bersangkutan, karena dengan adanya pembuatan akta melebihi batas kewajaran yang ditetapkan dalam satu hari maka Notaris yang bersangkutan menjadi “Objek Pemeriksaan Dewan Kehormatan Notaris”.
Apabila dari hasil pemeriksaaan Dewan Kehormatan Notaris ternyata pembuatan akta-akta yang bersangkutan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka sudah seharusnya Dewan Kehormatan Notaris menyatakan bahwa Notaris yang bersangkutan dinyatakan tidak bersalah, dan bilamana perlu apa yang dilakukan oleh Notaris tersebut dapat dijadikan contoh bagi rekan-rekan lainnya, dalam arti contoh yang positif dalan menjalankan jabatan khusunya pembuatan akta yang melebihi batas kewajaran yang ditetapkan, akan tetapi dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Dan disamping itu sudah seharusnya segala hak yang seharusnya menjadi haknya dapat diberikan sebagaimana mestinya, misalnya hak untuk memperoleh rekomendasi untuk pindah jabatan.
Namun demnikian apabila ternyata dari hasil pemeriksaan memang terdapat pelanggaran maka tentunya Dewan Kehormatan Notaris harus dapat memberikan sanksi kepada Notaris yang bersangkutan. Dalam pemberian sanksi seperti yang juga disampaikan oleh Rekan Pieter latumenten, sansksi tersebut bukanlah bersifat menghukum, akan tetapi bersifat mendidik dan merupakan pembinaan    bagi Notaris yang bersaangkutan.
Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa ketentuan pembatasan yang tercantum didalam Per.DKP No. 1/2017 bukanlah pembatasan pembuatan akta, oleh karena itu tidak bertentangan dengan UUJN, melainkan merupakan pembatasan perilaku Notaris di dalam pembuatan akta, agar Dewan Kehormatan Notaris dapat melakukan pemanggilan dan pemeriksaan bagi Notaris yang bersangkutan karena adanya dugaan pelanggaran kode etik Notaris akibat telah melakukan pembuatan akta yang melebihi batasan kewajaran pembuatan akta perhari.

7.           Pelanggaran terhadap pembatasan kewajaran pembuatan akta yang diatur dalam Per.DKP No. 1/20017 merupakan pelanggaran kode etik notaris
Dalam uraian terdahulu telah diuraikan bahwa ketentuan mengenai pembatasan keqwajaran pembuatan akta perhari oleh Notaris yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat merupakan pelaksanaan dari keputusan kongres yang dituangkan didalam Pasal 4 angka 16 Kode Etik Notaris.
Oleh karena pembatasan pembuatan akta ditetapkan didalam Kode Etik Notaris maka jelaslah bahwa pelangaran terhadap ketentuan yang ditaur didalam peraturan DKP tersebut juga merupakan pelanggaran terhadap kode etik notaris.

8.           Pelanggaran terhadap ketentuan pembatasan kewajaran pembuatan akta perhari dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan UUJN
Notaris didalam menjalankan jabatannya terikat atas sumpah jabatan Notaris sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 4 UUJN. Didalam sumpah jabatan Notaris, Notaris menyatakan bahwa Notaris  akan menjalankan jabatan dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak serta akan menjalankan kewajibannya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris. Dengan demikian apabila seorang Notaris melakukan pelanggaran terhadap kode etik notaris maka ia telah melakukan pelanggaran terhadap sumpah jabatannya dan karenanya melanggar ketentuan UUJN.
Sesuai ketentuan Pasal 9 ayat 1 UUJN, pelanggaran terhadap kode etik Notaris dapat dikenakan sanksi berupa pemberhentian sementara dari jabatannya. Oleh karena pelanggaran terhadap ketentuan batasan kewajaran pembuatan akta merupakan pelanggaran terhadap larangan yang diatur dalam Kode Etik Notaris maka atas pelanggaran tersebut juga dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan UUJN sebagaimana ditetapkan di dalam Pasal 9 ayat 1 UUJN.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 70, 73 dan Pasal 77 UUJN, Majelis Pengawas dapat melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran kode etik notaris, dan apabila terbukti maka atas pelnggran tersebut dapat dikenakan sanski berupa:
a.            peringatan lisan;
b.           pringatan tertulis;
c.            pemberhentian sementara 3 (tiag) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan; atau
d.           usulan pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri.

Sekian. Tks. Semoga bermanfaat
Salam
Alwesius, SH, MKn