Laman

Sabtu, 10 Desember 2011

PEMBAGIAN HARTA BERSAMA/HARTA GONO GINI

Dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan ("UU Perkawinan") maka segala harta yang dibawa oleh masing-masing suami isteri ke dalam perkawinan (harta bawaan) dan segala harta yang diperoleh dari warisan atau hadiah berada dibawah pengusaan masing-masing pihak yang membawa atau memperoleh harta tersebut (merupakan harta pribadi pihak yang membawa atau memperoleh harta tersebut), sedangkan segala harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama atau harta gono gini para pihak.

Penyimpangan terhadap ketentuan mengenai harta benda perkawinan yang diatur dalam UU Perkawinan tersebut hanya dapat dilakukan dengan membuat perjanjian perkawinan.   

Pemisahan dan pembagian atas harta bersama (harta gono gini) tersebut dapat dilakukan selama perkawinan atau setelah bubarnya perkawinan.

Pemisahan dan pembagian atas harta bersama (harta gono gini) selama berlangsungnya perkawinan hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan hakim sesuai ketentuan pasal 186 - 198 KUHPerdata.

Pemisahan dan Pembagian atas harta bersama (harta gono gini) yang dilakukan berkaitan dengan bubarnya perkawinan, dilakukan dalam hal perkawinan bubar karena adanya percerian. Pemisahan dan pembagian tersebut  dilakukan setelah putusan perceraian mempunyai kekuatan hukum tetap.

Untuk melakukan pemisahan dan pembagian harta bersama (harta gono gini) tersebut dilakukan dengann membuat akta Pemisahan dan Pembagian Harta Perkawinan. Di dalam akta tersebut diuraikan semua harta benda yang terdapat dalam perkawinan dengan memerinci status masing-masing harta yang meliputi harta pribadi mantan suami, harta pribadi mantan isteri dan harta bersama (harta gono gini).

Harta Bersama (harta gono gini) dibagi dua diantara mantan suami dan mantan isteri masing-masing untuk 1/2 (setengah) bagian yang sama besarnya dan mereka menetapkan secara musyawarah harta-harta yang mana menjadi bagian mantan suami atau mantan isteri. 

Di dalam akta pemisahan dan pembagian tersebut juga dicantumkan pemberian kuasa dan persetujuan  dari mantan suami kepada mantan isteri atau sebaliknya untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan sehubungan dengan harta yang menjadi hak baginannya, misalnya untuk melakukan pembuatan akta pembagian hak bersama, untuk menjual dan lain-lain.  

Setelah dibuatnya akta pemisahan dan pembagian tersebut, sepanjang menyangkut harta beruapa tanah maka harus ditindaklanjuti dengan pembuatan akta Pembagian Hak Bersama (APHB) dihadapan PPAT agar tanah yang bersangkutan dapat dibalik nama ke atas nama pihak yang memperoleh tanah tersebut.

Untuk melakukan pemisahan dan pembagian harta bersama (harta gono gini)  tersebut, apabila mantan suami memiliki lebih dari seorang isteri maka pemisahan dan pembagian harta bersama (harta gono gini) tersebut  hanya dilakukan terhadap harta bersama (harta gono gini) antara mantan suami dengan seluruh isterinya serta harta bersama mantan suami dengan mantan isteri yang perkawinannya bubar karena perceraian. harta bersama antara mantan suami dan seluruh isterinya tersebut tentunnya menjadi hak mantan suami dan isteri-isterinya. Jadi dalam hal ini yang dikeluarkan menjadi hak bagian mantan isteri adalah yangb bersala dari hak isteri-isteri tersebut. 
Misalnya harta bersama antara mantan suamis dan isteri-isterinya sebesar 600 maka mantan suami  memperoleh 300 dan istrei-isteri memperoleh 300. Dari bagian isteri-isteri sebesar 300 ini  hak mantan isteri dikeluarkan misalnya terdapat 3 (tiga) isteri maka yang dikeluarkan adalah sebesar 100.
Dalam hal ini pemisahan dan pembagian tersebut harus turut disetujui oleh isteri-isteri yang lain.

Sering juga terjadi dalam praktek mantan suami menyerahkan sebagian besar harta yang termasuk dalam harta bersama  (harta gono gini ) tersebut kepada mantan isterinya. Apakah hal tersebut diperbolehkan?. 

Jika melihat ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada memang tidak ada larangan atas hal tersebut. Karena tidak ada larangan maka menurut saya hal tersebut boleh saja dilakukan dan hal tersebut termasuk dalam perbuatan pemberian hibah dari mantan suami kepada mantan isteri. Karena hal tersebut termasuk dalam perbuatan pemberian hibah maka menurut saya sebaiknya di dalam melakukan hal tersebut turut disetujui oleh anak-anak mereka. Jika dalam perkawinan tersebut tidak ada anak maka sebaiknya turut disetujui oleh orang tua dan  saudara-saudara dari mantan suami tersebut. . 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar