Jumat, 04 Mei 2012

PENBAYARAN BPHTB DALAM PEMBAGIAN HARTA GONO GINI YANG TERDAFTAR ATAS NAMA SUAMI ATAU ISTERI SAJA

1.             Pendahuluan

Terhadap perkawinan yang dilangsungkan setelah berlakunya UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) berlakulah ketentuan UU Perkawinan bagi suami isteri tersebut. Prinsip harta benda perkawinan menurut UU Perkawinan adalah harta terpisah artinya harta yang dibawa oleh masing-masing suami atau isteri ke dalam perkawinan tetap menjadi hak milik suami atau isteri yang membawanya dan tetap berada dibawa kekuasaan dan pengurusan pemiliknya tersebut. Harta tersebut disebut “Harta Bawaan”. Harta yang diperoleh suami atau isteri  sepanjang perkawinanm kecuali karena warisan atau hadiah merupakan harta bersama atau harta gono gini suami isteri tersebut.

Prinsip tersebut berbeda dengan prinsip harta benda perkawinan menurut KUHPerdata. Di dalam KUHPerdata pada prinsipnya terdapat harta campur bulat atau percampuran harta sepenuhnyan artinya segala harta yang dibawa masing-masing suami atau isteri ke dalam perkawinan   atau diperoleh suami dan/atau isteri sepanjuang perkawinan termasuk yang diperoleh dari warisan maupun hadiah atau hibah masuk dalam harta campur suami isteri tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 119 KUHPerdata.

Pengecualian atas prinsip harta benda perkawinan dalam UU Perkawinan maupun dalam KUHPerdata dapat dilakukan dengan membuat Perjanjian Perkawinan.

Atas harta yang masuk dalam harta gono gini tersebut hanya dapat dilakukan pembagian diantara suami isteri tersebut apabila perkawinan mereka telah berakhir karena perceraian, kecuali dalam hal-hal yang diatur dalam Pasal 186 sampai dengan Pasal 198 KUHperdata.

Demikian juga untuk melakukan jual beli diantara suami isteri, karena adanya larangan jual beli di antara suami isteri maka jual beli diantara suami isteri hanya dapat dilakukan jika perkawinan mereka telah berakhir karena perceraian (jadi mereka tidak lagi sebagai suami isteri tetapi mantan suami dan mantan isteri).

Didalam pembagian harta gono gini  yang berupa  tanah, di dalam praktek selalu timbul permasalahan di dalam perhitungan BPHTB dalam hal harta gono gini tersebut dibagikan kepada salah satu pihak. Permasalahan tersebut berkaitan dengan berapa besar BPHTB yang harus dibayar?

2.             Harta gono gini/harta bersama berupa tanah dan Pendaftarannya

Sebagaimana telah diuarikan di atas bahwa harta yang diperoleh oleh suami atau isteri sepanjang perkawinan mereka, kecuali yang berasal dari warisan atau hadiah merupakan harta gono gini suami isteri yang bersangkutan. Berkaitan dengan hal tersebut maka jika suami isteri memperoleh tanah sepanjang perkawinan, kecuali yang berasal dari warisan atau hadiah maka tanah tersebut adalah merupakan harta gono gini suami isteri yang bersangkutan. Jadi secara yuridis formil yang perlu diperhatikan disini adalah saat perolehan harta tersebut dan sebab perolehannya. Sebagai Notaris/PPAT  itulah yang harus kita perhatikan jika suami isteri tersebut melangsungkan perkawinan menurut UU Perkawinan dan tanpa membuat perjanjian perkawinan.

Dana yang digunakan untuk memperoleh tanah tersebut bukan menjadi pusat perhatian kita sebagai Notaris/PPAT. Jika suami atau isteri tersebut menyatakan tanah tersebut merupakan milik pribadinya walaupun dibeli sepanjang perkawinannya akan tetapi dengan menggunakan uang pribadi yang berasal dari warisan atau yang berasal dari penjualan harta bawaan atau hartanya yang berasal dari warisan (“penanaman kembali”) maka hal tersebut hanya dapat kita benarkan apabila terdapat putusan hakim yang menegaskan hal tersebut.

Tanah yang merupakan harta gono gini tersebut dapat terdaftar atau memiliki sertipikat atas nama salah satu pihak diantara suami isteri tersebut atau terdaftar atau memiliki sertipikat atas nama berdua.Hal tersebut tergantung pada siapa yang bertindak sebagai pembeli pada saat menandatangani akta jual belinya. Jika dalam jual beli yang bertindak sebagai pembeli adalah suami maka tanah tersebut akan terdaftar atas nama suami (sertipikat tanah tersebut akan tertulis atas nama suami saja),  Jika dalam jual beli yang bertindak sebagai pembeli adalah siteri maka tanah tersebut akan terdaftar atas nama isteri  (sertipikat tanah tersebut akan tertulis atas nama isteri saja),   Jika dalam jual beli yang bertindak sebagai pembeli adalah suami dan isteri bersama-sama maka tanah tersebut akan terdaftar atas nama suami dan isteri (sertipikat tanah tersebut akan tertulis atas nama suami dann isteri),   

3.             Pembagian harta gono gini karena berakhirnya perkawinan karena perceraian

Pasal 37 UU Perkawinan menentukan”Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.” Sehubungan dengan ketentuan tersebut maka jelas berdasarkan ketentuan KUHPerdata (pasal 128) maupun berdasarkan ketentuan Kompilasi Hukum Islam (Pasal 197) harta gono gini tersebut dibagi dua diantara mantan suami isteri tersebut masing-masing untuk ½ (setengah) bagian yang sama besarnya.

Di dalam pelaksanaan pembagiannya tanah atau tanah-tanah yang masuk dalam harta bersama tersebut dapat dibagi kepada salah seorang diantara mereka, dapat pula tanah tersebut secara fisik dibagi dua (dilakukan pemecahan sertipikat terlebih dahulu baru kemudian dilakukan pembagian). Ada pula yang melakukan pembagian dengan cara tanah tersebut dijual dan kemudian hasil penjualannya dibagi dua diantara mereka.\

Pembagian atas tanah tersebut biasanya dilakukan dengan cara tanah yang sertipikatnya  terdaftar atas nama mantan suami dibagikan kepada mantan suami, sedangkan tanah yang sertipikatnya  terdaftar atas nama mantan isteri dibagikan kepada mantan isteri. Namun ada juga yang membagikan tanah yang sertipikatnya terdaftar atas nama suami tapi dibagikan kepada isteri atau sebaliknya. Pembagian tersebut dilakukan dengan membuat Akta Pembagian Hak Bersama yang dibuat dihadapan PPAT, yang biasanya didahuli dengan pembuatan akta Pemisahan dan Pembagian Harta Perkawinan dihadapan Notaris atau dibuat dibawah tangan dan kemudian dilegalisasi oleh Notaris.
Untuk  tanah yang sertipikatnya  terdaftar atas nama berdua dibagi berdasarkan kesepakatan mereka, ada yang dijual dan hasilnya dibagi dan ada juga dilakukan pembagian dalam bentuk lain.

Dengan dilakukan pembagian harta gono gini tersebut maka mantan suami atau mantan isteri yang dalam pembagian tersebut memperoleh tanah tersebut, memperoleh hak bagian yang berasal dari mantan isteri atau mantan suaminya artinya ia yang telah memiliki hak bagian sebesar ½ (setengah) bagian yang tak terpisahkan atas tanah tersebut, dengan memperoleh tanah tersebut dari pembagian tersebut, memperoleh tambahan sebesar ½ (setengah) bagian yang tak terpisahkan dari mantan suami atau mantan isterinya, tanpa melihat atas nama siapa sertipikat tersebut terdaftar.  
  
4.             Pembayaran BPHTB  di  dalam  pembagian harta gono gini yang terdaftar atas nama suami atau isteri  

Apabila tanah terdaftar atas nama suami dan isteri maka tidak terdapat permasalahan dalam pembagian harta gono gini beruapa tanah tersebut. Pembagian tersebut dapat langusng dilakukan dengan membuat akta pembagian hak bersama (APHB) dihadapa PPAT setelah sebelumnya dilakukna pembayaran terhadap BPHTB sebesar ½ (setengah) bagian dari BPHTB yang dikenakan terhadap peroelhan seluruhan tanh yang bersangkutan.

Permasalahan timbul jika kita hendak diulakukan pembagian harta gono gini yang hanya terdaftra atas nama salah satu pihak.Permasalahan tersebut menyangkut masalah pembayaran BPHTB,  baik berupa ada atau tidak ada kewajiban membayar BPHTB maupun menyangkut perhitungan besar pembayarannya yang wajib dilakukan.?

Menyangkut perhitungan pembayaran terjadi dalam hal sertipikat tanah tersebut terdaftar atas nama mantan suami atau mantan isteri saja. Misalnya tanah gono gini tersebut terdaftar atas nama mantan suami kemudian  tanah tersebut dibagikan kepada mantan isteri  atau sebaliknya tanah terdaftar atas nama mantan isteri kemudian dibagikan kepada mantan suami, berapa BPHTB yang harus dibayar?

Karena tanah tersebut menrupakan tanah gono gini maka masing-masing mantan isteri maupun mantan suami yang memperoleh tanah dalam pembagian tersebut, sebagaimana telah diuraikan di atas memperoleh tambahan hak sebesar ½ (setengah) bagian yang tak terpisahkan. Karena yang diperoleh hanya sebesar ½ (setengah) bagian maka BPHTB yang harus dibayar adalah sebesar ½ (setengah) bagian dari BPHTB yang dikenakan terhadap keseluruhan bidang tanah.

Masalah ada atau tidak adanya pembayaran BPHTB menjadi pertanyaan dalam hal terjadinya pembagian tanah yang terdaftar nama suami dibagikan kepada suami dan  atas tanah yang terdaftar atas nama isteri dibagikann kepada isteri, apakah dalam hal tersebut harus dilakukan pembayaran BPHTB?

Sehubungan dengan hal tersebut mari kita lihat bersama-sama ketentuan-ketentuan dalam UU PDRD  yang berkaitan dengan hal tersebut sbb :

i)        Pasal 85 ayat (1) yang menentukan bahwa Objek Pajak Bea Perolehan hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah PEROLEHAN HAK hak tanah dan/atau bangunan.  

ii)         Pasal 86 ayat (1) yang menentukan bahwa Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah orang pribadi atau badan  YANG MEMPEROLEH hak atas tanah dan/atau bangunan.

iii)           Pasal 86 ayat (2) yang  menentukan  Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah orang pribadi atau badan YANG MEMPEROLEH hak atas tanah dan/atau bangunan.

Dari ketentuan-ketentuan tersebut hal penting dalam menentukan ada atau tidak adanya, terutang atau tidak terutangnya BPHTB, wajib atau tidak wajib dibayarnya BPHTB sangat tergantung pada ADANYA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN.

Jadi jika tidak terdapat perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan maka tidak ada BPHTB dan karenanya tidak ada kewajiban untuk membayar BPHTB.

Kenapa adanya “Perolehan Hak” penting ?

Karena dengan adanya peristiwa perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan maka akan ada Objek Pajak BPHTB dan ada Subjek Pajak BPHTB yaitu pihak yang bertanggungjawab untuk menanggung dan membayar BPHTB tersebut sebagai Wajib Pajak BPHTB.  

Selanjutnya kita lihat ketentuan Pasal 90 ayat (1) huruf a dan huruf g UU PDRD yang mentukan bahwa saat terhutangnya pajak BPHTB untuk jual beli dan pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.

Jadi pada prinsipnya BPHTB dalam kaitannya dengan pembagian atau jual beli wajib dibayar apabila terdapat unsur-unsur  sbb:

1)             Adanya pihak yang mengalihkan hak;
2)            Adanya perbuatan hukum yang mengakibatkan terjadinya peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
3)             Adanya pihak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan;
4)             Adanya akta yang membuktikan adanya perbuatan hukum tersebut.

Selanjutnya mari kita lihat hal-hal yang terdapat di dalam kasus tersebut:

1)             Adanya pihak yang mengalihkan haknya yaitu suami mengalihkan hak bagiannya kepada isteri atau sebaliknya;
2)             Adanya perbuatan hukum yang mengakibatkan terjadinya pengalihan hak yaitu  hak bagian dari mantan suami sebesar ½ (setengah) bagian yang tak terpisahkan dialihkan kepada isteri atau sebaliknya, akibat adanya perbuatan hukum pembagian (disini timbul pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak );
3)             Adanya pihak yang memperoleh hak sebesar ½ (setengah) bagian yang tak terpisahkan dari pihak lainnya akibat perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam angka 1);
4)             Adanya akta yang membuktikan perbuatan hukum yang dimakud dalam angka 1).

Dengan dipenuhinya atau adanya hal-hal tersebut dalam pelaksanana pembagian tersebut mengakibatkan perbuatan hukum pembagian harta gono gini  tersebut terkena kewajiban untuk membayar BPHTB  walau dalam kasus tersebut tidak dibuat akta APHB dihadapan PPAT.

Adapun BPHTB yang wajib dibayar adalah sebesar ½ (setengah) dari perhitungan BPHTB atas perolehan keseluruhan bidang tanah yang bersangkutan harena hak bagian yang diterima hanya sebesar ½ (setengah) bagian.   

Namun demikian hal tersebut jarang dipenuhi di dalam praktek karena di dalamnya tidak tersangkut pembuatan akta oleh PPAT dan tidak adanya proses balik nama ke kantor Pertanahan.

5.             Kesimpulan

Pembagian harta gono gini yang terdaftar atas nama suami atau isteri saja maupun yang terdaftar atas nama bersama/berdua terhutang BPHTB dan karenaya wajib membayar BPHTB sekalipun sertipikat atas tanah tersebut telah terdaftar atas nama pihak yang memperoleh hak dalam pembagian tersebut.  


Catatan:

Jika kasus tersebut dilakukan bukan melalui pembagian harta gono gini, tapi melalui perbuatan hukum lain baik berupa jual beli atau hibah tetap akan terhutang BPHTB yang besarnya sama.Walau tidak semua mempunyai pendapat yang sama dengan penulis.

Tks. Semoga bermanfaat.

Alwesius, SH. MKn
0815-8825-748

Tidak ada komentar:

Posting Komentar