Pengambilalihan Saham Perseroan (Akuisisis)[1]
Oleh : Alwesius, SH, MKn[2]
A.
Pengertian
Pengambialihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan
untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian
atas Perseroan tersebut.[3]
Dari pengertian tersebut ada 3 (tiga) unsur yang
harus dipenuhi agar dapat terjadinya pengambilalihan, yaitu:
1.
Adanya
perbuatan hukum untuk mengambilalih saham Perseroan;
2.
Perbuatan hukum
tersebut dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan;
3.
Pebuatan hukum
tersebut mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.
Perbuatan hukum untuk mengambilalih saham Perseroan
dapat dilakukan dengan cara:
1.
membeli saham
yang telah dikeluarkan oleh Perseroan langsung dari pemegang saham yang bersangkutan
dengan membuat akta pemindahan hak atas saham (akta jual beli saham); dan
2.
mengambil
bagian atas saham baru, yang dikeluarkan oleh Perseroan, dengan cara
meningkatkan modal ditempatkan dan/atau modal disetor. Peningkatan modal ditempatkan
dan/atau modal disetor tersebut dilakukan melalui keputusan RUPS, dengan
mengeluarkan saham baru, yang diambil bagian oleh para pemegang saham dan/atau pihak
ketiga.
Ketiga syarat tersebut harus dipenuhi pada saat
dilakukannya pengambilalihan tersebut. Apabila yang dipenuhi hanyalah unsur
pertama dan unsur kedua saja maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
pengambilalihan terhadap Perseroan, melainkan hanya berupa jual beli saham. Hal tersebut ditegaskan di dalam Pasal 125
ayat (3) UUPT, yang menentukan “Pengambilalihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengambilalihan saham yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut.” Jadi
terjadinya pengambilalihan saham terdapat Perseroan (Akuisisi) hanya terjadi
apabila perbuatan hukum pengambilaihan saham tersebut mengakibatkan beralihnya
pengendalian atas Perseroan yang bersangkutan. Beralihnya pengendalian atas
Perseroan tentunya terjadi apabila terdapat perubahan “Pengendali Perseroan”
dalam Perseroan yang bersangkutan.
UUPT
tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan “pengendalian atas Perseroan” atau
“Pengendali Perseroan”. Pengertian atau maksud dari “Pengendali Perseroan” kita
temukan di dalam Penjelasan Pasal 1 butir d Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
“pengendalian” adalah kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak
langsung, dengan cara apapun pengelolaan dan atau kebijaksanaan perusahaan.
Kemudian kita temukan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
9/POJK.04/2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka (POJK 9-2018), yang
menggantikan Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Kep-264/BL/2011 tentang
Pengambilalihan Perusahaan Terbuka, yang didalam Pasal 1 angka 4 menentukan:
“Pengendali Perusahaan Terbuka, yang selanjutnya
disebut Pengendali, adalah Pihak yang baik langsung maupun tidak langsung:
a.
memiliki saham Perusahaan Terbuka lebih dari 50%
(lima puluh persen) dari seluruh saham dengan hak suara yang telah disetor
penuh; atau
b.
mempunyai kemampuan untuk menentukan, baik langsung
maupun tidak langsung, dengan cara apapun pengelolaan dan/atau kebijakan Perusahaan
Terbuka.”
Dengan mengikuti ketentuan yang diatur didalam POJK
9-2018 tersebut maka peralihan pengendalian atas Perseroan dapat terjadi: Pertama,
apabila pengambilalihan saham Perseroan mengakibatkan pihak yang mengambilalih
menguasai atau memiliki saham Perseroan yang bersangkutan lebih dari 50 % (lima
puluh persen) dari seluruh saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan yang
mempunyai hak suara yang sah.
Misalnya:
1)
PT X, para
pemegang sahamnya terdiri dari :
-
Tuan A sebanyak
400 (empat ratus) lembar saham;
-
Tuan B sebanyak
300 (tiga ratus) lembar saham;
-
Tuan C sebanyak
300 (tiga ratus) lembar saham.
-Dengan
jumlah seluruhnya sebanyak 1.000 (seribu) lembar saham.
Tuan D
membeli saham Tuan B sebanyak 210 (dua ratus sepuluh) lembar saham dan seluruh
saham milik Tuan C. Dengan jual beli saham tersebut maka Tuan D menjadi pemilik
lebih dari 50 % (lima puluh persen) saham yaitu sebanyak 510 (lima ratus
sepuluh) lembar saham. Maka dalam hal ini terjadi Pengambilalihan karena
terjadi perubahan pengendali atas Perseroan.
2)
PT Y, para
pemegang sahamnya terdiri dari :
-
Tuan K sebanyak
400 (empat ratus) lembar saham;
-
Tuan L sebanyak
300 (tiga ratus) lembar saham;
-
Tuan M sebanyak
300 (tiga ratus) lembar saham.
-Dengan
jumlah seluruhnya sebanyak 1.000 (seribu) lembar saham.
Tuan L
membeli seluruh saham Tuan M. Dengan jual beli saham tersebut maka Tuan L
menjadi pemilik lebih dari 50 % (lima puluh persen) saham yaitu sebanyak 600
(enam ratus) lembar saham. Maka dalam hal ini terjadi Pengambilalihan karena
terjadi perubahan pengendali atas Perseroan.
3)
PT Z, para
pemegang sahamnya terdiri dari :
-
Tuan E sebanyak
400 (empat ratus) lembar saham;
-
Tuan F sebanyak
300 (tiga ratus) lembar saham;
-
Tuan G sebanyak
300 (tiga ratus) lembar saham.
-Dengan
jumlah seluruhnya sebanyak 1.000 (seribu) lembar saham.
Tuan H
bermaksud untuk membeli seluruh saham milik Tuan G. Pembelian dilakukan secara
bertahap, yaitu tahpa pertama dilakukan untuk 100 (seratus) lembar saham dan
tahap kedua dilakukan untuk sissanya yaitu 200 (dua ratus) lembar saham. Pada
saat dilakukan jual belin saham tahap pertama memang belum terjadi Pengambilaihan,
akan tetapi pada saat dilakukannya pembelian tahapa kedua maka terjadi
Pengambilalihan karena dengan jual beli saham tersebut Tuan H menjadi pemilik
lebih dari 50 % (lima puluh persen) saham yaitu sebanyak 600 (enam ratus)
lembar saham.
4)
PT XX, Modal
ditempatkan sebesar Rp. 5.000.000.000.- (lima milyar Rupiah) terbagi atas 5.000
(lima ribu) saham, masing-masing saham dengan nilai nominal sebesar Rp.
1.000.000.- (satu juta Rupiah), Modal
Disetor sebesar Rp. 1.000.000.000.-
(satu milyar Rupiah) terbagi atas 1.000 (seribu) saham, dengan para pemegang
saham terdiri dari :
-
Tuan AA
sebanyak 400 (empat ratus) lembar saham;
-
Tuan BB
sebanyak 300 (tiga ratus) lembar saham;
-
Tuan CC
sebanyak 300 (tiga ratus) lembar saham.
-Jadi
saham dalam simpanan sebesar Rp. 4.000.000.000.- (empat miliayr Rupiah) terbagi
atas 4.000 (empat ribu) saham, masing-masing saham dengan nilai nominal sebesar
Rp. 1000.000.- (satu juta Rupiah). PT XX membutuhkan investor untuk memperoleh dana
segar sebasr Rp. 2.000.000.000.- (dua milyar Rupiah) untuk perluasan usahanya.Tuan
DD bermaksud untuk memenuhi keinginan PT XX tersebut sepanjang ia dapat
dijadikan salah satu pemegang saham dalam Perseroan. Keinginan tuan DD tersebut telah disetujui
oleh para pemegang saham PT XX dan dengan memasukan dana sebesar Rp.
2.000.000.000 (dua milyar rupiah maka tuan DD akan memperoleh sebanyak 2.000
(dua ribu) saham dalam Perseroan, yang berasal dari pengeluaran saham dalam simpanan
(pengeluaran saham baru), dengan meningkatkan modal disetor. Terkait dengan hal
tersebut maka akan dilakukan RUPS untuk meningkatkan modal disetor dari Rp.
1.000.000.000.- (satu milyar menjadi sebesar Rp. 3.000.000.000.- (tiga milyar
Rupiah) terbagi atas 3.000 (tiga ribu) saham.
Dengan pengeluaran
saham baru sebanyak 2.000 (dua ribu) saham, yang seluruhnya dimabil bagian oleh
tuan DD maka Tuan DD menjadi pemilik lebih dari 50 % (lima puluh persen) saham
yaitu sebanyak 510 (lima ratus sepuluh) lembar saham. Maka dalam hal ini
terjadi Pengambilalihan karena terjadi perubahan pengendali atas Perseroan dan
karenanya untuk pengeluaran saham baru tersebut harus mengikuti ketentuan
Pengambilalihan (akuisisi).
Kedua, apabila pengambilalihan saham Perseroan
mengakibatkan pihak yang mengambilalih mempunyai kemampuan untuk menentukan,
baik langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun pengelolaan dan/atau
kebijakan Perseroan. Secara doktrinal, kemampuan
untuk menentukan kebijakan perusahaan ini bisa diketahui melalui:
1.
Kewenangan menunjuk Direksi dan Dewan Komisaris
dalam anggaran dasar Perseroan;Dalam anggaran dasar Perseroan, pihak atau perusahaan tertentu
diberikan hak untuk menunjuk jabatan-jabatan strategis dalam perusahaan,
seperti Direksi dan Dewan Komisaris. Untuk Direksi, tidak harus Direktur Utama,
tetapi justru Direksi yang menjadi ujung tombak perusahaan. Misalnya: Direktur
Keuangan atau Direktur Operasional.
2.
Kewenangan
dalam RUPS untuk mengubah anggaran dasar; Dengan kewenagan ini maka mereka bias
mengubah anggaran dasar untuk keuntungan dan kepentingannya. Misalnya mengubah ketentuan terkait
kewenangan Direksi misalnya ketentuan “Direktur Utama berwenang mewakili
Direksi …” diubah menjadi “ Dua orang anggota Direksi secara bersama-sama berwenang
mewakili Direksi” atau mengubah kuorum Rapat Direksi dari suara bulat (uninamous
decision) menjadi suara terbanyak. Dengan perubahan tersebut maka
perusahaan bisa jalan, sekalipun Direktyur Utama tidak ada atau berhalangan.
Perseroan dapat melakukann perbuatan hukium yang diperlukan dan juga Rapat
Direksi dapat menagmbil keputusan.
3.
Adanya
Saham dengan Hak Khusus. Dengan memiliki saham
minoritas dalam Perseroan, akan tetapi saham tersebut memiliki hak khusus yang
melekat pada sahamnya. Misalnya hak untuk menunjuk anggota Direksi dan Dewan
Komisaris, atau memiliki hak veto terhadap RUPS. Maka keputusan RUPS bisa
menjadi “dead-lock” tanpa persetujuannya.[4]
Jadi untuk bentuk yang kedua ini seseorang dan Badan
Hukum dapat saja menjadi “Pengendali” sekalipun ia menguasahi saham Perseroan
yang bersangkutan kurang dari 50 % (lima puluh persen).Misalnya A hanya
memiliki 40 % (empat puluh persen) saham, sedangkan B memiliki 60 % (enam puluh
persen) saham, akan tetapi saham yang dimiliki oleh A merupakan saham yang mempunyai hak khusus, antara lain
misalnya untuk menunjuk anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan. Dalam
hal demikian A adalah merupakan Pengendali dalam Perusahaan yang bersangkutan.
B.
Cara
Pengambilalihan
Pengambialihan
dilakukan dengan cara:
1.
Pengambilalihan
saham melalui Direksi Perseroan; atau
Pengambilalihan dapat dilakukan oleh Badan hukum
atau Orang Perseorangan. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan oleh Badan Hukum berbentuk
Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum Pengambilalihan harus terlebih dahulu
memperoleh persetujuan RUPS. Jadi pengambilaiahan alihan tersebut dilakukan berdasarkan
keputusan RUPS. RUPS yang bersangkutan diselenggarakan dengan memenuhi kuorum
kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 UUPT, yaitu RUPS dapat dilangsungkan jika
dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika
disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.[6]
Dalam
hal Pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, pihak yang akan mengambil alih
menyampaikan maksudnya untuk melakukan Pengambilalihan kepada Direksi Perseroan
yang akan diambil alih. Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Perseroan
yang akan mengambil alih dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing
menyusun Rancangan Pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya:
a.
nama
dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang
akan diambil alih;
b.
alasan
serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi
Perseroan yang akan diambil alih;
c.
laporan
keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku
terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan
diambil alih;
d.
tata
cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih
terhadap saham penukarnya apabila pembayaran Pengambilalihan dilakukan dengan
saham;
e.
jumlah
saham yang akan diambil alih;
f.
kesiapan
pendanaan;
g.
neraca
konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihan
yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h.
cara
penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan;
i.
cara
penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan
karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih;
j.
perkiraan
jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa
pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan;
k.
rancangan
perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada. [7]
Dalam
hal Pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham maka ketentuan untuk
memberitahu kepada Direksi Perseroan dan pembuatan Rancangan Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dan ayat (6) Pasal 125 tidak berlaku. Pengambilalihan saham secara langsung
kepada pemegang saham wajib memperhatikan ketentuan anggaran dasar
Perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian
yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain. [8]
Perbuatan
hukum Pengambilalihan wajib
memperhatikan kepentingan:
a.
Perseroan,
pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
b.
kreditor dan mitra usaha lainnya dari
Perseroan; dan
c.
masyarakat dan persaingan sehat dalam
melakukan usaha.
Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan
RUPS mengenai Pengambilalihan hanya boleh menggunakan haknya untuk meminta
sahamnya dibeli dengan harga wajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 UUPT. Pelaksanaan hak tersebut tidak menghentikan
proses pelaksanaan Pengambilalihan.[9]
Pengambilalihan
tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan
harga yang wajar. Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS
mengenai Pengambilalihan hanya dapat menggunakan haknya agar saham yang
dimilikinya dibeli dengan harga yang wajar. Pelaksanaan hak pemegang saham yang
tidak setuju dengan Pengambilaihan tersebut tidak menghentikan proses
pelaksanaan Pengambilalihan.[10]
Direksi Perseroan yang akan melakukan Pengambilalihan
wajib mengumumkan ringkasan atas Rancangan Pengambilalihan paling sedikit dalam
2 (dua) Surat Kabar harian dan
mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan penggabungan
atau peleburan dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas)[11]
hari sebelum pemanggilan RUPS masing-masing Perseroan. Pengumuman tersebut memuat
juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh Rancangan Pengambilalihan
di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS
diselenggarakan.[12] Dan
menyampaikan dengan surat tercatat Rancangan Pengambilalihan kepada seluruh
kreditor paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS. Kreditor
dapat mengajukan keberatan kepada perseroan paling lambat 7 (tujuh) hari
sebelum pemanggilan RUPS yang akan
memutus mengenai rencana pengambilalihan yang telah dituangkan dalam Rancangan Pengambilalihan
tersebut. Apabila dalam jangka waktu tersebut kreditor tidak mengajukan
keberatan, maka kreditor dianggap menyetujui Pengambilalihan. Keberatan
kreditor sebagaimana tersebut disampaikan dalam RUPS guna mendapat
penyelesaian. Selama penyelesaian belum tercapai, maka Pengambilalihan tidak
dapat dilaksanakan. [13]
Rancangan Pengambilaihan harus disetujui oleh RUPS
Perseroan yang akan melakukan Pengambilalihan
dan RUPS Perseroan yang akan diambil alih RUPS tersebut harus dihadiri
oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui paling
sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut. Rancangan
Pengambilalihan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam akta Pengambilalihan,
yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia. Akta Pengambilalihan
saham yang dilakukan langsung dari pemagang saham wajib dinyatakan dengan akta
notaris dalam Bahasa Indonesia.[14]
Salinan
akta Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan
kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (3) UUPT. Dalam hal Pengambilalihan saham
dilakukan secara langsung dari pemegang saham, salinan akta pemindahan hak atas
saham wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang
perubahan susunan pemegang saham.[15]
Pengambilalihan yang dilakukan melalui Direksi Perseroan, dilakukan melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a.
Pemberitahuan kepada Direksi Perseroan; Pihak
yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan Pengambialihan
kepada Direksi Perseroan yang akan diambil alih;
b.
Penyusunan Rancangan Pengambilaihan; Direksi
Perseroan yang akan mengambilalih dan Perseroan yang akan diambilalih dengan persetujuan Dewan Komisaris menyurun Rancangan Pengambilalihan.
c.
Pengumumam dalam Surat Khabar dan Pemberitahuan kepada
Kreditor; Direksi
Perseroan yang akan melakukan Pengambilalihan
wajib mengumumkan Ringkasan Pengambilalihan paling sedikit dalam 2 (dua) Surat Kabar dan
mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan ybs dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS. Pengumuman
tersebut memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat
memperoleh Rancangan tersebut di Kantor Perseroan terhitung sejak tanggal
pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
d.
Pengajuan Keberatan oleh Kreditor; Kreditor dapat mengajukan keberatan
kepada perseroan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari
sebelum pemanggilan
RUPS. Jika dalam jangka waktu tersebut
Kreditor tidak mengajukan keberatan maka Kreditor dianggap menyetujui
Penggabungan.
e.
Penyelesaian keberatan oleh Direksi; Penyelesaian
keberatan yang diajukan oleh Kreditor oleh Direksi Perseroan.
f.
Penyelesaian keberatan oleh RUPS; Jika
sampai pada hari RUPS keberatan tersebut tidak dapat diselesaikan oleh Direksi
maka keberatan tersebut disampaikan
dalam RUPS guna mendapat penyelesaian. Selama penyelesaian belum tercapai maka
Pengambilalihan
tidak dapat dilaksanakan.
g.
Persetujuan Rancangan Pengambilalihan oleh RUPS; Rancangan
Pengambilalihan diajukan
kepada RUPS Perseroan
yang diambilalih. Jika yang mengambilalih juga berupa Badan Hukum maka RUPS Perseroan
yang bersangkutan atau instansi/lembaga sejenis dari badan hukum yang
bersangkutan juga harus menyetujui Rancangan Pengambilalihan tersebut.
h.
Pembuatan Akta Pengambilalihan; Rancangan Pengambialihan yang telah disetujui oleh RUPS dituangkan
dalam Akta
Pengambilalihan oleh Notaris dalam Bahasa Indonesia.
i.
Pemberitahuan kepada Menteri; Salinan
Akta Pengambilalihan
dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan
kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam
pasal 21 ayat 2 UUPT.
D.
Tahapan
Pengambilalihan yang dilakukan langsung dari pemegang saham
Berdasarkan
ketentuan Pasal 125 ayat 7 UUPT menentukan bahwa ketentuan Pasal 125 ayat 5 dan ayat 6 UUPT tidak berlaku bagi Pengambilalihan
yang dilakukan langsung dari pemegang saham. Jadi disini tidak perlu ada
pemberitahuan terlebih dahulu kepada Direksi Perseroan dan pembuatan Rancangan
Pengambilalihan. Pasal 127 ayat 8 UUPT menentukan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7)
Pasal 127 UUPT mutatis mutandis berlaku
bagi pengumuman dalam rangka Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari
pemegang saham dalam Perseroan.
Berdasarkan
hal tersebut maka tahapan Pengambilalihan yang dilakukan langsung dari pemegang
saham, pada prinsipnya sama seperti tahapan Pengambilalihan
yang dilakukan melalui Direksi Perseroan, akan tetapi tidak memerlukan adanya pemberitahuan
terlebih dahulu kepada Direksi Perseroan dan tidak adanya pembuatan Rancangan
Pengambilalihan.
Smoga bermanfaat.
Alwesius, SH, MKn
[1] Tulisan ini merupakan bagian dari Buku A – Z Perseroan Terbatas dan
Pembuatan Akta Terkait, yang saat ini masih dalam proses editing
[3]Indonesia, Undang-Undang Perseroan
Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756, sal 1 angka 11
[4] Niken
Nydia Nathania/Bimo Prasetio, “Menyibak
perubahan pengenadali perusahaan melalui akuisisi” http://strategihukum.net/menyibak-perubahan-pengendali-perusahaan-melalui-akuisisi, diunduh tanggal 28 Desember 2018
[10] Indonesia, Undang-Undang
Perseroan Terbatas, Pasal 126 ayat (2) dan ayat (3) dan Indonesia,
Peraturan Pemerintah
tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas,
Pasal 4 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
[11] Di dalam Pasal 127 ayat (2) UUPT ditentukan bahwa pengumuman tersebut
dilakukan dalam 1 (satu) surat khabar atau lebih dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
[12] Indonesia, Undang-Undang Perseroan
Terbatas, Pasal 127 ayat (2), ayat (3) dan Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Penggabungan, Peleburan, dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas, Pasal 29
[13] Indonesia, Undang-Undang Perseroan
Terbatas, Pasal 127 ayat (4) dan ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) jo Peraturan Pemerintah tentang
Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, Pasal
33
[14] Indonesia, Undang-Undang Perseroan
Terbatas, Pasal 128 ayat (1) dan ayat (2) Pasal 87 ayat (1), Pasal 89 jo Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Penggabungan, Peleburan, dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas, Pasal 30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar