KETENTUAN MENGENAI BATAS KEWAJARAN PEMBUATAN AKTA PERHARI BAGI NOTARIS,
BUKAN MERUPAKAN PEMBATASAN PEMBUATAN AKTA BAGI NOTARIS
Oleh : Alwesius, SH,
MKn
1.
Pendahuluan
Pada tanggal 28 Pebruari 2017, Dewan
Kehormatan Pusat yang merupakan salah satu alat perlengkapan Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I), mengeluarkan
Peraturan Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia Nomor 1 Tahun 2017
tentang Batas Jumlah Kewajaran Pembuatan Akta Perhari (Per.DKP No.1/2017).
Terbitnya peraturan tersebut membawa pendapat dan komentar dari anggota
Perkumpulan baik dalam bentuk tulisan maupun komentar-komentar yang bertebaran
di media sosial (facebook dan grup-grup WA) serta secara lisan dalam berbagai
perbincangan dan diskusi terbatas. Ada yang pro dan pula yang kontra atas
terbitnya peraturan tersebut.
Menurut penulis komentar-komentar
yang ada, baik yang pro maupun yang kontra tersebut sebagian besar diberikan
tanpa memahami makna atau tujuan dikeluarkannya peraturan tersebut dan terlihat
juga ada yang hanya bersifat sekedar memberi komentar tanpa membaca dan
memahami Per.DKP No.1/2017 tersebut.
Dengan adanya pendapat yang pro dan
kontra tersebut maka ada beberapa permasalahan yang perlu dibahas lebih lanjut
terkait dengan terbitnya Per.DKP No. 1/2017 tersebut, yaitu antara lain:
a.
Apakah
INI mempunyai kewenangan untuk menentukan batas kewajaran dalam pembuatan akta?
b.
Apakah
DKP berwenang membuat Peraturan DKP yang menentukan batas kewajaran pembuatan
akta?
c.
Apakah
Per.DKP No. 1 tahun 2017 tersebut membatasi kewenangan Notaris di dalam
pembuatan akta?
d.
Apakah
Per.DKP No. 1 Tahun 2017 tersebut bertentangan dengan UUJN?
e.
Apakah
pelanggaran terhadap Per. DKP No. 1/2017 tersebut merupakan pelanggaran
terhadap Kode Etik Notaris?
f.
Apakah
Notaris yang tidak mematuhi ketentuan Per.No. 1 tahun 2017 tersebut dapat
dikenakan sanksi menurut UUJN?
2.
Ikatan Notaris Indonesia (INI)
merupakan satu-satunya Organisasi Notaris
Pasal 82 ayat 1 Undang-undang Nomor
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 2 Tahaun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) menentukan “Notaris berhimpun dalam
satu wadah Organisasi Notaris.”
Selanjutnya Pasal 82 ayat 2 dan ayat 3 UUJN menentukan
secara tegas bahwa Wadah Organisasai Notaris tersebut adalah Ikatan Notaris
Indonesia dan Ikatan Notaris Indonesia adalah merupakan satu-satunya wadah bagi
Notaris yang bebas dan mandiri yang dibentuk
dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas Notaris.
3.
Batasan kewajaran Pembuatan Akta
Perhari merupakan Kode Etik Notaris yang disepakati oleh Kongres
Pasal 7 Anggaran Dasar Ikatan Notaris
Indonesia menentukan bahwa tujuan perkumpulan adalah tegaknya kebenaran dan keadilan serta
terpeliharanya keluhuran martabat jabatan Notaris sebagai pejabat umum yang
bermutu dalam rangka pengabdiannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan
Negara agar terwujudnya kepastian hukum dan terbinanya persatuan dan kesatuan
serta kesejahteraan anggotanya.
Pasal 13 ayat 1 Anggaran Dasar
Perkumpulan menentukan bahwa untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat
jabatan Notaris tersebut Perkumpulan mempunyai Kode Etik Notaris yang
ditetapkan oleh Kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh
setiap anggota Perkumpulan.
Keputusan kongres adalah merupakan
kesepakatan bersama para anggota perkumpulan yang sah. Apa yang telah
disepakati di dalam Kongres wajib dipatuhi oleh semua anggota perkumpulan.
Salah satu yang telah disepakati di
dalam Kongres Ikatan Notaris Indonesia adalah mengenai batas kewajaran
pembuatan akta. Hal ini tercantum di dalam Pasal 4 Kode Etik Notaris, yang
menentukan “ Notaris maupun orang lain (selama yang
bersangkutan menjalankan jabatan Notaris) dilarang : ... 16. Membuat akta melebihi batas kewajaran
yang batas jumlahnya ditentukan oleh Dewan Kehormatan;”
Dengan ditetapkannya ketentuan
tersebut maka sangat jelas bahwa batasan kewajaran pembuatan akta adalah
merupakan norma yang masuk dalam Kode Etik Notaris, yang wajib dipatuhi oleh
semua notaris atau semua orang yang menjalankan jabatan Notaris.
4.
Dewan Kehormatan mempunyai kewenangan
untuk membuat peraturan terkait penegakan kode etik notaris
Sebagaimana telah diuraikan diatas
terbitnya Per.DKP No. 1/2017 menimbulkan pro dan kontra di kalangan Notaris.
Pro dan kontra tersebut merupakan suatu yang wajar. Semua pendapat dapat
disampaikan untuk memperkaya wawasan kita di dalam berorganisasi. Pro dan
kontra membuat kita semakin dewasa di dalam memandang uatu permasalahan dan
dapat menyelesaikan permasalahan yang ada untuk memperoleh solusi yang terbaik
bagi semua anggota dan perkumpulan.
Yang pertanyaan adalah apakah Dewan
Kehormatanh Pusat berwenang membuat peraturan terkait dengan penegakan kode
etik notaris?
Pasal 12 ayat 1 anggaran dasar
perkumpulan menentukan bahwa Dewan Kehormatan mewakili Perkumpulan dalam hal
pembinaan, pengawasan dan pemberian sanksi dalam penegakan Kode Etik Notaris. Dalam rangka melakukan pembinaan,
pengawasan dan pemberian sanski tersebut, Dewan Kehormatan mempunyai tugas dan
kewenangan, antara lain untuk memeriksa
dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan Kode Etik Notaris
dann membuat peraturan dalam rangka penegakan Kode Etik Notaris bersama-sama
dengan Pengurus Pusat.
Jadi jelas bahwa pada prinsipnya
sesuai ketentuan anggaran dasar perkumpulan, Dewan Kehormatan mempunyai
kewenangan untuk membuat peraturan dalam rangka penegakan Kode Etik Notaris.
Pembuatan peraturan tersebut dilakukan bersama-sama oleh Dewan Kehormatan Pusat
dan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia.
5.
Kewenangan Dewan Kehormatan membuat Peraturan
Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 bersumber dari Keputusan Kongres
Diatas telah diuraikan bahwa sesuai
ketentuan Pasal 12 anggaran dasar Perkumpulan, Dewan Kehormatan Pusat berwenang
membuat pertauran terkait penegakan kode etik Notaris bersama-sama dengan
Pengurus Pusat.
Yang menjadi pertanyaan apakah
penerbitan Peraturan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Nomor 1 Tahun
2017 tentang Batas Kewajaran Pembuatan Akta Perhari yang diterbitkan oleh Dewan
Kehormatan Pusat tanpa melibatkan PP INI (tidak bersama-sama PP INI)
melanggaran anggaran dasar Perkumpulan?
Menurut penulis jalan yang diambil
oleh Dewan Kehormatan Pusat untuk menerbitkan peraturan mengenai batas
kewajaran dalam pembuatan akta sudah tepat dan tidak melanggar anggaran dasar
Perkumpulan, khususnya Pasal 12. Keweanangan yang dimiliki oleh Dewan Kehormatan Pusat tersebut bersumber
langusng dari Keputusan Kongres.
Sebagaimana telah diuraikan diatas
Pasal 4 Kode Etik Notaris, angka 16 menentukan
bahwa “ Notaris maupun orang lain
(selama yang bersangkutan menjalankan jabatan Notaris) dilarang : ... 16. Membuat akta melebihi batas kewajaran
...”. elanjutnya pada akhir kalimat Pasal 4 angka 16 tersebut ditentukan
bahwa “... batas jumlahnya ditentukan
oleh Dewan Kehormatan;”. Dengan adanya kalimat terakhir dari Pasal 4 angka
16 Kode Etik Notaris tersebut maka Kongres Ikatan Notaris Indonesia telah
memberikan kewenangan secara khusus kepada Dewan Kehormatan untuk menentukan
batas jumlah kewajaran pembuatan akta. Ketentuan tersebut menurt penulis
merupakan pengecualian dari ketentuan Pasal 12 anggaran dasar perkumpulan, yang
mengharuskan Dewan Kehormatan Pusat membauta peraturan bersama-sama dengan
Pengurus Pusat.
Sehubungan dengan apa yang diuraikan
diatas maka menurt pendapat penulis Peraturan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris
Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Batas Kewajaran Pembuatan Akta Perhari
yang diterbitkan oleh Dewan Kehormatan Pusat tanpa melibatkan PP INI (tidak
bersama-sama PP INI) tidak melanggar anggaran dasar Perkumpulan.
6.
Batasan kewajaran pembuatan akta
tidak membatasi Notaris di dalam pelaksanaan jabatannya dalam pembuatan akta dan
karenanya tidak melanggar UUJN
Terbitnya Per.DKP No. 1/2017
menimbulkan pertanyaan di kalangan Notaris yang menyatakan bahwa pearturan
tersebut membatasi notaris di dalam pembuatan akta. Pembatasan tersebut
melanggar UUJN karena UUJN tidak mengatur perihal pembatasan pembuatan akta, peraturan
tersebut bertentangan dengan anggaran dasar Perkumpulan, pertauran tersebut
bukan merupakan kode etik notaris. Dan ada yang menyatakan bahwa jika kita mau
menjadi Peraturan DKP berlaku sebagai kode etik notaris maka harus terlebih
dahulu melakukan perubahan anggaran dasar.
Pendapat-pendapat tersebut
menimbulkan kegelisahan di kalangan notaris, khususnya notaris yang biasa
melayani pembuatan akta Jaminan Fidusia dan akta-akta terkait dengan Kredit
Pemilikan rumah (KPR), yang biasa melayani pembuatan akta lebih dari 20 (dua
puluh) akta dalam satu kali pengikatan, bahkan ada sampai dengan 100 (seratus)
akta dalam satu kali pengikatan.
Kegelisahan tersebut sebenarnya tidak
perlu terjadi apabila kita memahami hakekat pelaksanaan tugas jabatan kita selaku
Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik yang mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna sesuai UUJN. peraturan perundang-undangan lainnya,
anggaran dasar Perkumpulan, Kode Etik Notaris, kepatutan dan kepantasan serta
tatacara pembuatan akta notaris.
Yang harus kita pahami bersama adalah
bahwa Peraturan Dewan Kehormatan Ikatan
Notaris Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Batas Kewajaran Pembuatan Akta
Perhari, TIDAK MEMBATASI NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA, TIDAK SEDIKITPUN
MENGURANGI HAK DAN KEWENANGAN NOTARIS DI DALAM MENJALANKAN JABATANNYA SELAKU
PEJABAT UMUM, KHUSUSNYA MEMBUAT AKTA, tidak, tidak ada yang dibatasi haknya,
tidak, tidak ada yang dikurangi haknya. Ini yang terlebih dahulu harus dipahami
oleh kita semua. Tidak perlu kita gelisah, galau bahkan marah dan benci, sehingga
mengambil sikap yang “aneh-aneh”.
Mari kita lihat isi ketentuan
Peraturan tersebut. Pasal 2 ayat 1 menentukan “Batas Kewajaran dalam pembuatan akta oleh Notaris sebagai anggota
Perkumpulan adalah 2O (dua puluh) akta perhari.” Dengan ditetapkannya
ketentuan ayat 1 ini maka DKP memandang bahwa sebagai seorang manusia, maka
berdasarkan kodrat manusia, didalam menjalankan jabatannya khususnya didalam
melayani pembuatan akta mulai dari adanya permintaan bantuan dari masyarakat,
mempelajari dokumen yang disampaikan, menyusun pembuatan akta, membacakan akta,
memberikan penjelasan kepada para penghadap terkait dengan isi akta tersebut
dan menandatangani akta serta, singkatnya membuat akta sesuai dengan ketentuan
UUJN, pertauran perundang-undangan lainnya, Kode Etik Notaris, kepatutan dan
kepantasan serta tatacara pembuatan akta notaris, ditambah dengan beban notaris
didalam menjalankan jabatan selaku PPAT, maka ditetapkan bahwa batas kewajaran
dalam pembuatan akta adalah 20 (dua puluh) akta perhari, yang sebelumnya ada
wacana untuk menetapkan sebesar 15 (lima belas) akta perhari.
Pertanyaan selanjutnya adalah apabila
pembatasan tersebut bukan merupakan pembatasan jumlah pembuatann akta, apakah
Notaris boleh membuat lebih dari 20 (dua puluh) akta.
Berkaitan dengan pertanyaan tersebut mari kita
lihat ketentuan Pasal 2 ayat 2, yang menentukan:
“Apabila Notaris akan membuat
akta melebihi 20 (dua puluh) akta perhari dalam satu rangkaian perbuatan hukum
yang memerlukan akta yang saling berkaitan, dan/atau akta-akta lainnya,
sepanjang dapat dipertanggungjawabkan yang dilakukan sesuai dengan
Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN), tatacara pembuatan akta notaris, Kode
Etik Notaris (KEN), kepatutan dan kepantasan serta peraturan perundang-
undangan lainnya. “
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat 2, ternyata sangat jelas
bahwa Notaris tetap boleh membuat akta melebihi 20 (dua puluh) akta perhari,
apabila:
a.
akta-akta
yang dibuat tersebut merupakan satu rangkaian perbuatan hukum yang memerlukan
akta yang saling berkaitan; dan/ atau
b.
akta-akta
lainnya;
- sepanjang dapat dipertanggungjawabkan yang dilakukan sesuai
dengan :
a.
Undang-undang
Jabatan Notaris (UUJN);
b.
tatacara
pembuatan akta notaris;
c.
Kode
Etik Notaris (KEN);
d.
kepatutan
dan kepantasan; serta
e.
peraturan
perundang- undangan lainnya. “
Jadi sudah sangat jelas bahwa Notaris dapat membuat akta
berapapun jumlahnya, tanpa ada pembatasan jumlah, sepanjang pembuatan akta
tersebut memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 Peraturan
Per.DKP No. 1/2017 tersebut. Notaris boleh membuat akta kurang dari 20 (dua
puluh) akta perhari atau membuat lebih dari 20 (dua puluh) akta perhari,
notaris dapat membuat 15 (lima belas) akta perhari dan dapat membuat 50 (lima
puluh) akta perhari.
Pertanyaan selanjutnya, apa akibatnya
jika ada Notaris yang membuat akta lebih
dari 20 (dua puluh) akta perhari?
Sehubungan dengan pertanyaan ini,
mari kita lihat ketentuan Pasal 2 ayat 3, yang menentukan:
“Anggota Perkumpulan yang melanggar ketentuan yang tersebut dalam ayat
(1) dan (2) pasal ini merupakan objek
permeriksaan Dewan Kehormatan Notaris (Dewan Kehorrnatan Daerah (DKD),
Dewan Kehormatan Wilayah (DKW), Dewan Kehormatan Pusat (DKP) yang dilakukan secara
berjenjang.”
Rekan Dr. Pieter Latumeten, SH, MH, SpN, dalam ceramahnya di
dalam seminar yang diadakan oleh Pengda Bekasi Ikatan Notaris Indonesia, pada
tanggal 24 Mei 2017, menyatakan bahwan Peraturan Dewan Kehormatan Ikatan
Notaris Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Batas Kewajaran Pembuatan Akta
Perhari, bukan bertujuan untuk membatasi pembuatan akta, akan tetapi untuk
membatasi perilaku Notaris di dalam pelaksanaan jabatannya, agar diperoleh
notaris-notaris yang menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan tetap menjaga harkat martabat jabatan notaris.
Sejalan dengan pernyataan rekan Piter
Latumenten tersebut dan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat 3 tersebut, maka
apabila terdapat Notaris yang membuat akta melebihi 20 (dua puluh) akta
perhari, maka belum tentu terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris,
adanya ketentuan pembatasan kewajaran pembuatan akta menjadi dasar bagi Dewan
Kehormatan Notaris untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka penegakan kode etik
Notaris terhadap Notaris yang bersangkutan, karena dengan adanya pembuatan akta
melebihi batas kewajaran yang ditetapkan dalam satu hari maka Notaris yang
bersangkutan menjadi “Objek Pemeriksaan Dewan Kehormatan Notaris”.
Apabila dari hasil pemeriksaaan Dewan
Kehormatan Notaris ternyata pembuatan akta-akta yang bersangkutan telah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku maka sudah seharusnya Dewan Kehormatan Notaris
menyatakan bahwa Notaris yang bersangkutan dinyatakan tidak bersalah, dan
bilamana perlu apa yang dilakukan oleh Notaris tersebut dapat dijadikan contoh
bagi rekan-rekan lainnya, dalam arti contoh yang positif dalan menjalankan
jabatan khusunya pembuatan akta yang melebihi batas kewajaran yang ditetapkan,
akan tetapi dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Dan disamping itu sudah
seharusnya segala hak yang seharusnya menjadi haknya dapat diberikan
sebagaimana mestinya, misalnya hak untuk memperoleh rekomendasi untuk pindah
jabatan.
Namun demnikian apabila ternyata dari
hasil pemeriksaan memang terdapat pelanggaran maka tentunya Dewan Kehormatan
Notaris harus dapat memberikan sanksi kepada Notaris yang bersangkutan. Dalam
pemberian sanksi seperti yang juga disampaikan oleh Rekan Pieter latumenten,
sansksi tersebut bukanlah bersifat menghukum, akan tetapi bersifat mendidik dan
merupakan pembinaan bagi Notaris yang
bersaangkutan.
Berdasarkan uraian diatas jelaslah
bahwa ketentuan pembatasan yang tercantum didalam Per.DKP No. 1/2017 bukanlah
pembatasan pembuatan akta, oleh karena itu tidak bertentangan dengan UUJN,
melainkan merupakan pembatasan perilaku Notaris di dalam pembuatan akta, agar
Dewan Kehormatan Notaris dapat melakukan pemanggilan dan pemeriksaan bagi
Notaris yang bersangkutan karena adanya dugaan pelanggaran kode etik Notaris
akibat telah melakukan pembuatan akta yang melebihi batasan kewajaran pembuatan
akta perhari.
7.
Pelanggaran terhadap pembatasan kewajaran
pembuatan akta yang diatur dalam Per.DKP No. 1/20017 merupakan pelanggaran kode
etik notaris
Dalam uraian terdahulu telah
diuraikan bahwa ketentuan mengenai pembatasan keqwajaran pembuatan akta perhari
oleh Notaris yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat merupakan pelaksanaan
dari keputusan kongres yang dituangkan didalam Pasal 4 angka 16 Kode Etik
Notaris.
Oleh karena pembatasan pembuatan akta
ditetapkan didalam Kode Etik Notaris maka jelaslah bahwa pelangaran terhadap
ketentuan yang ditaur didalam peraturan DKP tersebut juga merupakan pelanggaran
terhadap kode etik notaris.
8.
Pelanggaran terhadap ketentuan
pembatasan kewajaran pembuatan akta perhari dapat dikenakan sanksi sesuai
ketentuan UUJN
Notaris didalam menjalankan
jabatannya terikat atas sumpah jabatan Notaris sebagaimana ditentukan di dalam
Pasal 4 UUJN. Didalam sumpah jabatan Notaris, Notaris menyatakan bahwa Notaris akan menjalankan jabatan dengan amanah, jujur,
saksama, mandiri, dan tidak berpihak serta akan menjalankan kewajibannya sesuai
dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai
Notaris. Dengan demikian apabila seorang Notaris melakukan pelanggaran terhadap
kode etik notaris maka ia telah melakukan pelanggaran terhadap sumpah
jabatannya dan karenanya melanggar ketentuan UUJN.
Sesuai ketentuan Pasal 9 ayat 1 UUJN,
pelanggaran terhadap kode etik Notaris dapat dikenakan sanksi berupa
pemberhentian sementara dari jabatannya. Oleh karena pelanggaran terhadap
ketentuan batasan kewajaran pembuatan akta merupakan pelanggaran terhadap
larangan yang diatur dalam Kode Etik Notaris maka atas pelanggaran tersebut
juga dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan UUJN sebagaimana ditetapkan di
dalam Pasal 9 ayat 1 UUJN.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan
Pasal 70, 73 dan Pasal 77 UUJN, Majelis Pengawas dapat melakukan pemeriksaan
atas dugaan pelanggaran kode etik notaris, dan apabila terbukti maka atas
pelnggran tersebut dapat dikenakan sanski berupa:
a.
peringatan
lisan;
b.
pringatan
tertulis;
c.
pemberhentian
sementara 3 (tiag) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan; atau
d.
usulan
pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri.
Sekian. Tks. Semoga bermanfaat
Salam
Alwesius, SH, MKn