Laman

Selasa, 28 Januari 2014

KEWAJIBAN MELEKATKAN SIDIK JARI PENGHADAP PADA MINUTA AKTA





KEWAJIBAN MELEKATKAN SIDIK JARI                                             PENGHADAP PADA MINUTA AKTA
Oleh : Alwesius,S.H., M.Kn[i]

1.            Pendahuluan
Pada tanggal 15 Januari 2014 akhirnya Perubahan Undang-Undang Jabatan  Notaris diundangkan dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris (UU Perubahan UUJN). Dengan diundangkannnya UU Perubahan UUJN tersebut maka ketentuan yang diatur di dalam UU tersebut telah berlaku dan mengikat khususnya bagi kita para notaris.
Salah satu ketentuan ynag banyak mendapat perhatian di kalangan notaris berkaitan dengan ketentuan UU Perubahan UUJN adalah ketentuan mengenai sidik jari yang diatur di dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c yang menentukan “Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib: ...c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta;”.Ketentuan ini  banyak mendapat perhatian karena ada beberap hal yang belum jelas berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban tersebut di dalam praktek notaris, walaupun penjelasan pasal tersebut tel;ah menyatakan “cukup jelas”.
Berkaitan dengan hal tersebut penulis sekali lagi menuangkan pendapat pribadi penulis berkaitan dengan masalah kewajiban untuk melekatkan sidik jari pada minuta akta tersebut agar dapat menjadi bahan diskusi kita bersama. 

2.            Arti Sidik Jari
Sidik jari (finger print) adalah hasil reproduksi tapak jari baik yang sengaja
diambil, dicapkan dengan tinta maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena pernah tersentuh kulit telapak tangan atau kaki. Kulit telapak adalah kulit pada bagian telapak tangan mulai dari pangkal pergelangan sampai kesemua ujung jari, dan kulit bagian dari telapak kaki mulai dari  tumit sampai ke ujung jari yang mana pada daerah tersebut terdapat garis halus menonjol yang keluar satu sama lain yang dipisahkan oleh celah atau alur yang membentuk struktur tertentu.[ii]
Dari pengertian tersebut dan juga dari tulisan-tulisan yang penulis baca baik yang berkaitan dengan sidik jari menurut penulis kata “sidik jari” dapat berarti tapak dari salah satu jari pada tangan atau kaki atau dapat juga berarti keseluruhan tapak dari jari-jari tangan maupun jari-jari kaki atau tapak dari kulit tangan kanan dan/atau kiri, atau tapak dari bagian telapak tangan mulai dari pangkal pergelangan sampai kesemua ujung jari dan atau tapak dari bagian kulit dati telapak kaki mulai dari tumit sa,pai ke ujung jari.  Jadi bisa bersifat tunggal maupun jamak. 

3.            Maksud ditetapkannya pasal mengenai sidik jari
Penulis belum memperoleh data atau informasi yang jelas apa yang menjadi latar belakang atau maksud ditetapkannya pasal 16 ayat 1 huruf c yang mewajibkan notaris untuk melekatkan sidik jari penghadap pada minuta akta tersebut. Namun dari pendapat atau komentar yang disampaikan rekan Syafran Sofian dan rekan Firdhonal  yang dikemukakan di salah satu jejaring sosial mungkin mendekati kebenaran bahwa pasal tersebut dicantumkan karena banyak penyangkalan yang dilakukan oleh penghadap terhadap keberadaan tandatangan yang betrsangkutan pada minuta akta Notaris serta sudah mulai hilangnya kepecayaan kepada Notaris.
Jika hal tersebut yang menjadi alasan maka menurut penulis makud dan tujuan dicantumkannya kewajiban untuk melekatkan sidik jari pada minuta akta tersebut adalah agar dapat dilakukan pembuktian di kemudian hari apakah seorang penghadap tersebut benar hadir secara fisik dihadapan Notaris  untuk menandatangani suatu akta atau tidak. Dalam hal ini jika penghadap yang bersangkutan menyangkal perihal kehadirannya dihadapan Notaris atau menyangkal tandatangannya yang ada pada minuta akta maka sidik jari tersebut akan dipakai untuk membantah sanggahan yang dilakukan oleh penghadap.

4.            Sidik jari yang mana yang wajib dilekatkan oleh Notaris
UUJN tidak menyebutkan secara tegas sidik jari yang mana yang wajib dilekatkan pada minuta akta.Karena UUJN tidak menyebutkan hal tersebut maka banyak pendapat yang bermunculan mengenai hal ini ada yang berpendapat yang dilekatkan adalah 10 (sepuluh) jari tangan, ada yang berpendapat 5 (lima) jari tangan kanan atau tangan kirin, ada yang berpendapat cukup cap ibu jari kanan/kiri saja.
Untuk mengatasi perbedaan pendapat tersebut tentunya diharapkan pemerintah segera mengeluarkan peraturan yang mengatur hal tersebut agar terjadi keseragaman di dalam praktek pengambilan sidik jari penghadap sehingga tidak akan menimbulkan penolakan-penolakan dari penghadap berkaitan dengan hal tersebut.dan juga pilihan penggunaan sidik jari yang mana menjadi mem;punyai dasar hukum yang jelas.
Memang untuk sementara PP INI dalam rapat PP ini telah mengeluarkan kesatuan sikap yang menyatakan bahwa yang digunakan adalah cap ibu jari kanan saja.    Tapi ternyata adanya pendapat dari PP INI tersebut belum juga mengakhiri perbedaan pendapat mengenai sidik jari yang akan digunakan dalam memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam UU Perubahan UUJN. Bahkan banyak rekan-rekan notaris yang masih bingung berkaitan dengan ketentuan tersebut. Hal ini terlihat dari komentar-momentar yang ada di jejaring sosial.
Berkaitan dengan hal tersebut dan berkaitan dengan arti sidik jari sebagaimana  penulis uraaikan di atas maka untuk sementara sebelum adanya peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah berkaitan dengan penggunaan sidik jari maka dalam pembuatan akta para Notaris dapat mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh PP INI yaitu ibu jari kanan. Namun demikian oleh karena tanggung jawab yang timbul berkaitan dengan pembuatan akta Notaris adalah merupakan tanggung jawab pribadi dari notaris yang bersangkutan maka jika ada notaris yang menafsirkan lain mengenai hal tersebut tidak dapat disalahkan. Notaris dapat saja menggunakan kedua ibu jari kanan dan kiri atau mengguankan salah satu ibu jari tangan/kiri atau  menggunakan tiga jari tengah kanan/kiri  atau mengunakan lima jari tangan kanan/kiri atau menggunakan 10 (sepuluh) jari tangan.



5.            Dimana sidik jari tersebut harus dilekatkan
Pasal 16 ayat (1) huruf c yang menentukan “Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib: ...c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta.”
Penulis bukan ahli bahasa yang dapat menafsirkan arti kata “melekatkan” pada ketentuan pasal 16 ayat 1 huruf c UUJN. Namun dengan melihat bahwa kewajiban melakatkan sidik jari tersebut ditempatkan pada satu  kalimat yang sama dengan kewajiban untuk melekatkan surat dan dokumen ini menunjukkan bahwa pengertaian “melekatkan surat dan dokukmen” adalah sama maknanya dengan “melakatkan sidik jari”. Melekatkan  surat dan dokumen artinya adalah surat dan dokuemn tersebut telah ada terlebih dahulu baru kemudian dilekatkan pada minuta akta.   Paralel dengan maknah  “melekatkan surat dan dokumen” tersebut maka “melekatkan sidik jari” adalah sidik jari tersebut telah ada terlebih dahulu dalam suatu lembar tersendiri dan kemudian notaris wajib melekatkan lembar tersemdiri yang memuat sidik jari penghadap tersebut pada minuta akta.
Jadi sidik jari harus dilekatkan pada minuta akta setelah sebelumnya sidik jari tersebut dibubuhi pada lembar tersendiri dihadapan notaris dan saksi-saksi.
Apakah untuk akta yang dibuat secara originali notaris juga wajib melekatkan sidik jari tersebut?
Dengan membaca ketentuan pasal 16 ayat 1 huruf c UUJN tersebut jelas bahwa kewajiban untuk melekatkan sidik jari hanya ada pada  akta yang dibuat dalam bentuk “minuta” akta, sedangkan pada akta yang dibuat dalam bentuk “originali” hal tersebut tidak diwajibkan dan juga tidak diperlukian. Namun demikian menurut penulis itu semua terpulangb kepada masing-masing notaris ynag membuat akta tersebut.

6.            Pengambilan sidik jari penghadap yang membuat beberapa akta
Dengan melihat bahwa  pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN yang menentukan bahwa Notaris wajib melekatkan sidik jari penghadap pada Minuta Akta maka berarti kewajiban Notaris untuk melekatkan sidik jari penghadap berlaku untuk setiap pembuatan minuta akta, baik untuk akta yang pertama dibuat maupun untuk akta-akta berikutnya, baik untuk akta yang dibuat pada hari yang sama maupun  untuk akta yang dibuat pada hari berbeda.
Sidik jari yang dilekatkan tersebut adalah sidik jari setiap penghadap, siapapun yang menjadi penghadap dalam pembuatan akta tersebut, baik penghadap bertindak untuk diri sendiri, selaku kuasa atau dalam jabatan atau kedudukan tertentu, termasuk sidik jari dari Direksi bank maupun pejabat lainnya, tanpa terkecuali semuanya berlaku sama.

7.            Cara pengambilan sidik jari
Pada umumnya sidik jari yangh sengaja diambil untuk keperluan tertentu diambil dengan menggunakan tinta basah yang kemudian dicapkan pada kertas/media tertentu dan diambil dengan cara-cara tertentu sehingga alur-alur yang terdapat pada sidik jari tersebut mudah terlihat/terbaca. Namun dengan perkembangan jaman sidik jari juga dapat diambil secara elektronik seperti yang digunakan pada sistem absensi secara elektronik.
Yang menjadi pertanyaan apakah pengambilan sidik jari yang dimaksud di dalam UUJN juga dapat dilakukan secara elektronik?. Jika kita berpegang kepada tidak adanya larangan mengenai hal tersebut di dalam UUJN serta dalam rangka mengikuti  perkembangan jaman dan ilmu pengetahuan menurut penulis hal itu diperbolehkan. Namun untuk kepastiannya tentunya perlu ada peraturan yang mengatur hal tersebut.

8.            Warna tinta yang digunakan
Penulis tidak menemukan peraturan yang mengatur mengenai warna tinta yang wajib digunakan dalam pengambilan sidik jari tersebut. Yang sering digunakan di dalam praktek pengambilan sidik jari adalah warna hitam. Sehubungan dengan hal tersebut untuk keseragaman warna tinta mungkin bisa disamakan saja dengan warna tinta yang digunakan pada stempel notaris.   

9.            Apakah sidik jari tersebut perlu dilegalisasi oleh Notaris?
UUJN tidak menentukan bagaimana bentuk dan tatacara pembubuhan sidik jari yang akan dilekatkan pada minuta akta tersebut. Oleh karena UUJN tidak mengharuskannya maka  memang tidak ada kewajiban untuk melegalisasai sidik jari tersebut sebagaimana ketentuan mengenai pengambilan sidik jari yang diatur di dalam pasal 1874 KUHPerdata. Pengambilan sidik jari sebagaimana dimaksud di dalam pasal 16 ayat 1 huruf c UUJN berbeda dengan dan tidak berkaitan sama sekali dengan  pengambilan sidik jari yang diatur di dalam pasal 1874 KUHPerdata maupun ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang menagtur perihal sidik jari tersebut.
Pengaturan sidik jari yang diatur didalam pasal 1874 KUHPerdata adalah menyangkut kekuatan pembuktian surat yang dibuat dibawah tangan apabila pembuatanya tidak dapat menandatangani surat yang bersangkutan dan membubuhkan cap jempolnya pada surat tersebut sebagai pengganti tandatangannya. Pasal 1874 KUHPerdata mengatur cap jempol sebagai pengganti tandatangan untuk surat-surat dibawah tangan, sehingga ketentuan tersebut tidak berlaku untuk penggantian tandatangan dalam suatu akta otentik.Untuk akta otentik penggantian tandatangan cukup dilakukan dengan “Surrogat” tandatangan yang berisikan keterangan notaris yang dikonstantir oleh notaris dari keterangan penghadap yang bersangkutan perihal keinginannya untuk menandatangani akta akan tetap tidak dapat melakukannya karena alasan tertentu, serta keterangan tersebut dicantumkan pada akhir akta. Keterangan tersebut sebagai pengganti tandatangan karena keterangan tersebut berasal dari seorang Notaris yang dipercaya dan yang merupakan hakekat dari jabatan Notaris. Memberlakukan ketentuan pasal 1874 KUHPerdata pada suatu akta otentik adalah merupakan pengingkaran terhadap kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat dan UU kepada Notaris serta mendegredasi jabatan Notaris..
Oleh karena sidik jari dibubuhkan pada lembaran tersendiri yang merupakan surat dibawah tangan (karena juga ditandatangani oelh penghadap) maka terpulang kepada notaris yang bersangkutan apakah dalam pengambilan tersebut notaris melegalisasi sidik jari tersebut atau tidak.
10.       Hal-hal yang harus diperhatikan agar maksud diterapkannya ketentuaan menganai sidik jari dapat dipenuhi
Jika melihat  latar belakang atau maksud diadakannya ketentuan mengenai sidik jari di dalam UUJN seperti yang diuarikan di atas maka untuk tercapainya maksud tersebut menurut penulis sekurang-kurangnya  harus ada 4 (empat) hal yang harus dipastikan berkaitan dengan  pelekatan sidik jari tersebut, yatiu:
1)           Sidik jari tersebut benar beralas dari jari penghadap yang bersangkutan;
2)           Sidik jari tersebut bersumber langsung dari jari tangan penghadap, dalam arti tidak melalui prantara media lainnya;
3)           Sidik jari tersebut diambil berkaitan dengan pembuatan akta tertentu (diambil pada setiap pembuatan akta yang dibuat dalam bentuk minuta akta ), yang diambil pada lembaran tersendiri dengan memuat uraian yang jelas judul akta, tanggal akta, nomor akta, nama penghadap  dan bial diras perlu dikuatkan dengan tandatangan dari penghadap;
4)           Sidik jari tersebut diambil pada  hari dan tanggal yang sama dihadapan notaris dan saksi-saksi pada saat  berlangsungnya proses pembuatan akta dan sebelum penandatanganan akta. 
Keempat hal ini harus dipenuhi agar penghadap tidak dapat menyangkal atau sekurang-kurangnya dapat meminimlisir penyangkalan penghadap berkaitan kehadirannya dihadapan notaris untuk pembuatan akta yang bersangkutan.
Nah siapa yang dapat menerangkan bahwa keempat hal tersebut telah dipenuhi.Tentunya Notaris karena kewajiban pelekatan tersebut berkaitan dengan pembuatan akta notaris. Keterangan tersebut menurut penulis akan menjadi alat bukti yang kuat jika diterangkan didalam minuta akta, khususnya pada bagian akhir akta. 
Memang ada yang berpendapat hal tersebut tidak perlu diterangkan pada minuta akta, ya semua kita kembalikan kepada rekan-rekan Notaris.
11.       Pendapat penulis berkaitan dengan ketentuan Pasal 16 ayat 1 c UUJN
Dari semula penulis tidak setuju adanya ketentuan mengenai kewajiban notaris untuk melekatkan sidik jari pada minuta akta karena ketentuan tersebut menurut penulis  telah mengurangi kepercayaan yang diberikan oleh UU atau masyarakat kepada notaris sebagai pejabat yang berwenang untuk membuat akta autentik.  Akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris  merupakan alat bukti yang sempurna, apa yang diterangkan oleh notaris dalam akta yang bersangkutan harus diterima sebagai hal yang benar, karena akta autentik mempunyai kekuatan lahiriah, formal maupun materiel.
Adanya kehadiran para penghadap dihadapan notaris yang diterangkan di dalam akta adalah keterangan yang benar yang tidak perlu diperkuat dengan bukti lain, baik berupa sidik jari, foto rekaman dll. Adanya ketentuan ;pasal 16 ayat 1 huruf c UUJN tentunya mengurangi atau mendegredasi kepercayan yang diberikan oleh masyarakat maupun UU kepada Notaris maupun produknya berupa akta autentik sebagai alat bukti yang sempurna.   
Namun demikian karena hal tersebut sudah merupakan suatu rumusan di dalam UU maka kita yang terikat sumpah jabatan harus tetap menjalaninya.

Demikian tulisan ringkas ini mudah-mudahan dapat membawa manfaat bagi kita semua.
Salam
Alwesius,S.H.,M.Kn



[i] Notaris-PPAT di Tangerang dan Dosen pada Program Magister Kenotariatan FHUI

[ii] id.wikipedia.org/wiki/Sidik_jari‎



Tidak ada komentar:

Posting Komentar