Jumat, 22 September 2017

CATATAN SINGKAT MENGENAI HARTA BERSAMA (HARTA GONO GINI) SUAMI DAN ISTERI

CATATAN SINGKAT MENGENAI HARTA BERSAMA (HARTA GONO GINI) SUAMI DAN ISTERI

1.            Macam-macam Harta Dalam Perkawinan
Pasal 35 Undang-Undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974), menentukan:
1)           Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama
2)           Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa di dalam perkawinan terdapat Harta Pribadi dan Harta Bersama.
Harta Pribadi terdiri dari Harta Bawaan yaitu harta yang dibawa masing-masing suami isteri keda lam perkawinan, dan harta yang diperoleh suami atau isteri dari warisan atau hadiah, termasuk didalamnya harta yang berasal dari hibah.
Sedangkan Harta Bersama (Harta Gono Gini) adalah harta yang diperoleh suami dan/atau isteri sepanjang perkawinan, kecuali harta yang berasal dari warisan atau hadiah.
Jadi siapapun yang memperoleh harta tersebut, dari manapun perolehannya, sebab apapun perolehannya (kecuali warisan atau hadiah), jika perolehan tersebut terjadi sepanjang perkawinan maka harta tersebut menjadi harta bersama suami isteri.

2.            Perbuatan hukum atas Harta Bersama
Pasal 36 ayat 1 UU Perkawinan menentukan “ Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.” Jadi apabila suami atau isteri hendak melakukan perbuatan hukum atas harta bersama maka pihak suami atau isteri harus memperoleh persetujuan dari pihak lainnya.
Pasal 36 ayat 1 UU Perkawinan tidak membedakan apakah harta tersebut merupakan harta bergerak atau harta tidak bergerak.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa ketentuan ini tidak   berlaku terhadap harta bergerak, karena terhadap harta bergerak berlaku asas “Bezit berlaku sebagai titel yang sempurna” sebagaimana tercantum didalam Pasal 1977 KUHPerdata, yaitu siapa yang menguasai harta bergerak dianggap sebagai pemilik. Penulis tidak sependapat dengan pendapat tersebut. Menurut penulis,  asas tersebut berlaku terhadap harta bergerak pada umumnya (merupakan ketentuan umum), sedangkan terkait dengan harta bergerak yang terdapat di dalam perkawinan tunduk pada ketentuan hukum harta benda perkawinan (merupakan ketentuan khusus). Ketentuan hukum harta benda perkawinan yang diatur didalam pasal 35 UU Perkawinan berlaku untuk semua harta, baik harta bergerak maupun harta tidak bergerak. Seorang suami yang memegang harta tertentu yang merupakan harta bergerak tidak serta merta dapat menyatakan bahwa harta tersebut merupakan harta pribadinya, bukan merupakan harta bersama (harta gono gini). Ia harus membuktikan bahwa harta tersebut adalah merupakan harta pribadinya, apalagi jika harta tersebut diperoleh sepanjang perkawinan dengan isterinya. Hal yang sama juga berlaku bagi pihak isteri.
Sekalipun harta bergerak tersebut diperoleh suami atau isteri dari warisan atau hibah pihak suami atau isteri yang memperoleh harta tersebut harus membuktikan  bahwa harta tersebut merupakan harta miliknya, merupakan harta pribadinya. Suami atau isteri tidak dapat menyatakan harta tersebut sebagai miliknya hanya berdasarkan asas yang terkandung di dalam Pasal 1977 KUHPerdata sebagaimana disebutkan diatas. Hal ini bisa dilihat dari adanya ketentuan yang tercantum di dalam Pasal 166 KUHPerdata yang mewajibkan pihak suami atau isteri yang memperoleh harta bergerak dari warisan atau hibah   sepanjang perkawinan untuk membuktikan  perolehan tersebut dalam suatu surat pertelaan. Apabila surat tersebut tidak ada maka pihak suami tidak dapat mengambil harta bergerak tersebut sebagai miliknya, sedangkan pihak isteri dapat menggunakan bukti dengan menggunakan saksi-saksi. Terkait dengan hal tersebut maka sebagai Notaris dalam hal terdapat harta bergerak, misalnya saham,  yang akan dipindahtangankan atau dijadikan jaminan utang maka Notaris harus terlebih dahulu menentukan apakah harta tersebut merupakan harta pribadi suami atau isteri,  atau merupakan harta bersama (harta gono gini) suami dan isteri. Jika termasuk harta bersama maka untuk melakukan perbuatan hukum pemindahan hak atau penjaminan harus ada persetujuan dari pihak lainnya, baik dengan hadir dihadapan Notaris maupun dengan memberikan persetujuan tertulis.

        
     Sekian,smoga bermanfaat. Mohon maaf jika ada kesalahan. Mohon masukan rekan-rekan.
Salam, Alwesius, SH, Mkn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar