Laman

Minggu, 27 Mei 2012

PEMBEBANAN HAK TANGUNGAN ATAS HGB ATAU HAK PAKAI DI ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN HARUS DENGAN PERSETUJUAN TERTULIS PEMEGANG HAK PENGELOLAAN



1.             Pendahuluan

Di dalam praktek masih sering terjadi perbedaan pendapat di antara Kreditur/Bank  dan Debitur , termasuk di kalangan Notaris/PPAT perihal perlu atau tidaknya persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan (HPL) terhadap pembebanan hak tanggungan atas tanah HGB atau Hak Pakai  yang berada di atas tanah HPL.
Perbedaan pendapat tersebut terjadi karena peraturan perundang-undangan tidak menyebutkan secara tegas perihal tersebut.Peraturan perundang-undangan hanya mengatur mengenai kewajiban pemegang HGB atau Hak Pakai untuk memperoleh persetujuan dari pemegang HPL jika hendak mengalihkan tanahnya kepada pihak lain, sebagaimana ditentukan dalam pasal 34 ayat 7 dan pasal 54 ayat 9 PP no. 40 tahun 1996.
Karena tidak adanya peraturan perundang-undangan yang menentukan bahwa untuk pembebanan HT harus memperoleh persetujuan dari pemegang HPL maka hal tersebut sering tidak disyaratkan atau bahkan jika disyaratkan oleh Bank  sering terjadi Debitur menolak untuk memenuhi hal tersebut dengan berbagai alasan, hal mana kadangkala mengakibatkan batalnya pemberian kredit yang bersangkutan, akan tetapi sering juga Bank akhirnya tidak mensyaratkan hal tersebut.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut penulis mencoba untuk membuat tulisan ini berkaitan dengan permasalahan, apakah diperlukan persetujuan pemegang HPL untuk memebebankan HT atas tanah HGB atau Hak Pakai di atas tanah HPL?

2.             Tanah Hak Pengelolaan

Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan. Subyek HPL adalah instansi pemerintah atau badan-badan usaha milik Pemerintah, baik Pemerintah Pusat (BUMN) maupun Pemerintah Daerah (BUMD). Menurut Profesor Budi Harsono, HPL tidak termasuk ke dalam hak-hak pengusaaan atas tanah (HPAN), tetapi meruapakan “gempilan” dari hak mengusai negara.Walaupun HPL tidak termasuk ke dalam pengelompokan HPAN, namun ada juga yang mengangapnya termasuk ke dalam kelompok hak atas tanah.
Proses pemberian HPL adalah sama dengan proses pemberian hak-hak atas tanah (Hak Milik, HGU, HGB atau Hak Pakai), yaitu didahului dengan permohonan HPL, penerbitan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) dan selanjutnya setelah semua syarat dipenuhi dilakukan pendaftaran pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan dilanjutkan dengan penerbitan sertipikat HPL sebagai surat tanda bukti hak yang bersangkutan.
Sebagai suatu hak yang bertujuan untuk memberikan tanah bagi kepentingan pihak lain maka selanjutnya bagian-bagian dari tanah HPL tersebut akan diserahkan kepada pihak lain/pihak ketiga sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang diatur di dalam Surat Perjanian Penyerahan Penggunaan Tanah (SP3T) yang ditandatangani oleh pemegang HPL dengan pihak ketiga yang membutuhkan tanah tersebut.SP3T tersebut ditandatangani sebelum dilakukannya permohonan HGB/Hak Pakai diatas tanah HPL yang bersangkutan. Setelah ditandatanganinya SP3T tersebut selanjutnya permohonan HGB dilakukan atas nama pihak ketiga yang membutuhkan tanah tersebut melalui pemegang HPL.Proses permohonan hak tersebut sama seperti permohonan hak atas tanah pada umumnya yang berada di atas Tanah Negara, yang diatur di dalam Peraturam MNA/Ka.BPN no. 9 tahun 1999.
Salah satu dokumen yang terpenting yang harus diperhatikan berkaitan dengan pengalihan atau pemberian jaminan atas Tanah HGB atau Hak Pakai yang berada di atas   tanah HPL adalah SP3T. Semua ketentuan yang terdapat di dalam SP3T tersebut harus dipatuhi oleh pemegang HPL, pemegang HGB/Hak Pakai yang betsangkutan, pihak bank maupun Notaris/PPAT di dalam melakukan perbuatan hukum atas tanah HGB atau Hak Pakai tersebut, baik perbuatan hukum peralihan hak atau pembeban hak.       

3.             Pemindahan HGB atau Hak Pakai di atas Tanah Hak Pengelolaan

Pemindahan HGB atau Hak Pakai atas tanah di atas HPL pada prinsipnya tidak berbeda dengan pemindahann HGB atau Hak Pakai pada umumnya yang berada langsung di atas Tanah Negara. Yang berbeda adalah adanya syarat bahwa untuk melakukan pemindahan hak atas tanah HGB atau Hak Pakai di atas tanah HPL harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang HPL dan syarat-syarat lain yang ditentukan secara khusus di dalam SP3T (jika ditentukan).
Persetujuan tertulis tersebut diperlukan untuk semua perbuatan hukum yang mengakibatkan terjadinya peralihan hak atas tanah HGB/Hak Pakai tersebut, seperti jual beli, tukar menukar, hibahm pemasukan ke adalam perusahaan maupun penjualan di  muka umum (lelang).
Dalam hal tidak ada atau belum diperolehnya persetujuan tertulis tersebut maka PPAT di larang untuk membuat akta jual beli yang bersangkutan.
Berkaitan dengan persetujuan tertulis tersebut, yang harus diperhatikan adalah siapa pejabat yang berwenang  untuk memberikan atau menandatangani surat persetujuan tersebut. Jika pemegang HPL tersebut berbentu perseroan terbatas (PT Persero) memang kita mudah untuk menetukan siapa pejabat yang berwenang untuk memberikan persetujuan tertulis tersebut dengan melihat anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.Akan tetapi disamping ketentuan anggaran dasar PT yang bersangkutan, kita juga harus memperhatikan ketentuan yang terdapat di dalam SP3T yang bersangkutan. Di dalam SP3T biasanya ditentukan pejabat mana yang berwenang untuk memberikan persetujuan tertulis tersebut.   

4.             Pembebanan Hak Tanggungan atas tanah HGB dan Hak Pakai di atas Tanah Hak Pengelolaan

HGB atau Hak Pakai di atas tanah HPL juga meruapakan objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 4 jo 27 UU No. 4 tahun 1996 (UU Hak Tanggungan).
Proses atau prosedur pembebanan HT atas tanah tanah HGB atau Hak Pakai yang berada di atas tanah HPL pada prinsipnya tidak berbeda dengan proses pembenana HT atas tanah-tanah hak lainnya.Namun oleh karena untuk pengalihan HT diharuskan adanya persetujuan tertulis dari pemegang HPL maka yang menjadi pertanyaan adalah apakah persetujuan tertulis tersebut  harus ada untuk dilakukannyan pembebanan HT tersebut, jika harus ada, apakah persetujuan tertulis tersebut harus sudah ada sebelum dilaksanakannya pembebanan HT ?  
Menurut penulis walaupun adanya persetujuan tertulis tersebut diperlukan pada saat akan dilaksanakannya eksekusi HT yang bersangkutan jika Debitur wanprestasi dan Bank hendak melaksanakan hak atau hak-hak istimewanya, namun sebaiknya persyaratan mengenai adanya persetujuan tertulis  dari pemegang HPL tersebut harus telah dipenuhi oleh pemilik HGB/Hak Pakai yang bersangkutan sebelum dilakukannya pembebanan HT.  Adanya persetujuan tertulis sebelum dilakukannya pembebanan HT  lebih memberikan jaminan kepastian hukum kepada bank sebagai pemegang HT dan tanah tersewbut telah memenuhi syarat sebgai jaminan utang. Dengan adanya persetujuan tertulis tersebut berarti telah dipenuhinya salah syarat tanah sebagai jaminan utang yaitu tanah yang bersangkutan dapat dipindahtangankan.
Apa yang penulis kemukakan tersebut sejalan dengan surat Edaran MNA/Ka.BPN No.630.1-3430 tanggal 17 September 1998, sebagaimana dimuat dalam buku Profesor Arie Sukanti Hutagalung, S.H., M.LI. dan DR. Oloan Sitorus, S.H., M.S.,Seputar Hak Pengelolaan,STPN Press Yogjakarta, 2011.yang pada intinya menyetakan: ”karena eksekusi HT mengakibatkan HGB atau Hak Pakai tersebut  beralih kepada pihak lain maka untuk pembebanan HT tersebut diperlukan adanya persetujuan tertulis dari pemegang HPL yang akan berlaku sebagai persetujuan pengalihan hak tersebut sebagai akibat eksekusi HT”.  

5.             Kesimpulan  

Untuk pembebanan HT atas tanah HGB atau hak Pakai yang berada di atas tanah HPL harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang HPL karena salah satu syarat tanah sebagai jaminan utang adalah tanah tersebut harus dapat dipindahtangankan, sehingga dengan adanya persetujuan tersebut tanahnya telah memenuhi syarat untuk dijadikan jaminan utang dengan dibebani HT.Disamping itu pula karena eksekusi HT mengakibatkan HGB atau Hak Pakai tersebut  beralih kepada pihak lain maka untuk pembebanan HT tersebut diperlukan adanya persetujuan tertulis dari pemegang HPL yang akan berlaku sebagai persetujuan pengalihan hak tersebut sebagai akibat eksekusi HT.  

Sekian
Semoga bermanfaat bagi kita senua.

Salam

Alwesius,SH,MKn.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar