Selasa, 30 Januari 2024

Catatan ringkas terkait hak Perseroan untuk membeli kembali saham yang telah ditempatkan

Oleh : Alwesius. S.H., M.Kn[1]

 

1.           Pembelian kembali saham oloeh Perseroan

Pembelian kembali saham oleh Perseroan atau dikenal juga dengan Buy Back Saham kadalah merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk membeli Kembali saham yang telah dikeluarkan atau ditempatkan oleh Perseroan. Pembelian tersebut dilakukan atas saham-saham yang telah menjadi hak milik atau telah dimiliki oleh pemegang saham.

Pembelian kembali saham Perseroan tersebut mengakibatkan jumlah saham yang telah ditempatkan dan disetor  oleh Perseroan menjadi berkurang. Hal tersebut tentunya mengakibatkan berkiurangnya jumlah saham yang dimiliki oleh para pemegang saham atau jumlahj saham yang beredar di masyarakat.

2.           Persyaratan dalam pembelian lembali saham oleh Perseroan

 

a.           Tidak boleh menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal ytang ditempatrkan ditambah cadang wajib yang telah disisihkan

Pasal 37 ayat (1) huruf a UUPT menentukan:

 Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan, dengan ketentuan:

a.              pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan .[2]

 

Jadi dalam hal terjadi pembelian Kembali saham yang telah ditempatkan atau telah menkjadi milik pemegang saham pembelian Kembali tersebut tidak boleh mengakibatkan pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan.[3]

Yang dimaksud dengan “kekayaan bersih” Perseroan adalah seluruh harta kekayaan Perseroan dikurangi seluruh kewajiban Perseroan sesuai dengan laporan keuangan terbaru yang disahkan oleh RUPS dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir. Sedangkan cadangan wajib adalah cadangan yang wajib disisihkan dalam jumlah tertentu dari laba bersih yang diperoleh Perseroan dalam setiap tahun buku.

  Kewajiban penyisihan untuk Cadangan wajib tersebut  berlaku apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif. Penyisihan laba bersih dilakukan sampai cadangan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor. Cadangan wajib yang belum mencapai jumlah tersebut hanya boleh dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain. Ketentuan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor dinilai sebagai jumlah yang layak untuk cadangan wajib.

Yang dimaksud dengan “laba bersih” adalah keuntungan tahun berjalan setelah dikurangi pajak. Yang dimaksud dengan “saldo laba yang positif” adalah laba bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan yang telah menutup akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya.

Cadangan wajib tidak harus selalu berbentuk uang tunai, tetapi dapat berbentuk aset lainnya yang mudah dicairkan dan tidak dapat dibagikan sebagai dividen. Sedangkan yang dimaksud dengan “cadangan lainnya” adalah cadangan di luar cadangan wajib yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan Perseroan, misalnya untuk perluasan usaha, untuk pembagian dividen, untuk tujuan sosial, dan lain sebagainya.

 

 

b.           Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan Gadai saham atau Jaminan Fiducia atas saham yang dipegang Perseroan

 

Pasal 37 ayat (1) huruf b UUPT menentukan:

 

Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan, dengan ketentuan:

b.      Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan Gadai saham atau Jaminan Fiducia atas saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10 % (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.[4]

 

Ketentuan tersebut berarti dalam hal Perseroan membeli kembali saham Perseroan maka jumlah nilai nominal seluruh saham yang dipegang sendiri oleh Perseroan dan/atau dipegang Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10 % (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan. Penyimpangan dari larangan tersebut hanya dapat dibenarkan apabila diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dalam bentuk jaminman Gadai dan/atau Jaminan Fidusia.

 

Pembelian kembali saham yang bertentangan dengan ketentuan tersebut, batal karena hukum.  Direksi secara tanggung renteng bertanggungjawab atas kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum tersebut.[5]      

 

3.           Jangka waktu penguasaan saham yang dibeli Kembali oleh Perseroan

Saham yang dibeli kembali oleh Perseroan tersebut, hanya boleh dikuasai Perseroan paling lama 3 (tiga) tahun. Ketentuan jangka waktu 3 (tiga) tahun tersebut dimaksudkan agar Perseroan dapat menentukan apakah saham tersebut akan dijual atau ditarik kembali dengan cara pengurangan modal. [6]

 

4.           Pembelian Kembali saham atau pengalihannya lebih lanjut harus berdasarkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham

 

Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud diatas atau pengalihannya lebih lanjut hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Keputusan RUPS yang memuat persetujuan pembelian kembali atau pengalihannya lebih lanjut sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan persetujuan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam UUPT dan/atau anggaran dasar Perseroan.

RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS untuk menyetujui kewenangan untuk membeli kembali saham Perseroan atau pengalihannya lebih lanjut tersebut untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.  Penyerahan kewenangan tersebut setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.

Penyerahan kewenangan RUPS kepada Dewan Komisaris tersebut sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS. Pelaksanaan keputusan RUPS tersebut adalah penentuan tentang saat, cara pembelian kembali saham, jumlah saham yang akan dibeli tetapi tidak termasuk hal-hal yang menjadi tugas Direksi dalam pembelian kembali saham, seperti melakukan pembayaran, menyimpan surat saham, dan mencatat dalam DPS. [7]

 

 

Sekian.

Salam hormat

 

Alwesius, S.H., M.Kn

 



[1] Dosen pada Program Magister Kenotariatan FHUI dan UNS Surakarta

[2]Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN RI No. 106 Tahun 2007, TLN RI No. 4756, sebagaimana telah diubah dengan Pasal 109 Undang-Undang Cipta Kerja, UU No. 11 Tahun 2020,   LN RI Tahun 2020 No. 245, TLN RI No. 6573,  Pasal 37 ayat (1) dan penjelasannya

[3] Ibid., Pasal 70

[4] Ibid., Pasal 37 ayat (1) dan penjelasannya

[5] Ibid., Pasal 37 ayat (2) dan ayat (3)

[6] Ibid., Pasal 37 ayat (4) dan penjelasannya

[7] Ibid., Pasal 38, Pasal 39 dan Penjelasannya 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar