1.
Pendahuluan
Terhadap perkawinan yang dilangsungkan setelah
berlakunya UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) berlakulah
ketentuan UU Perkawinan bagi suami isteri tersebut. Prinsip harta benda perkawinan
menurut UU Perkawinan adalah harta terpisah artinya harta yang dibawa oleh
masing-masing suami atau isteri ke dalam perkawinan tetap menjadi hak milik
suami atau isteri yang membawanya dan tetap berada dibawa kekuasaan dan
pengurusan pemiliknya tersebut. Harta tersebut disebut “Harta Bawaan”. Harta yang
diperoleh suami atau isteri sepanjang
perkawinanm kecuali karena warisan atau hadiah merupakan harta bersama atau
harta gono gini suami isteri tersebut.
Prinsip tersebut berbeda dengan prinsip harta
benda perkawinan menurut KUHPerdata. Di dalam KUHPerdata pada prinsipnya
terdapat harta campur bulat atau percampuran harta sepenuhnyan artinya segala harta
yang dibawa masing-masing suami atau isteri ke dalam perkawinan atau
diperoleh suami dan/atau isteri sepanjuang perkawinan termasuk yang diperoleh
dari warisan maupun hadiah atau hibah masuk dalam harta campur suami isteri
tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 119 KUHPerdata.
Pengecualian atas prinsip harta benda
perkawinan dalam UU Perkawinan maupun dalam KUHPerdata dapat dilakukan dengan
membuat Perjanjian Perkawinan.
Atas harta yang masuk dalam harta gono gini tersebut
hanya dapat dilakukan pembagian diantara suami isteri tersebut apabila perkawinan
mereka telah berakhir karena perceraian, kecuali dalam hal-hal yang diatur
dalam Pasal 186 sampai dengan Pasal 198 KUHperdata.
Demikian juga untuk melakukan jual beli
diantara suami isteri, karena adanya larangan jual beli di antara suami isteri
maka jual beli diantara suami isteri hanya dapat dilakukan jika perkawinan
mereka telah berakhir karena perceraian (jadi mereka tidak lagi sebagai suami
isteri tetapi mantan suami dan mantan isteri).
Didalam pembagian harta gono gini yang berupa tanah, di dalam praktek selalu timbul
permasalahan di dalam perhitungan BPHTB dalam hal harta gono gini tersebut
dibagikan kepada salah satu pihak. Permasalahan tersebut berkaitan dengan
berapa besar BPHTB yang harus dibayar?
2.
Harta gono gini/harta bersama berupa
tanah dan Pendaftarannya
Sebagaimana telah diuarikan di atas bahwa harta
yang diperoleh oleh suami atau isteri sepanjang perkawinan mereka, kecuali yang
berasal dari warisan atau hadiah merupakan harta gono gini suami isteri yang
bersangkutan. Berkaitan dengan hal tersebut maka jika suami isteri memperoleh
tanah sepanjang perkawinan, kecuali yang berasal dari warisan atau hadiah maka
tanah tersebut adalah merupakan harta gono gini suami isteri yang bersangkutan.
Jadi secara yuridis formil yang perlu diperhatikan disini adalah saat perolehan
harta tersebut dan sebab perolehannya. Sebagai Notaris/PPAT itulah yang harus kita perhatikan jika suami
isteri tersebut melangsungkan perkawinan menurut UU Perkawinan dan tanpa
membuat perjanjian perkawinan.
Dana yang digunakan untuk memperoleh tanah
tersebut bukan menjadi pusat perhatian kita sebagai Notaris/PPAT. Jika suami
atau isteri tersebut menyatakan tanah tersebut merupakan milik pribadinya
walaupun dibeli sepanjang perkawinannya akan tetapi dengan menggunakan uang
pribadi yang berasal dari warisan atau yang berasal dari penjualan harta bawaan
atau hartanya yang berasal dari warisan (“penanaman
kembali”) maka hal tersebut hanya dapat kita benarkan apabila terdapat
putusan hakim yang menegaskan hal tersebut.
Tanah yang merupakan harta gono gini tersebut dapat
terdaftar atau memiliki sertipikat atas nama salah satu pihak diantara suami
isteri tersebut atau terdaftar atau memiliki sertipikat atas nama berdua.Hal
tersebut tergantung pada siapa yang bertindak sebagai pembeli pada saat
menandatangani akta jual belinya. Jika dalam jual beli yang bertindak sebagai
pembeli adalah suami maka tanah tersebut akan terdaftar atas nama suami
(sertipikat tanah tersebut akan tertulis atas nama suami saja), Jika dalam jual beli yang bertindak sebagai
pembeli adalah siteri maka tanah tersebut akan terdaftar atas nama isteri (sertipikat tanah tersebut akan tertulis atas
nama isteri saja), Jika dalam jual beli yang bertindak sebagai
pembeli adalah suami dan isteri bersama-sama maka tanah tersebut akan terdaftar
atas nama suami dan isteri (sertipikat tanah tersebut akan tertulis atas nama
suami dann isteri),
3.
Pembagian harta gono gini karena berakhirnya
perkawinan karena perceraian
Pasal 37 UU Perkawinan menentukan”Bila perkawinan
putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.”
Sehubungan dengan ketentuan tersebut maka jelas berdasarkan ketentuan KUHPerdata
(pasal 128) maupun berdasarkan ketentuan Kompilasi Hukum Islam (Pasal 197) harta
gono gini tersebut dibagi dua diantara mantan suami isteri tersebut
masing-masing untuk ½ (setengah) bagian yang sama besarnya.
Di dalam pelaksanaan pembagiannya tanah atau
tanah-tanah yang masuk dalam harta bersama tersebut dapat dibagi kepada salah
seorang diantara mereka, dapat pula tanah tersebut secara fisik dibagi dua
(dilakukan pemecahan sertipikat terlebih dahulu baru kemudian dilakukan pembagian).
Ada pula yang melakukan pembagian dengan cara tanah tersebut dijual dan
kemudian hasil penjualannya dibagi dua diantara mereka.\
Pembagian atas tanah tersebut biasanya
dilakukan dengan cara tanah yang sertipikatnya terdaftar atas nama mantan suami dibagikan kepada
mantan suami, sedangkan tanah yang sertipikatnya terdaftar atas nama mantan isteri dibagikan kepada
mantan isteri. Namun ada juga yang membagikan tanah yang sertipikatnya
terdaftar atas nama suami tapi dibagikan kepada isteri atau sebaliknya. Pembagian
tersebut dilakukan dengan membuat Akta Pembagian Hak Bersama yang dibuat
dihadapan PPAT, yang biasanya didahuli dengan pembuatan akta Pemisahan dan
Pembagian Harta Perkawinan dihadapan Notaris atau dibuat dibawah tangan dan kemudian
dilegalisasi oleh Notaris.
Untuk tanah
yang sertipikatnya terdaftar atas nama berdua
dibagi berdasarkan kesepakatan mereka, ada yang dijual dan hasilnya dibagi dan
ada juga dilakukan pembagian dalam bentuk lain.
Dengan dilakukan pembagian harta gono gini
tersebut maka mantan suami atau mantan isteri yang dalam pembagian tersebut memperoleh
tanah tersebut, memperoleh hak bagian yang berasal dari mantan isteri atau
mantan suaminya artinya ia yang telah memiliki hak bagian sebesar ½ (setengah)
bagian yang tak terpisahkan atas tanah tersebut, dengan memperoleh tanah
tersebut dari pembagian tersebut, memperoleh tambahan sebesar ½ (setengah)
bagian yang tak terpisahkan dari mantan suami atau mantan isterinya, tanpa
melihat atas nama siapa sertipikat tersebut terdaftar.
4.
Pembayaran BPHTB di dalam
pembagian harta gono gini yang terdaftar
atas nama suami atau isteri
Apabila tanah terdaftar atas nama suami dan
isteri maka tidak terdapat permasalahan dalam pembagian harta gono gini beruapa
tanah tersebut. Pembagian tersebut dapat langusng dilakukan dengan membuat akta
pembagian hak bersama (APHB) dihadapa PPAT setelah sebelumnya dilakukna
pembayaran terhadap BPHTB sebesar ½ (setengah) bagian dari BPHTB yang dikenakan
terhadap peroelhan seluruhan tanh yang bersangkutan.
Permasalahan timbul jika kita hendak diulakukan
pembagian harta gono gini yang hanya terdaftra atas nama salah satu
pihak.Permasalahan tersebut menyangkut masalah pembayaran BPHTB, baik berupa ada atau tidak ada kewajiban membayar
BPHTB maupun menyangkut perhitungan besar pembayarannya yang wajib dilakukan.?
Menyangkut perhitungan pembayaran terjadi dalam
hal sertipikat tanah tersebut terdaftar atas nama mantan suami atau mantan
isteri saja. Misalnya tanah gono gini tersebut terdaftar atas nama mantan suami
kemudian tanah tersebut dibagikan kepada
mantan isteri atau sebaliknya tanah
terdaftar atas nama mantan isteri kemudian dibagikan kepada mantan suami,
berapa BPHTB yang harus dibayar?
Karena tanah tersebut menrupakan tanah gono
gini maka masing-masing mantan isteri maupun mantan suami yang memperoleh tanah
dalam pembagian tersebut, sebagaimana telah diuraikan di atas memperoleh
tambahan hak sebesar ½ (setengah) bagian yang tak terpisahkan. Karena yang
diperoleh hanya sebesar ½ (setengah) bagian maka BPHTB yang harus dibayar
adalah sebesar ½ (setengah) bagian dari BPHTB yang dikenakan terhadap
keseluruhan bidang tanah.
Masalah ada atau tidak adanya pembayaran BPHTB
menjadi pertanyaan dalam hal terjadinya pembagian tanah yang terdaftar nama suami
dibagikan kepada suami dan atas tanah yang
terdaftar atas nama isteri dibagikann kepada isteri, apakah dalam hal tersebut
harus dilakukan pembayaran BPHTB?
Sehubungan dengan hal tersebut mari kita lihat bersama-sama
ketentuan-ketentuan dalam UU PDRD yang berkaitan dengan hal tersebut sbb
:
i) Pasal 85 ayat (1) yang menentukan bahwa
“Objek Pajak Bea Perolehan hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah PEROLEHAN HAK hak tanah dan/atau bangunan”.
ii) Pasal 86 ayat (1) yang menentukan bahwa
“Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah orang pribadi atau badan YANG MEMPEROLEH hak
atas tanah dan/atau bangunan.”
iii)
Pasal 86 ayat (2) yang menentukan
Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah orang pribadi atau badan YANG MEMPEROLEH hak atas tanah
dan/atau bangunan.
Dari ketentuan-ketentuan tersebut hal penting dalam menentukan ada atau tidak adanya, terutang
atau tidak terutangnya BPHTB, wajib atau tidak wajib dibayarnya BPHTB sangat
tergantung pada ADANYA PEROLEHAN HAK ATAS
TANAH DAN/ATAU BANGUNAN.
Jadi jika tidak terdapat perolehan hak atas tanah dan/atau
bangunan maka tidak ada BPHTB dan karenanya tidak ada kewajiban untuk membayar
BPHTB.
Kenapa adanya “Perolehan Hak” penting
?
Karena dengan adanya peristiwa perolehan hak atas tanah
dan/atau bangunan maka akan ada Objek Pajak BPHTB dan ada Subjek Pajak BPHTB
yaitu pihak yang bertanggungjawab untuk menanggung dan membayar BPHTB tersebut
sebagai Wajib Pajak BPHTB.
Selanjutnya kita lihat
ketentuan Pasal 90 ayat (1) huruf a dan huruf g UU PDRD yang mentukan bahwa
saat terhutangnya pajak BPHTB untuk jual beli dan pemisahan hak yang
mengakibatkan peralihan adalah tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
Jadi pada prinsipnya
BPHTB dalam kaitannya dengan pembagian atau jual beli wajib dibayar apabila
terdapat unsur-unsur sbb:
1)
Adanya pihak yang mengalihkan hak;
2) Adanya perbuatan hukum yang mengakibatkan terjadinya peralihan hak atas
tanah dan/atau bangunan;
3)
Adanya pihak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan;
4)
Adanya akta yang membuktikan adanya perbuatan hukum tersebut.
Selanjutnya mari kita lihat hal-hal yang
terdapat di dalam kasus tersebut:
1)
Adanya
pihak yang mengalihkan haknya yaitu suami mengalihkan hak bagiannya kepada
isteri atau sebaliknya;
2)
Adanya
perbuatan hukum yang mengakibatkan terjadinya pengalihan hak yaitu hak bagian dari mantan suami sebesar ½ (setengah)
bagian yang tak terpisahkan dialihkan kepada isteri atau sebaliknya, akibat adanya
perbuatan hukum pembagian (disini timbul pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
hak );
3)
Adanya
pihak yang memperoleh hak sebesar ½ (setengah) bagian yang tak terpisahkan dari
pihak lainnya akibat perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam angka 1);
4)
Adanya
akta yang membuktikan perbuatan hukum yang dimakud dalam angka 1).
Dengan dipenuhinya atau adanya hal-hal tersebut
dalam pelaksanana pembagian tersebut mengakibatkan perbuatan hukum pembagian
harta gono gini tersebut terkena
kewajiban untuk membayar BPHTB walau
dalam kasus tersebut tidak dibuat akta APHB dihadapan PPAT.
Adapun BPHTB yang wajib dibayar adalah sebesar ½
(setengah) dari perhitungan BPHTB atas perolehan keseluruhan bidang tanah yang
bersangkutan harena hak bagian yang diterima hanya sebesar ½ (setengah) bagian.
Namun demikian hal tersebut jarang dipenuhi di
dalam praktek karena di dalamnya tidak tersangkut pembuatan akta oleh PPAT dan
tidak adanya proses balik nama ke kantor Pertanahan.
5.
Kesimpulan
Pembagian harta gono gini yang terdaftar atas
nama suami atau isteri saja maupun yang terdaftar atas nama bersama/berdua
terhutang BPHTB dan karenaya wajib membayar BPHTB sekalipun sertipikat atas
tanah tersebut telah terdaftar atas nama pihak yang memperoleh hak dalam pembagian
tersebut.
Catatan:
Jika kasus tersebut dilakukan bukan melalui
pembagian harta gono gini, tapi melalui perbuatan hukum lain baik berupa jual
beli atau hibah tetap akan terhutang BPHTB yang besarnya sama.Walau tidak semua
mempunyai pendapat yang sama dengan penulis.
Tks. Semoga bermanfaat.
Alwesius, SH. MKn
0815-8825-748
Tidak ada komentar:
Posting Komentar