1.
Pendahuluan
Di dalam praktek masih sering terjadi
perbedaan pendapat di antara Kreditur/Bank dan Debitur , termasuk di kalangan Notaris/PPAT
perihal perlu atau tidaknya persetujuan tertulis dari pemegang Hak
Pengelolaan (HPL) terhadap pembebanan hak tanggungan atas tanah HGB atau Hak
Pakai yang berada di atas tanah HPL.
Perbedaan pendapat tersebut terjadi
karena peraturan perundang-undangan tidak menyebutkan secara tegas perihal
tersebut.Peraturan perundang-undangan hanya mengatur mengenai kewajiban
pemegang HGB atau Hak Pakai untuk memperoleh persetujuan dari pemegang HPL jika
hendak mengalihkan tanahnya kepada pihak lain, sebagaimana ditentukan dalam
pasal 34 ayat 7 dan pasal 54 ayat 9 PP no. 40 tahun 1996.
Karena tidak adanya peraturan
perundang-undangan yang menentukan bahwa untuk pembebanan HT harus memperoleh
persetujuan dari pemegang HPL maka hal tersebut sering tidak disyaratkan atau
bahkan jika disyaratkan oleh Bank sering
terjadi Debitur menolak untuk memenuhi hal tersebut dengan berbagai alasan, hal
mana kadangkala mengakibatkan batalnya pemberian kredit yang bersangkutan, akan
tetapi sering juga Bank akhirnya tidak mensyaratkan hal tersebut.
Sehubungan dengan permasalahan
tersebut penulis mencoba untuk membuat tulisan ini berkaitan dengan
permasalahan, apakah diperlukan persetujuan pemegang HPL untuk memebebankan HT atas
tanah HGB atau Hak Pakai di atas tanah HPL?
2.
Tanah Hak Pengelolaan
Hak Pengelolaan adalah hak menguasai
dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang
hak pengelolaan yang bersangkutan. Subyek HPL adalah instansi pemerintah atau
badan-badan usaha milik Pemerintah, baik Pemerintah Pusat (BUMN) maupun
Pemerintah Daerah (BUMD). Menurut Profesor Budi Harsono, HPL tidak termasuk ke
dalam hak-hak pengusaaan atas tanah (HPAN), tetapi meruapakan “gempilan” dari
hak mengusai negara.Walaupun HPL tidak termasuk ke dalam pengelompokan HPAN,
namun ada juga yang mengangapnya termasuk ke dalam kelompok hak atas tanah.
Proses pemberian HPL adalah sama
dengan proses pemberian hak-hak atas tanah (Hak Milik, HGU, HGB atau Hak Pakai),
yaitu didahului dengan permohonan HPL, penerbitan Surat Keputusan Pemberian Hak
(SKPH) dan selanjutnya setelah semua syarat dipenuhi dilakukan pendaftaran pada
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan dilanjutkan dengan penerbitan
sertipikat HPL sebagai surat tanda bukti hak yang bersangkutan.
Sebagai suatu hak yang bertujuan
untuk memberikan tanah bagi kepentingan pihak lain maka selanjutnya
bagian-bagian dari tanah HPL tersebut akan diserahkan kepada pihak lain/pihak
ketiga sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang diatur di dalam
Surat Perjanian Penyerahan Penggunaan Tanah (SP3T) yang ditandatangani oleh
pemegang HPL dengan pihak ketiga yang membutuhkan tanah tersebut.SP3T tersebut
ditandatangani sebelum dilakukannya permohonan HGB/Hak Pakai diatas tanah HPL
yang bersangkutan. Setelah ditandatanganinya SP3T tersebut selanjutnya permohonan
HGB dilakukan atas nama pihak ketiga yang membutuhkan tanah tersebut melalui
pemegang HPL.Proses permohonan hak tersebut sama seperti permohonan hak atas
tanah pada umumnya yang berada di atas Tanah Negara, yang diatur di dalam
Peraturam MNA/Ka.BPN no. 9 tahun 1999.
Salah satu dokumen yang terpenting
yang harus diperhatikan berkaitan dengan pengalihan atau pemberian jaminan atas
Tanah HGB atau Hak Pakai yang berada di atas tanah
HPL adalah SP3T. Semua ketentuan yang terdapat di dalam SP3T tersebut harus
dipatuhi oleh pemegang HPL, pemegang HGB/Hak Pakai yang betsangkutan, pihak
bank maupun Notaris/PPAT di dalam melakukan perbuatan hukum atas tanah HGB atau
Hak Pakai tersebut, baik perbuatan hukum peralihan hak atau pembeban hak.
3.
Pemindahan HGB atau Hak Pakai di atas
Tanah Hak Pengelolaan
Pemindahan HGB atau Hak Pakai atas
tanah di atas HPL pada prinsipnya tidak berbeda dengan pemindahann HGB atau Hak
Pakai pada umumnya yang berada langsung di atas Tanah Negara. Yang berbeda
adalah adanya syarat bahwa untuk melakukan pemindahan hak atas tanah HGB atau
Hak Pakai di atas tanah HPL harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan
tertulis dari pemegang HPL dan syarat-syarat lain yang ditentukan secara khusus
di dalam SP3T (jika ditentukan).
Persetujuan tertulis tersebut
diperlukan untuk semua perbuatan hukum yang mengakibatkan terjadinya peralihan
hak atas tanah HGB/Hak Pakai tersebut, seperti jual beli, tukar menukar, hibahm
pemasukan ke adalam perusahaan maupun penjualan di muka umum (lelang).
Dalam hal tidak ada atau belum
diperolehnya persetujuan tertulis tersebut maka PPAT di larang untuk membuat
akta jual beli yang bersangkutan.
Berkaitan dengan persetujuan
tertulis tersebut, yang harus diperhatikan adalah siapa pejabat yang berwenang untuk memberikan atau menandatangani surat
persetujuan tersebut. Jika pemegang HPL tersebut berbentu perseroan terbatas (PT
Persero) memang kita mudah untuk menetukan siapa pejabat yang berwenang untuk
memberikan persetujuan tertulis tersebut dengan melihat anggaran dasar badan hukum
yang bersangkutan.Akan tetapi disamping ketentuan anggaran dasar PT yang
bersangkutan, kita juga harus memperhatikan ketentuan yang terdapat di dalam
SP3T yang bersangkutan. Di dalam SP3T biasanya ditentukan pejabat mana yang
berwenang untuk memberikan persetujuan tertulis tersebut.
4.
Pembebanan Hak Tanggungan atas tanah
HGB dan Hak Pakai di atas Tanah Hak Pengelolaan
HGB atau Hak Pakai di atas tanah HPL
juga meruapakan objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 4 jo
27 UU No. 4 tahun 1996 (UU Hak Tanggungan).
Proses atau prosedur pembebanan HT
atas tanah tanah HGB atau Hak Pakai yang berada di atas tanah HPL pada
prinsipnya tidak berbeda dengan proses pembenana HT atas tanah-tanah hak
lainnya.Namun oleh karena untuk pengalihan HT diharuskan adanya persetujuan
tertulis dari pemegang HPL maka yang menjadi pertanyaan adalah apakah
persetujuan tertulis tersebut harus ada
untuk dilakukannyan pembebanan HT tersebut, jika harus ada, apakah persetujuan
tertulis tersebut harus sudah ada sebelum dilaksanakannya pembebanan HT ?
Menurut penulis walaupun adanya
persetujuan tertulis tersebut diperlukan pada saat akan dilaksanakannya
eksekusi HT yang bersangkutan jika Debitur wanprestasi dan Bank hendak
melaksanakan hak atau hak-hak istimewanya, namun sebaiknya persyaratan mengenai
adanya persetujuan tertulis dari
pemegang HPL tersebut harus telah dipenuhi oleh pemilik HGB/Hak Pakai yang
bersangkutan sebelum dilakukannya pembebanan HT. Adanya persetujuan tertulis sebelum
dilakukannya pembebanan HT lebih
memberikan jaminan kepastian hukum kepada bank sebagai pemegang HT dan tanah
tersewbut telah memenuhi syarat sebgai jaminan utang. Dengan adanya persetujuan
tertulis tersebut berarti telah dipenuhinya salah syarat tanah sebagai jaminan
utang yaitu tanah yang bersangkutan dapat dipindahtangankan.
Apa yang penulis kemukakan tersebut
sejalan dengan surat Edaran MNA/Ka.BPN No.630.1-3430 tanggal 17 September 1998,
sebagaimana dimuat dalam buku Profesor Arie Sukanti Hutagalung, S.H., M.LI. dan
DR. Oloan Sitorus, S.H., M.S.,Seputar Hak Pengelolaan,STPN Press Yogjakarta,
2011.yang pada intinya menyetakan: ”karena eksekusi HT mengakibatkan HGB atau
Hak Pakai tersebut beralih kepada pihak lain
maka untuk pembebanan HT tersebut diperlukan adanya persetujuan tertulis dari
pemegang HPL yang akan berlaku sebagai persetujuan pengalihan hak tersebut
sebagai akibat eksekusi HT”.
5.
Kesimpulan
Untuk pembebanan HT atas tanah HGB
atau hak Pakai yang berada di atas tanah HPL harus terlebih dahulu memperoleh
persetujuan tertulis dari pemegang HPL karena salah satu syarat tanah sebagai
jaminan utang adalah tanah tersebut harus dapat dipindahtangankan, sehingga
dengan adanya persetujuan tersebut tanahnya telah memenuhi syarat untuk
dijadikan jaminan utang dengan dibebani HT.Disamping itu pula karena eksekusi
HT mengakibatkan HGB atau Hak Pakai tersebut beralih kepada pihak lain maka untuk pembebanan
HT tersebut diperlukan adanya persetujuan tertulis dari pemegang HPL yang akan
berlaku sebagai persetujuan pengalihan hak tersebut sebagai akibat eksekusi HT.
Sekian
Semoga bermanfaat bagi kita senua.
Salam
Alwesius,SH,MKn.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar