KEWAJIBAN
MELEKATKAN SIDIK JARI
PENGHADAP PADA MINUTA AKTA
Oleh
: Alwesius,S.H., M.Kn[i]
1.
Pendahuluan
Pada
tanggal 15 Januari 2014 akhirnya Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris diundangkan dengan Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang
Undang-Undang Jabatan Notaris (UU Perubahan UUJN). Dengan diundangkannnya UU
Perubahan UUJN tersebut maka ketentuan yang diatur di dalam UU tersebut telah
berlaku dan mengikat khususnya bagi kita para notaris.
Salah
satu ketentuan ynag banyak mendapat perhatian di kalangan notaris berkaitan
dengan ketentuan UU Perubahan UUJN adalah ketentuan mengenai sidik jari yang
diatur di dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c yang menentukan “Dalam menjalankan jabatannya, Notaris
wajib: ...c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik
jari penghadap pada Minuta Akta;”.Ketentuan ini banyak mendapat perhatian karena ada beberap
hal yang belum jelas berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban tersebut di dalam
praktek notaris, walaupun penjelasan pasal tersebut tel;ah menyatakan “cukup
jelas”.
Berkaitan
dengan hal tersebut penulis sekali lagi menuangkan pendapat pribadi penulis
berkaitan dengan masalah kewajiban untuk melekatkan sidik jari pada minuta akta
tersebut agar dapat menjadi bahan diskusi kita bersama.
2.
Arti
Sidik Jari
Sidik jari (finger print) adalah hasil reproduksi tapak jari baik yang
sengaja
diambil, dicapkan dengan tinta maupun
bekas yang ditinggalkan pada benda karena pernah tersentuh kulit telapak tangan
atau kaki. Kulit telapak adalah kulit pada bagian telapak tangan mulai dari
pangkal pergelangan sampai kesemua ujung jari, dan kulit bagian dari telapak
kaki mulai dari tumit sampai ke ujung jari yang mana pada daerah tersebut
terdapat garis halus menonjol yang keluar satu sama lain yang dipisahkan oleh
celah atau alur yang membentuk struktur tertentu.[ii]
Dari
pengertian tersebut dan juga dari tulisan-tulisan yang penulis baca baik yang
berkaitan dengan sidik jari menurut penulis kata “sidik jari” dapat berarti
tapak dari salah satu jari pada tangan atau kaki atau dapat juga berarti
keseluruhan tapak dari jari-jari tangan maupun jari-jari kaki atau tapak dari
kulit tangan kanan dan/atau kiri, atau tapak dari bagian telapak tangan mulai
dari pangkal pergelangan sampai kesemua ujung jari dan atau tapak dari bagian
kulit dati telapak kaki mulai dari tumit sa,pai ke ujung jari. Jadi bisa bersifat tunggal maupun jamak.
3.
Maksud
ditetapkannya pasal mengenai sidik jari
Penulis
belum memperoleh data atau informasi yang jelas apa yang menjadi latar belakang
atau maksud ditetapkannya pasal 16 ayat 1 huruf c yang mewajibkan notaris untuk
melekatkan sidik jari penghadap pada minuta akta tersebut. Namun dari pendapat
atau komentar yang disampaikan rekan Syafran Sofian dan rekan Firdhonal yang dikemukakan di salah satu jejaring
sosial mungkin mendekati kebenaran bahwa pasal tersebut dicantumkan karena
banyak penyangkalan yang dilakukan oleh penghadap terhadap keberadaan
tandatangan yang betrsangkutan pada minuta akta Notaris serta sudah mulai
hilangnya kepecayaan kepada Notaris.
Jika
hal tersebut yang menjadi alasan maka menurut penulis makud dan tujuan
dicantumkannya kewajiban untuk melekatkan sidik jari pada minuta akta tersebut
adalah agar dapat dilakukan pembuktian di kemudian hari apakah seorang
penghadap tersebut benar hadir secara fisik dihadapan Notaris untuk menandatangani suatu akta atau tidak.
Dalam hal ini jika penghadap yang bersangkutan menyangkal perihal kehadirannya
dihadapan Notaris atau menyangkal tandatangannya yang ada pada minuta akta maka
sidik jari tersebut akan dipakai untuk membantah sanggahan yang dilakukan oleh
penghadap.
4.
Sidik
jari yang mana yang wajib dilekatkan oleh Notaris
UUJN
tidak menyebutkan secara tegas sidik jari yang mana yang wajib dilekatkan pada
minuta akta.Karena UUJN tidak menyebutkan hal tersebut maka banyak pendapat
yang bermunculan mengenai hal ini ada yang berpendapat yang dilekatkan adalah
10 (sepuluh) jari tangan, ada yang berpendapat 5 (lima) jari tangan kanan atau
tangan kirin, ada yang berpendapat cukup cap ibu jari kanan/kiri saja.
Untuk
mengatasi perbedaan pendapat tersebut tentunya diharapkan pemerintah segera
mengeluarkan peraturan yang mengatur hal tersebut agar terjadi keseragaman di
dalam praktek pengambilan sidik jari penghadap sehingga tidak akan menimbulkan
penolakan-penolakan dari penghadap berkaitan dengan hal tersebut.dan juga
pilihan penggunaan sidik jari yang mana menjadi mem;punyai dasar hukum yang
jelas.
Memang
untuk sementara PP INI dalam rapat PP ini telah mengeluarkan kesatuan sikap
yang menyatakan bahwa yang digunakan adalah cap ibu jari kanan saja. Tapi
ternyata adanya pendapat dari PP INI tersebut belum juga mengakhiri perbedaan
pendapat mengenai sidik jari yang akan digunakan dalam memenuhi kewajiban yang
ditetapkan dalam UU Perubahan UUJN. Bahkan banyak rekan-rekan notaris yang
masih bingung berkaitan dengan ketentuan tersebut. Hal ini terlihat dari
komentar-momentar yang ada di jejaring sosial.
Berkaitan
dengan hal tersebut dan berkaitan dengan arti sidik jari sebagaimana penulis uraaikan di atas maka untuk sementara
sebelum adanya peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah berkaitan dengan
penggunaan sidik jari maka dalam pembuatan akta para Notaris dapat mengikuti
apa yang telah ditetapkan oleh PP INI yaitu ibu jari kanan. Namun demikian oleh
karena tanggung jawab yang timbul berkaitan dengan pembuatan akta Notaris
adalah merupakan tanggung jawab pribadi dari notaris yang bersangkutan maka
jika ada notaris yang menafsirkan lain mengenai hal tersebut tidak dapat
disalahkan. Notaris dapat saja menggunakan kedua ibu jari kanan dan kiri atau
mengguankan salah satu ibu jari tangan/kiri atau menggunakan tiga jari tengah kanan/kiri atau mengunakan lima jari tangan kanan/kiri
atau menggunakan 10 (sepuluh) jari tangan.
5.
Dimana
sidik jari tersebut harus dilekatkan
Pasal
16 ayat (1) huruf c yang menentukan “Dalam
menjalankan jabatannya, Notaris wajib: ...c. melekatkan surat dan
dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta.”
Penulis
bukan ahli bahasa yang dapat menafsirkan arti kata “melekatkan” pada ketentuan
pasal 16 ayat 1 huruf c UUJN. Namun dengan melihat bahwa kewajiban melakatkan
sidik jari tersebut ditempatkan pada satu
kalimat yang sama dengan kewajiban untuk melekatkan surat dan dokumen
ini menunjukkan bahwa pengertaian “melekatkan surat dan dokukmen” adalah sama
maknanya dengan “melakatkan sidik jari”. Melekatkan surat dan dokumen artinya adalah surat dan
dokuemn tersebut telah ada terlebih dahulu baru kemudian dilekatkan pada minuta
akta. Paralel dengan maknah “melekatkan surat dan dokumen” tersebut maka
“melekatkan sidik jari” adalah sidik jari tersebut telah ada terlebih dahulu
dalam suatu lembar tersendiri dan kemudian notaris wajib melekatkan lembar
tersemdiri yang memuat sidik jari penghadap tersebut pada minuta akta.
Jadi
sidik jari harus dilekatkan pada minuta akta setelah sebelumnya sidik jari
tersebut dibubuhi pada lembar tersendiri dihadapan notaris dan saksi-saksi.
Apakah
untuk akta yang dibuat secara originali notaris juga wajib melekatkan sidik
jari tersebut?
Dengan membaca
ketentuan pasal 16 ayat 1 huruf c UUJN tersebut jelas bahwa kewajiban untuk
melekatkan sidik jari hanya ada pada akta
yang dibuat dalam bentuk “minuta” akta, sedangkan pada akta yang dibuat dalam
bentuk “originali” hal tersebut tidak diwajibkan dan juga tidak diperlukian.
Namun demikian menurut penulis itu semua terpulangb kepada masing-masing
notaris ynag membuat akta tersebut.
6.
Pengambilan
sidik jari penghadap yang membuat beberapa akta
Dengan
melihat bahwa pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN
yang menentukan bahwa Notaris wajib melekatkan sidik jari penghadap pada
Minuta Akta maka berarti kewajiban Notaris untuk melekatkan sidik jari
penghadap berlaku untuk setiap pembuatan minuta akta, baik untuk akta yang
pertama dibuat maupun untuk akta-akta berikutnya, baik untuk akta yang dibuat
pada hari yang sama maupun untuk akta
yang dibuat pada hari berbeda.
Sidik
jari yang dilekatkan tersebut adalah sidik jari setiap penghadap, siapapun yang
menjadi penghadap dalam pembuatan akta tersebut, baik penghadap bertindak untuk
diri sendiri, selaku kuasa atau dalam jabatan atau kedudukan tertentu, termasuk
sidik jari dari Direksi bank maupun pejabat lainnya, tanpa terkecuali semuanya
berlaku sama.
7.
Cara
pengambilan sidik jari
Pada
umumnya sidik jari yangh sengaja diambil untuk keperluan tertentu diambil
dengan menggunakan tinta basah yang kemudian dicapkan pada kertas/media
tertentu dan diambil dengan cara-cara tertentu sehingga alur-alur yang terdapat
pada sidik jari tersebut mudah terlihat/terbaca. Namun dengan perkembangan jaman
sidik jari juga dapat diambil secara elektronik seperti yang digunakan pada
sistem absensi secara elektronik.
Yang
menjadi pertanyaan apakah pengambilan sidik jari yang dimaksud di dalam UUJN
juga dapat dilakukan secara elektronik?. Jika kita berpegang kepada tidak
adanya larangan mengenai hal tersebut di dalam UUJN serta dalam rangka
mengikuti perkembangan jaman dan ilmu
pengetahuan menurut penulis hal itu diperbolehkan. Namun untuk kepastiannya
tentunya perlu ada peraturan yang mengatur hal tersebut.
8.
Warna
tinta yang digunakan
Penulis
tidak menemukan peraturan yang mengatur mengenai warna tinta yang wajib digunakan
dalam pengambilan sidik jari tersebut. Yang sering digunakan di dalam praktek pengambilan
sidik jari adalah warna hitam. Sehubungan dengan hal tersebut untuk keseragaman
warna tinta mungkin bisa disamakan saja dengan warna tinta yang digunakan pada
stempel notaris.
9.
Apakah
sidik jari tersebut perlu dilegalisasi oleh Notaris?
UUJN
tidak menentukan bagaimana bentuk dan tatacara pembubuhan sidik jari yang akan
dilekatkan pada minuta akta tersebut. Oleh karena UUJN tidak mengharuskannya
maka memang tidak ada kewajiban untuk
melegalisasai sidik jari tersebut sebagaimana ketentuan mengenai pengambilan
sidik jari yang diatur di dalam pasal 1874 KUHPerdata. Pengambilan sidik jari
sebagaimana dimaksud di dalam pasal 16 ayat 1 huruf c UUJN berbeda dengan dan tidak
berkaitan sama sekali dengan pengambilan
sidik jari yang diatur di dalam pasal 1874 KUHPerdata maupun ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya yang menagtur perihal sidik jari tersebut.
Pengaturan
sidik jari yang diatur didalam pasal 1874 KUHPerdata adalah menyangkut kekuatan
pembuktian surat yang dibuat dibawah tangan apabila pembuatanya tidak dapat
menandatangani surat yang bersangkutan dan membubuhkan cap jempolnya pada surat
tersebut sebagai pengganti tandatangannya. Pasal 1874 KUHPerdata mengatur cap
jempol sebagai pengganti tandatangan untuk surat-surat dibawah tangan, sehingga
ketentuan tersebut tidak berlaku untuk penggantian tandatangan dalam suatu akta
otentik.Untuk akta otentik penggantian tandatangan cukup dilakukan dengan “Surrogat”
tandatangan yang berisikan keterangan notaris yang dikonstantir oleh notaris
dari keterangan penghadap yang bersangkutan perihal keinginannya untuk
menandatangani akta akan tetap tidak dapat melakukannya karena alasan tertentu,
serta keterangan tersebut dicantumkan pada akhir akta. Keterangan tersebut
sebagai pengganti tandatangan karena keterangan tersebut berasal dari seorang
Notaris yang dipercaya dan yang merupakan hakekat dari jabatan Notaris. Memberlakukan
ketentuan pasal 1874 KUHPerdata pada suatu akta otentik adalah merupakan pengingkaran
terhadap kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat dan UU kepada Notaris serta
mendegredasi jabatan Notaris..
Oleh
karena sidik jari dibubuhkan pada lembaran tersendiri yang merupakan surat
dibawah tangan (karena juga ditandatangani oelh penghadap) maka terpulang
kepada notaris yang bersangkutan apakah dalam pengambilan tersebut notaris
melegalisasi sidik jari tersebut atau tidak.
10.
Hal-hal
yang harus diperhatikan agar maksud diterapkannya ketentuaan menganai sidik
jari dapat dipenuhi
Jika
melihat latar belakang atau maksud
diadakannya ketentuan mengenai sidik jari di dalam UUJN seperti yang diuarikan
di atas maka untuk tercapainya maksud tersebut menurut penulis
sekurang-kurangnya harus ada 4 (empat)
hal yang harus dipastikan berkaitan dengan pelekatan sidik jari tersebut,
yatiu:
1)
Sidik jari tersebut benar beralas dari
jari penghadap yang bersangkutan;
2)
Sidik jari tersebut bersumber langsung
dari jari tangan penghadap, dalam arti tidak melalui prantara media lainnya;
3)
Sidik jari tersebut diambil berkaitan
dengan pembuatan akta tertentu (diambil pada setiap pembuatan akta yang dibuat
dalam bentuk minuta akta ), yang diambil pada lembaran tersendiri dengan memuat
uraian yang jelas judul akta, tanggal akta, nomor akta, nama penghadap dan bial diras perlu dikuatkan dengan
tandatangan dari penghadap;
4)
Sidik jari tersebut diambil pada hari dan tanggal yang sama dihadapan notaris
dan saksi-saksi pada saat berlangsungnya
proses pembuatan akta dan sebelum penandatanganan akta.
Keempat hal ini harus
dipenuhi agar penghadap tidak dapat menyangkal atau sekurang-kurangnya dapat
meminimlisir penyangkalan penghadap berkaitan kehadirannya dihadapan notaris
untuk pembuatan akta yang bersangkutan.
Nah siapa yang dapat
menerangkan bahwa keempat hal tersebut telah dipenuhi.Tentunya Notaris karena
kewajiban pelekatan tersebut berkaitan dengan pembuatan akta notaris.
Keterangan tersebut menurut penulis akan menjadi alat bukti yang kuat jika
diterangkan didalam minuta akta, khususnya pada bagian akhir akta.
Memang ada yang
berpendapat hal tersebut tidak perlu diterangkan pada minuta akta, ya semua
kita kembalikan kepada rekan-rekan Notaris.
11.
Pendapat
penulis berkaitan dengan ketentuan Pasal 16 ayat 1 c UUJN
Dari
semula penulis tidak setuju adanya ketentuan mengenai kewajiban notaris untuk
melekatkan sidik jari pada minuta akta karena ketentuan tersebut menurut
penulis telah mengurangi kepercayaan yang
diberikan oleh UU atau masyarakat kepada notaris sebagai pejabat yang berwenang
untuk membuat akta autentik. Akta autentik
yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris merupakan
alat bukti yang sempurna, apa yang diterangkan oleh notaris dalam akta yang
bersangkutan harus diterima sebagai hal yang benar, karena akta autentik mempunyai
kekuatan lahiriah, formal maupun materiel.
Adanya
kehadiran para penghadap dihadapan notaris yang diterangkan di dalam akta adalah
keterangan yang benar yang tidak perlu diperkuat dengan bukti lain, baik berupa
sidik jari, foto rekaman dll. Adanya ketentuan ;pasal 16 ayat 1 huruf c UUJN
tentunya mengurangi atau mendegredasi kepercayan yang diberikan oleh masyarakat
maupun UU kepada Notaris maupun produknya berupa akta autentik sebagai alat
bukti yang sempurna.
Namun
demikian karena hal tersebut sudah merupakan suatu rumusan di dalam UU maka
kita yang terikat sumpah jabatan harus tetap menjalaninya.
Demikian
tulisan ringkas ini mudah-mudahan dapat membawa manfaat bagi kita semua.
Salam
Alwesius,S.H.,M.Kn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar