A.
Pendahuluan
Penyebaran Corona
Virus Disease 2019
(COVID19) di Indonesia semakin hari semakin
mengkhawatirkan. Kekhawatiran tersebut juga dirasakan oleh para Notaris
Indonesia. Khususnya dalam menghadapi anjuran pemerintah untuk bekerja dari
rumah, Work From Home (WFH) dan juga
dengan akan mulai diberlakukannya Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB),
masing-masing dengan melaksanakan Social Distancing dan Physical Distancing.
Anjuran pemerintah untuk melaksanakan WFH
tentunya harus didukung oleh para Notaris Indonesia, demikian juga apabila
kemudian wilayah kabupaten/kota yang menjadi tempat kedudukan Notaris atau
wilayah Provinsi yang menjadi wilayah jabatan Notaris dinyatakan sebagai
wilayah yang masuk sebagai wilayah PSBB. Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) Permenkes
No. 9 Tahun 2020 PSBB tersebut meliputi:
a.
peliburan
sekolah dan tempat kerja;
b.
pembatasan
kegiatan keagamaan;
c.
pembatasan
kegiatan di tempat atau fasilitas umum;
d.
pembatasan
kegiatan sosial dan budaya;
e.
pembatasan
moda transportasi; dan
Peliburan tempat kerja tersebut
dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan
terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar
minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi,
industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.[4]
Sehubungan dengan hal tersebut maka
terdapat permasalahan sebagai berikut:
1.
Apakah
Notaris tetap dapat menjalankan jabatannya, termasuk untuk dapat melaksanakan
pembuatan akta menghadapi anjuran WFH?
2.
Apakah
pengecualian untuk menutup kantor sebagaimana ditetapkan dalam pasal 13 ayat
(2) Permenkes No. 9 Tahun 2020 berlaku bagi Notaris?
3.
Apakah
Notaris dapat melaksanakan pembuatan akta melalui media elektronik (media
telekonference atau video konferensi)?
B.
Pembahasan
1.
Pelaksanaan
jabatan Notaris dalam pembuatan akta sesuai Undang-Undang Jabatan Notaris
(UUJN)
a.
Kewenangan
Notaris
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris (UUJN) menentukan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta authentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.[5]Selanjutnya Pasal 15 ayat (1) UUJN
menentukan:
“Notaris
berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse,
salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang. notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, sedangkan pejabat lain hanya merupakan
kekecualian.”
Kewenangan
Notaris dalam pembuatan akta Authentik
tersebut meliputi :
1)
Wewenang berkaitan dengan “Tempat”
2)
Wewenang berkaitan dengan “Waktu”
3)
Wewenang berkaitan dengan “Orang”
4)
Wewenang berkaitan dengan “Akta”
1)
Wewenang berkaitan dengan “Tempat”
Ini berarti
wewenang yang dikaitkan dengan “tempat” dimana akta itu dibuat. Notaris harus
mempunyai kewenangan di tempat dimana akta itu dibuat. Pasal 18 UUJN menentukan:”
(1)
Notaris mempunyai tempat kedudukan di
daerah kabupaten atau kota.
(2)
Notaris mempunyai wilayah jabatan
meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya.”
Berdasarkan ketentuan pasal 18 UUJN tersebut maka harus
kita bedakan antara “tempat kedudukan notaris” serta “wilayah jabatan Notaris”. Tempat kedudukan
Notaris adalah satu wilayah kabupaten/kota dimana Notaris berkantor, sedangkan
wilayah jabatan notaris meliputi satu wilayah provinsi yang meiputi tempat
kedudukan Notaris. Seorang Notaris hanya mempunyai kewenangan untuk menjalankan
jabatannya di dalam wilayah jabatannya yaitu dalam satu propinsi yang meliputi
tempat kedudukan Notaris tersebut.P asal 17 ayat (1) huruf a UUJN, menentukan “Notaris dilarang untuk menjalankan
jabatannya diluar wilayah jabatannya.”“Dilarang menjalankan jabatan”
berarti tidak hanya dilarang untuk membacakan dan menandatangani akta di luar
wilayah jabatannya, akan tetapi menerima keterangan-keterangan dari klien
sehubungan dengan pembuatan akta tersebut juga dilarang, karena menerima
keterangan-keterangan tersebut dilakukan oleh Notaris di dalam menjalankan
jabatannya selaku Notaris.[6] Misalnya seorang Notaris yang berkedudukan di Jakarta
Pusat, suatu saat diminta oleh kliennya untuk mengadakan pertemuan di kota
Bogor untuk membicarakan dan membahas suatu permasalahan yang terkait dengan
akta yang akan dibuat dihadapan Notaris tersebut. Oleh karena pembicaraan dan
pembahasan tersebut dilakukan oleh Notaris dalam menjalankan jabatannya maka
hal tersebut termasuk di dalam larangan tersebut.
Pasal 17 ayat (2) UUJN menentukan :
“Notaris yang
melanggar ketentuan ayat (1) dapat dikenakan sanksi berupa:
a.
Peringatan tertulis;
b.
Pemberhentian sementara;
c.
Pemberhentian dengan hormat;
d.
Pemberhentian dengan tidak hormat.”
Pelanggaran akan hal tersebut mengakibatkan akta yang
bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta yang dibuat di
bawah tangan apabila ditandatangani oleh para pihak.[7]
Pasal 19 ayat (1) UUJN menentukan” Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya”,
dan berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (3) UUJN Notaris tidak berwenang secara
berturut-turut dengan tetap menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya.
Penjelasan Pasal 19 (3) UUJN menyatakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 19
ayat (3) UUJN mengakibatkan akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian seperti
akta yang dibuat dibawah tangan.
2)
Wewenang berkaitan dengan “Orang”
Ini berarti wewenang yang dikaitkan dengan “orang” untuk
kepentingan siapa akta itu dibuat.
Notaris harus mempunyai kewenangan untuk membuat akta berkaitan dengan
orang yang untuk kepentingan siapa akta
itu dibuat. Pada prinsipnya Notaris mempunyai kewenangan untuk membuat akta
untuk kepentingan setiap atau semua
orang, kecuali dilarang oleh undang-undang.
Orang-orang yang tidak dapat menjadi “pihak” sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 52 ayat
(1) UUJN, adalah:
1)
Notaris yang bersangkutan;
2)
isteri/suami notaris;
3)
orang yang mempunyai
hubungan kekeluargaan dengan Notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan
sedarah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan
derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga.
Larangan tersebut berlaku baik mereka menjadi pihak untuk
diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.
Pasal 52 ayat (2) UUJN menentukan bahwa larangan tersebut
tidak berlaku dalam hal mereka (kecuali Notaris), menjadi penghadap dalam
penjualan di muka umum, sepanjang penjualan itu dapat dilakukan di hadapan
Notaris, persewaan umum, atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat yang
risalahnya dibuat oleh Notaris.
3)
Wewenang berkaitan dengan “Akta”
Ini berarti wewenang yang dikaitkan dengan “akta” yang
dibuat oleh Notaris. Berdasarkan ketentauan Pasal 15 ayat (1) UUJN, pada
prinsipnya Notaris mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai
semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik.
Namun ada akta yang kewenangan pembuatannya oleh UU
diberikan kepada pejabat lain dimana
Notaris tidak berwenang untuk membuat akta yang bersangkutan.Misalnya akta-akta
Catatan Sipil (Akta perkawinan, akta kelahiran atau akta kematian) dimana yang
berwenanag membuatnya adalah Pejabat Kantor Catatan Sipil (Dinas Dukcapil) atau
akta risalah lelang dimana yang berwenang membuatnya adalah pejabat lelang. Ada
akta otentik, dimana Notaris dan pejabat lain sama-sama berwenang untuk
membuatnya. Misalnya akta Surat Kuasa Untuk membebankan Hak Tanggungan, yang
dapat dibuat oleh Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
4)
Wewenang berkaitan dengan “Waktu”
Ini
berarti wewenang yang dikaitkan dengan “waktu” . Pada prinsipnya Notaris dapat
menjalankan jabatannya di setiap waktu, tanpa terkecuali, baik di hari kerja
maupun di hari libur, sepanjang ia telah mengucapkan sumpah jabatannya selaku
Notaris dan tidak sedang dalam keadaan cuti.
Notaris
tidak mempunyai hari kerja. Notaris wajib menjalankan jabatannya, khususnya
dalam pembuatan akta apabila diminta oleh masyarakat, sekalipun permnintaan itu
dilakukan pada hari minggu atau libur nasional lainnya. Notaris dilarang untuk
menolak pembuatan akta tanpa alasan yang sah. Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN
mewajibkan Notaris memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan
dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
Penolakan pembuatan akta dapat dilakukan apabila:
a)
Notaris
berhalangan karena sakit atau karena pekerjaan jabatan lain;
b)
Apabila
para penghadap tidak dikenal oleh Notaris atau identitasnya tidak dapat
diterangkan kepada Notaris;
c)
Apabila
para pihak tidak dapat menerangkan kemauan mereka dengan jelas kepada notaris;
d)
Apabila
para penghadap menghyendaki sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang;
Tidak dipenuhinya salah satu syarat mengenai
kewenangan Notaris tersebut dapat
mengakibatkan akta yang bersangkutan
tidak otentik dan hanya mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta yang
dibuat dibawah tangan, apabila akta itu ditandatangani oleh para penghadap.[9] Misalnya pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 52 ayat (1)
UUJN (mengenai larangan orang tertentu untuk menjadi pihak) dan Pasal 40 (mengenai akta harus dibuat
dengan dihadiri oleh 2 orang saksi dan syarat untuk menjadi saksi).
b.
Syarat agar akta
Notaris memenuhi syarat sebagai akta Authentik
Pasal
1868 KUHPerdata menentukan:
“Suatu akta autentik adalah suatu akta
yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau
dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat akta
dibuatnya.”[10]
Berdasarkan ketentuan
Pasal 1868 KUHPerdata tersebut maka suatu akta dapat dikatakan memenuhi syarat
sebagai akta Authentik apabila:
1)
akta harus dibuat ”oleh” (door) atau ”di hadapan” (ten
overstaan) seorang pejabat umum;
2)
akta itu harus dibuat
dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;
3)
Pejabat Umum oleh – atau
di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta
itu.[11]
Tidak dipenuhi salah satu
syarat tersebut dapat mengakibatkan akta yang bersangkutan hanya mempunyai
kekuatan pembuktian seperti akta yang dibuat di bawah tangan, apabila
ditandatangani oleh para pihak, sebagaimana ditentukan di dalam pasal 1869
KUHPerdata, yang menentukan :
“Suatu akta yang karena tidak berkuasa
atau tidak cakapnya pegawai
termaksud di atas atau karena
suatu cacad dalam bentuknya , tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak.”
c.
Akta Partai dan
Akta Relaas/Akta Pejabat
Ada 2 (dua) golongan akta Notaris, yaitu Akta yang dibuat
”dihadapan” Notaris atau Akta Partai/Akta Pihak (partij akten) dan Akta yang
dibuat ”oleh” Notaris atau akta Relaas/Akta Pejabat (ambttelijke akten).
Menurut
G.H.S. Lumban Tobing, Akta Partai/Akta
pihak adalah akta Notaris yang berisi
”cerita” dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain
di hadapan Notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain
kepada Notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain
itu sengaja datang di hadapan Notaris dan memberikan keterangan itu atau
melakukan perbuatan itu di hadapan Notaris, agar keterangan atau perbuatan itu
dikonstatir oleh Notaris di dalam suatu Akta Autentik.[12] Herlien Budiono mengatakan pada Akta Pihak, membuat akta (”verlijden”) terdiri atas penyusunan.
pembacaan, dan penandatanganan akta oleh para penghadap, saksi-saksi dan
notaris. Akta pihak merupakan akta yang berisikan mengenai apa yang terjadi
berdasarkan keterangan yang diberikan oleh para penghadap kepada notaris dalam
artian mereka menerangkan dan menceritakan kepada notaris agar keterangan atau
perbuatan tersebut dinyatakan olehn notaris di dalam suatu akta notaris dan
yang (para) penghadap menandatangani akta itu. Oleh karena itu, dikatakan akta
tersebut dibuat “dihadapan” (ten
overstaan) notaris.[13]
Jadi dalam
suatu akta Partai/Akta Pihak penghadap
atau para penghadap hadir dihadapan Notaris, melakukan perbuatan , membuat
perjanjian atau ketetapan dan/atau
memberikan keterangan-keterangan terkait dengan perbuatan, perjanjian
atau ketetapan tersebut, kemudian
meminta kepada Notaris agar
perbuatan, perjanjian atau ketetapan
dan/atau keterangan-keterangan yang
diberikannya dituangkan atau dikonstatir oleh Notaris dalam akta. Akta Partij
(Akta Partai) ini misalnya akta Perjanjian Sewa Menyewa, Akta Pendirian PT,
Akta Hibah.
Pada akta “relaas”/akta
Pejabat, “membuat” akta diartikan sebagai pengamatan Notaris pada suatu
peristiwa atau fakta (hukum), menyusun berita acara, membacakan dan
menandatangani akta tersebut bersama para saksi, termasuk keterangan alasan
mengapa para penghadap tidak menandatangani aktanya.[14] Akta relaas adalah bentuk akta yang dibuat untuk bukti
oleh (para) penghadap, di mana di dalam akta tersebut diuraikan secara otentik
tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan sendiri
oleh Notaris di dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris. Akta yang dibuat
atas dasar apa yang dilihat dan disaksikan oleh Notaris dikenal sebagai akta
yang dibuat “oleh”(door ) Notaris. [15] Akta relaas tidak memberikan bukti mengenai keterangan
yang diberikan oleh (para) penghadap dengan menandatangani akta tersebut,
tetapi untuk bukti mengenai perbuatan dan kenyataan yang disaksikan oleh
Notaris di dalam menjalankan jabatannya. [16] Yang termasuk di dalam akta pejabat (akta rellaas) ini misalnya akta Berita Acara Undian, Akta Berita
Acara Rapat Umum Para Pemegang Saham PT.
Terdapat satu perbedaan mendasar di antara akta Partai dan
Akta Pejabat ini yaitu perihal “adanya tandatangan” para penghadap dalam akta tersebut. Di dalam akta Partai adanya
tandatangan para pengahdap bersifat mutlak. Jika ada penghadap yang tidak menandatangani akta
tersebut maka tidak tercipta adanya akta tersebut (aktanya tidak ada). Di dalam
akta partai jika ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tandatangannya
sementara sebenarnya ia ingin
menandatangani akta tersebut maka akan dilakukan “surrogaat” tandatangan yaitu berupa keterangan yang dicantumkan
oleh notaris pada bagian akhir akta yang berasal dari penghadap, dimana
penghadap menerangkan bahwa ia ingin menandatangani akta tersebut akan tetapi
karena alasan tertentu ia tidak dapat membubuhkan tandatangannya. [17] Keterangan tersebut merupakan pengganti dari tandatangan
penghadap yang bersangkutan.
Di dalam akta Pejabat
adanya tandatangan para penghadap bukan merupakan syarat mutlak. Jika
ada penghadap yang tidak menandatangani akta yang bersangkutan baik karena ia
tidak dapat membubuhkan tandatangannya maupun oleh karena ia menolak untuk menandatangani
akta tersebut maka hal tersebut cukup diterangkan oleh Notaris pada bagian
akhir akta dengan menyebutkan alasannya.[18]
d.
Kehadiran
penghadap dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta Notaris
Dalam dunia
kenotariatan kalimat yang digunakan oleh Notaris untuk menunjukkan tindakan
seseorang hadir dihadapan Notaris guna keperluan pembuatan akta adalah
“Berhadapan dengan saya …”, “Menghadap kepada saya” atau “Hadir dihadapan
saya”. Dr. Herlien Budiono, SH, yang
menyatakan:“Frasa “Menghadap kepada saya”, “Hadir dihadapan saya”, atau
“Berhadapan” sebenarnya merupakan terjemahan dari bahasa Belanda “verscheen” dari kata kerja “verschijnen” yang berarti “te voorcvhijn komen, zich vertonen” atau
dalam bahasa Indonesia “datang dan menghadap” yang mengandung muatan “hadir”nya
{para} penghadap. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “menghadap”
diantaranya, berarti “datang bertemu dengan”; “datang menjumpai”; “datang ke”;
dan “bertemu muka dengan”. Ada kemungkinan penandatanganan akta notaris tidak
dilakukan di kantor notaris, tetapi muatan isi dari kata “Menghadap”, “Hadir”,
atau “Berhadapan” tidak mengurangi kenyataan atau ketegasan akan benar-benar
hadirnya (para) penghadap pada waktu pembacaan dan penandatanganan akta. Oleh
karena itu, terserah pada Notaris ingin menggunakan frasa yang mana, karena
tidak lain frasa-frasa tersebut adalah jaminan yang diberikan Notaris bahwa
(para) penghadap benar-benar telah hadir pada waktu pembacaan dan
penandatanganan akta.” [19]
Sehubungan
dengan apa yang diuraikan diatas maka dalam rangka pembuatan akta Notaris
seorang penghadap hadir dihadapan atau datang bertemu atau datang menjumpai
Notaris dalam arti kehadiran penghadap adalah kehadiran secara fisik. Kehadiran
penghadap dihadapan Notaris hanya dimungkinkan dengan kehadiran secara fisik
atau berhadap-hadapan dengan Notaris secara langsung. Seseorang tidaklah
dikatakan “hadir dihadapan” atau “berhadapan” atau “menghadap” Notaris apabila
orang yang bersangkutan (penghadap) tidak benar-benar berada dihadapan Notaris,
misalnya seorang penghadap tampil
melalui media elektronik.
Disamping
apa yang diuraikan di atas, sesuai
ketentuan UUJN pambuatan akta Notaris
masih dilakukan dengan pembuatan akta dalam bentuk “minuta” akta. Minuta Akta adalah asli Akta yang
mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi, dan Notaris, yang disimpan sebagai bagian
dari Protokol Notaris. Penandatangan akta dilakukan penghadap (para penghadap)
dengan langsung membubuhkan tandatangan mereka pada minuta akta yang
bersangkutan yang disimpan oleh Notaris. Hal tersebut hanya dapat dilakukan
apabila penghadap (para penghadap) hadir dihadapan Notaris. Dalam pembuatan akta secara elektronik
tentunya hal ini tidak dapat dipenuhi, oleh karena asli akta yang bersangkutan
tidak dapat diserahkan kepada Notaris untuk disimpan. Asli akta dalam pembuatan
akta secara elektronik berada di server penyelenggara sistem elektronik yang
digunakan dalam pembuatan akta yang bersangkutan, yang tidak diketahui entah
berada dimana.
2.
Pelaksanaan
jabatan Notaris menghadapi anjuran WFH, Social Distancing dan Physical Distancing
Dalam usaha
untuk memberantas penyebaran Covid-19, Pemerintah menganjurkan antara lain
untuk dilakukan pekerjaan di rumah atau WFH, serta dilaksanakannya Social Distancing dan Physical Disatancing. Anjuran pemerintah
tersebut dsangat didukung oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI). Dalam rangka
mendungkung kebijakan pemerintah tersebut Pengurus Pusat INI (PP INI) telah
memberikan himbauan kepadam para Notaris untuk mengikuti himbauan pemerintah
tersebut dan agar tetap menjalankan jabatannya sesuai UUJN dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dalam rangka
mendukung himbauan agar melakukan WFH tersebut, hal tersebut hanya dapat
dilaksanakan oleh Notaris yang bertempat tinggal di dalam wilayah jabatannya,
yaitu bertempat tinggal di dalam wilayah propinsi dimana Notaris tersebut
berkedudukan dan berkantor. Hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh Notaris,
yang bertempat tinggal di luar wilayah jabatannya, oleh karena Notaris dilarang menjalankan
jabatannya diluar wilayah jabatannya sebagaimana telah diuraikan di atas.
Pelanggaran jabatan ini akan berakibat kepada akta yang dibuat dimana akta yang
bersangkutan hanya berlaku sebagai akta notaris yang mempunyai kekuatan
pembuktian seperti akta yang dibuat dibawah tangan.[20]
3.
Pelaksananaan
jabatan Notaris dalam kondisi PSBB
Dalam uraian
diatas telah disebutkan bahwa dalam hal suatu daerah telah ditetapkan sebagai
daerah berlakunya PSBB maka berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (1) Permenkes
No. 9 Tahun 2020 PSBB, tersebut
meliputi:
a.
peliburan
sekolah dan tempat kerja;
b.
pembatasan
kegiatan keagamaan;
c.
pembatasan
kegiatan di tempat atau fasilitas umum;
d.
pembatasan
kegiatan sosial dan budaya;
e.
pembatasan
moda transportasi; dan
f.
pembatasan
kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
Peliburan tempat kerja tersebut
dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan
terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar
minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi,
industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.
Yang menjadi pertanyaan bagaimana
dengan Kantor Notaris? Apakah kantor Notaris juga harus diliburkan? Menurut Penulis,
dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah tersebut dangan berlakunya PSBB
Kantor Notaris juga harus diliburkan, jadi Notaris ikut menutup kantornya dan
meliburkan para karyawannya. Namun demikian sebagai pejabat umum, yang
merupakan pejabat yang tugas utamanya membuat akta authentik bagi kepentingan
masyarakat yang dilayaninya maka Notaris tetap dapat menjalankan jabatannya
untuk membuat akta. Pembuatan akta dimasa berlakunya PSBB tidaklah melanggar UU.
Akta yang dibuat dan ditandatangani dalam masa PSBB tetap sah dan berlaku
sebagai akta authentik sepanjang dibuat sesuai ketentuan UUJN dan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Sebagaimana telah diuraikan dalam
uraian di atas, terkait dengan kewenangan pembuatan akta, yang berkaitan
dengan dengan “waktu” pembuatan akta,
Notaris berwenang membuat akta dalam waktu kapanpun, sepanjang Notaris telah
mengucapkan sumpah jabatannya dan tidak sedang dalam keadaan cuti. Notaris
tidak mengenal jam kerja dan hari libur. Notaris tetap berwenang membuat akta
sekalipun akta itu dibuat pada hari libur nasional maupun hari libur yang
ditetapkan pemerintah sebagaimana berlaku bagi daerah-daerah yang dinyatakan
dalam keadaan PSBB tersebut. Disamping berdasarkan alasan tersebut Notaris juga
dapat menggunakan pengecualian yang ditentukan dalam Pasal 13 ayat (7)
Permenkes No. 9 Tahun 2020 , yang menyatakan:
“Peliburan
sekolah dan tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan
terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar
minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi,
industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.”
Sehubungan dengan ketentuan tersebut,
menurut Penulis Notaris tetap dapat menjalankan jabatannya untuk membuat akta
(termasuk membuka kantor sehubungan dengan pembuatan akta tersebut) sepanjang Notaris dibutuhkan untuk melayani
pembuatan akta terkait bidang-bidang yang dikecualikan tersebut. Pembuatan akta
tersebut, berupa pembuatan akta yang terkait dengan perekenomian dan keuangan, misalnya untuk
keperluan pembuatan akta terkait dengan perbankan atau PT Terbuka, yaitu
membuat akta-akta perjanjian kredit,
akta-akta RUPS untuk perusahaan dalam rangka menyetujui transaksi dengan
perbankan atau pembuatan akta RUPS PT Terbuka
4.
Pembuatan akta
Notaris melalui media elektronik (media
telekonference atau video konferensi)?
Di atas telah
diuraikan bahwa dalam mengikuti anjuran pemerintah untuk WFH, Social Distancing dan Physical Distancing maupun dalam hal
berlakunya PSBB, Notaris tetap dapat melakukan pembuatan akta dan akta tersebut
sah berlaku sebagai akta Authentik, sepanjang tidak bertentanga dengan UUJN dan
peraturan perundang-undangan lainnya. Namun yang menjadi pertanyaan apakah
dalam rangkan WFH maupun PSBB sebagaimana telah diuraikankan di atas akta-akta
tersebut dapat dibuat melalui media elektronik (media telekonference atau video konferensi)?
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam uraian
terdahulu, sesuai ketentuan UUJN dimana
akta Notaris dibuat dalam bentuk Minuta akta maka pembuatan akta Notaris, baik
untuk akta Partai/Akta Pihak maupun akta Relaas/akta Pejabat secara elektronik
belum dimungkinkan. Minuta Akta adalah asli Akta yang
mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi, dan Notaris, yang disimpan sebagai bagian
dari Protokol Notaris. Jadi akta yang bersangkutan ditandatangani langsung oleh
penghadap (para penghadap) pada akta yang bersangkutan ndan asli akta tersebut
disimpan dalam protokol Notaris. Hal tersebut berbeda dengan akta ynag dibuat
secara elektronik dimana asli akta yang bersangkutan dismpan dalam server
pengnyelenggara sistem elektronik yang bersangturan yang tidak diketahui berada
dimana.
5.
Pembuatan akta RUPS dalam pelaksanaan
RUPS melalui media elektronik (media telekonference atau video konferensi)
RUPS suatu
Perseroan Terbatas dapat dilakukan dengan berhadapan secara langsung maupun
dilakukan melalui media elektronik (media telekonference
atau video konferensi), sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 77 ayat (1) UUPT, yang menentukan:
“Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan melalui media
telekonferensi, video konferensi,
atau sarana media
elektronik lainnya
yang memungkinkan
semua peserta
RUPS saling melihat dan mendengar secara
langsung serta berpartisipasi dalam rapat.”[21]
Penyelenggaran
RUPS melalui media elektronik tersebut, harus memenuhi ketentuan yang berlaku
bagi RUPS pada umumnya, seperti mengenai panggilan RUPS, tempat RUPS dan kuorum
RUPS. Dalam hal dilakukan RUPS melalui media elektronik harus ada tempat dimana
RUPS tersebut akan dilaksanakan, sehingga di tempat itu telah terpasang media
elektronik yang akan dijadikan sarana untuk diselenggarakannya RUPS dan di tempat tersebut hadir pihak
penyelenggara RUPS, dalam hal ini pihak yang mengusulkan diadakannya RUPS
tersebut misalnya Direksi atau Dewan Komisaris Perseroan.
Untuk penyelenggaran RUPS
melalui media elektronik tersebut harus dibuatkan
risalah rapat yang disetujui
dan ditandatangani oleh semua peserta
RUPS. Penandatanganan tersebut dilakukan secara elektronik maupun secara
fisik. [22] Dalam
hal risalah tersebut dilakukan secara fisik maka dokumen tersebut dapat di
print out oleh masing-masing peserta rapat untuk ditandatangani atau penandatangannya
dilakukan dalam dalam satu dokumen yang sama dan kemudian ditandatangani secara
sirkuler.
Risalah RUPS tersebut
dapat dibuat secara elektronik yang merupakan Dokumen Elektronik sebagaimana
dimaksud dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik maupun dibuat dengan akta
Notaris. Dalam Risalah RUPS dibuat dengan akta Notaris tentunya Notaris harus
hadir berdasarkan undangan dari penyelenggara RUPS di tempat RUPS tersebut
diselengarakan dan kemudian membuat akta Risalah RUPS yang merupakan akta
Relaas atau akta Pejabat yaitu akta yang dibuat oleh Notaris, yang berisikan
keterangan mengenai apa yang dia lihat dan dia dengar dalam RUPS yang
bersangkutan, sama seperti dalam pembuatan akta RUPS pada umumnya.
Disamping dengan cara
membuat akta RUPS sebagaimana tersebut di atas, Notaris juga
dapat membuat akta terkait RUPS tersebut dengan akta Pernyataan Keputusan RUPS,
yang dibuat berdasarkan keterangan dari Direksi (anggota Direksi) atau pihak
lainnya, yang telah diberikan kuasa oleh
RUPS yang bersangkutan untuk menuangkan keputusan RUPS dalam suatu akta yang
dibuat dihadapan Notaris, dan diperkuat dengan risalah RUPS yang dibuat secara
elektronik yang dilekatkan pada minuta akta Notaris yang bersangkutan.[23]
Pembuatan akta dengan cara
yang terakhir ini yaitu dengan membuat akta PKR lebih aman bagi Notaris dalam
menghadapi pandemi Covit-19 yang semakin hari semakin meningkat dan dalam
susana WFH maupun PSBB. Seandainya klien Notaris tetap meminta Notaris untuk
hadir, menyaksikan atau terlibat langsung dalam penyelenggaraan RUPS tersebut
hal tersebut dapat dilakukan dengan cara Notaris tidak langsung hadir ditempat
RUPS tapi dapat juga hadir melalui media elektronik namun Risalah RUPSnya tetap
dibuat secara elektronik dan kemudian dituangkan dalam akta PKR. Cara ini
menurut Penulis merupakan solusi terbaik dalam pembuatan akta guna melindungi
diri Notaris dari bahaya tertular Covit-19.
6.
Perjanjian-perjanjian yang dibuat
melalui media elektronik
Terkait dengan
pembuatan perjanjian-perjanjian yang dibuat secara elektronik dapat juga
dilakukan dengan keterlibatan Notaris dengan cara yang sama seperti dalam
penyelenggaraan RUPS di atas, yaitu Notaris terlibat melalui media elektronik.
Perjanjian tersebut kemudian dituangkan dalam dokumen elektronik dan satu eksemplar
diserahkan kepada Notaris untuk disimpan dalam akta Notaris dengan membuat akta
Penyimpanan atau isi perjanjian tersebut ditegaskan kembali dalam akta Notaris
oleh penghadap yang diberi kuasa oleh para pihak. Hal ini tentunya tidak dapat dilakukan jika UU
mennetukan bahwa akta yang bersangkutan harus dibuat secara authentik, misalnya
untuk nakta pemberian hibah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1682 KUHPerdata
atau akta Pendirian PT sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 UUPT.
Sekalipun acara
ini tetap melibatkan penghadap yang harus hadir dihadapan Notaris namun cara
ini lebih meminimalisir kemungkinan Notaris untuk tertular Covid-19 karena
Notaris dapat melakukann pembatasan diri untuk menjaga jarak dengan penghadap
yang bersangkutan, misalnya berada dalam ruang terpisah melalui pembatasan
dinding kaca yang memungkinkan antara Notaris dan penghadap untuk tetap saling
melihat dan berkomunikasi.
C.
Penutup
Berdasarkan
uraian di atas dapat diambil simpulan sebagi berikut:
1.
Notaris
tetap dapat menjalankan jabatannya, termasuk untuk dapat melaksanakan pembuatan
akta menghadapi anjuran WFH dari pemerintah dan akta yang dibut tetap sah
sebagai akta Authentik, sepanjuang
dibvuat sesuai UUJN dan nperaturan perundang-undangan lainnya.
2.
Jika
suatu daerah atau wilayah telah ditetapkan berlakunya PSBB. Kantor Notaris juga harus diliburkan, jadi
Notaris ikut menutup kantornya dan meliburkan para karyawannya. Namun demikian
sebagai pejabat umum, yang merupakan pejabat yang tugas utamanya membuat akta
authentik bagi kepentingan masyarakat yang dilayaninya maka Notaris tetap dapat
menjalankan jabatannya untuk membuat akta. Pembuatan akta dimasa berlakunya
PSBB tidaklah melanggar UU. Akta yang dibuat dan ditandatangani dalam masa PSBB
tetap sah dan berlaku sebagai akta authentik sepanjang dibuat sesuai ketentuan
UUJN dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Terkait dengan kewenangan pembuatan
akta, yang berkaitan dengan dengan
“waktu” pembuatan akta, Notaris berwenang membuat akta dalam waktu kapanpun,
sepanjang Notaris telah mengucapkan sumpah jabatannya dan tidak sedang dalam
keadaan cuti. Notaris tidak mengenal jam kerja dan hari libur. Notaris tetap
berwenang membuat akta sekalipun akta itu dibuat pada hari libur nasional
maupun hari libur yang ditetapkan pemerintah sebagaimana berlaku bagi
daerah-daerah yang dinyatakan dalam keadaan PSBB tersebut.
3.
Dalam
menjalankan jabatannya Notaris juga dapat menggunakan pengecualian yang
ditentukan dalam Pasal 13 ayat (7) Permenkes No. 9 Tahgun 2020, dimana Notaris
tetap dapat menjalankan jabatannya untuk membuat akta (termasuk membuka kantor
sehubungan dengan pembuatan akta tersebut)
sepanjang Notaris dibutuhkan untuk melayani pembuatan akta terkait
bidang-bidang yang dikecualikan tersebut. Notaris dapat membuat akta yang
terkait dengan perekenomian dan
keuangan, misalnya untuk keperluan pembuatan akta terkait dengan perbankan atau
PT Terbuka, yaitu membuat akta-akta
perjanjian kredit, akta-akta RUPS untuk perusahaan dalam rangka
menyetujui transaksi dengan perbankan atau pembuatan akta RUPS PT Terbuka.
4.
Sesuai ketentuan UUJN, Akta Notaris dibuat dalam bentuk
Minuta akta maka pembuatan akta Notaris, baik untuk akta Partai/Akta Pihak
maupun akta Relaas/akta Pejabat secara elektronik belum dimungkinkan. Minuta Akta adalah asli Akta yang
mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi, dan Notaris, yang disimpan sebagai bagian
dari Protokol Notaris. Jadi akta yang bersangkutan ditandatangani langsung oleh
penghadap (para penghadap) pada akta yang bersangkutan dan asli akta tersebut
disimpan dalam protokol Notaris. Hal tersebut berbeda dengan akta yang dibuat
secara elektronik dimana asli akta yang bersangkutan disimpan dalam server
pengnyelenggara sistem elektronik yang bersangkutan, yang tidak tahu entah
berada dimana.
5.
Untuk penyelenggaran RUPS melalui media elektronik
tersebut harus dibuatkan
risalah rapat yang disetujui
dan ditandatangani oleh semua peserta
RUPS. Risalah RUPS tersebut dapat
dibuat secara elektronik yang merupakan Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud
dalam UU Indormasi dan Transaksi Elektronik maupun dibuat dengan akta Notaris.
Dalam ARisalah RUPS dibuat dengan akta Notaris tentunya Notaris harus hadir
berdasarkan undangan dari penyelenggara RUPS di tempat RUPS tersebut
diselengarakan dan kemudian membuat akta Risalah RUPS yang mneruapkan akta
Relaas atau akta Pejabat yaitu akta yang dibuat oleh Notaris, yang berisikan
keterangan mengenai apa yang dia lihat dan dia dengan dalam RUPS yang
bersangkutan, sama seperti dalam pembuatan akta RUPS pada umumnya. Disamping
dengan cara membuat akta RUPS yang merupakan akta Relaas/akta Pejabat, Notaris
juga dapat membuat akta terkait RUPS tersebut dengan akta Pernyataan Keputusan
RUPS, yang merupakan akta Partai/Akta Pihak.
6.
Untuk pembuatan perjanjian-perjanjian yang dibuat
secara elektronik dapat juga dilakukan dengan keterlibatan Notaris dengan cara
yang sama seperti dalam penyelenggaraan RUPS, yaitu Notaris terlibat melalui
media elektronik. Perjanjian tersebut kemudian dituangkan dalam dokumen
elektronik dan satu eksemplar diserahkan kepada Notaris untuk disimpan dalam
akta Notaris dengan membuat akta Penyimpanan atau isi perjanjian tersebut
ditegaskan kembali dalam akta Notaris oleh penghadap yang diberi kuasa oleh
para pihak, sepanjuang UU tidak mengharuskan perjanjian tersebut harus
dituangkan dalam akta authentik.
DAFTAR PUSTAKA
Alwesius, Dasar-Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris,
(Depok: Badan Penerbir Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019)
_________,
Pengetahuan dan Praktik Pembuatan Akta
Perseroan Terbatas, Dilengkapi dengan contoh-contoh Akta terkait, Bagian
Pertama (Bekasi: INP Jakarta, 2019)
G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta : Erlangga, 1982, Cet. Ke 2
Herlien Budiono, Dasar
Teknik
Pembuatan Akta Notaris, Cet. Ke 1. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013), hal. 7
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Burgerlijke Wetboek, diterjemahkan oleh Prof. R. Subekti, SH dan H.
Tjitrodibio, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1985, Cet. 19, Pasal
1868
Indonesia, Undang-Undang
Jabatan Notaris, UU No. 30 tahun
2004, LN No. 117 Tahun 2004, TLN No. 4432 diubah dengan Undang-Undang Perubahan
Undang-Undang Nomor 30 tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris,
UU No. 2 Tahun 2014, LN No. 3 Tahun 2014, TLN No. 5491, Pasal 15 ayat (1)
Indonesia,
Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756, [1]
[1] Tulisan ini untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan rekan-rekan Notaris, baik secara langsung kepada
penulis maupun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan di media sosial
[2] Penulis saat ini
sebagai Notaris-PPAT di Kabupaten Tangerang, Pengajar di Prodi MKn Universitas
Indonesia, Prodi Mkn Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dan Mahasiswa Prodi
Doktoral Universitas Pelita Harapan Jakarta.
[3] Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020
Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan
Pengananan Corona Virus Disease 2019 (Cocid-19) (Permenkes 9 Tahun 2020), Pasal
13 ayat (1)
[4] Ibid., Pasal 13 ayat (2)
[5]Indonesia, Undang-Undang Jabatan
Notaris, UU No. 30 tahun 2004, LN
No. 117 Tahun 2004, TLN No. 4432 diubah
dengan Undang-Undang Perubahan Undang-Undang Nomor
30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 Tahun 2014, LN
No. 3 Tahun 2014, TLN No. 5491, Pasal 15 ayat (1)
[7] Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit.,
Pasal 1869
[8] Ibid., hal. 98 - 99
[10] Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Burgerlijke Wetboek, diterjemahkan
oleh Prof. R. Subekti, SH dan H. Tjitrodibio, (Jakarta : Pradnya Paramita,
1985, Cet. 19, Pasal 1868
[13]Herlien Budiono, Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, Cet. Ke 1. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013), hal. 7
[14]Ibid
[19] Herlien Budiono, di
dalam Alwesius, Dasar-Dasar Teknik
Pembuatan Akta Notaris, (Depok: Badan Penerbir Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2019), hal.38 - 39
[20] UUJN, Pasal 17 ayat
(1) huruf a dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., Pasal 1869
[21] Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No.
40 Tahun 2007, LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756, Pasal
77 ayat (1)
[22] Ibid., Pasal 77 ayat (4) dan penjelasannya
[23] Alwesius, Pengetahuan dan Praktik Pembuatan Akta
Perseroan Terbatas, Dilengkapi dengan contoh-contoh Akta terkait, Bagian
Pertama (Bekasi: INP Jakarta, 2019),
hal. 148 – 152.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar