Di dalam masyarakat, khususnya masyarakat keturunan Tionghoa banyak kita jumpai perkawinan yang hanya dilangsungkan menurut hukum adatnya atau perkawinan-perkawinan yang tidak dicatat menurut ketentuan UU Perkawinan. Dengan tidak dilangsungkannya perkawinan menurut ketentuan hukum yang berlaku mengakibatkan anak-anak yang dilahirkan di dalam perkawinan tersebut berstatus sebagai anak luar kawin.
Sesuai ketentuan KUHPerdata (Pasal 280 dan 862) anak luar kawin hanya mempunyai hubungan perdata dengan orang tua yang mengakuinya dan hanya berhak mewaris dari orang tua yang mengakuinya tersebut. Jadi sepanjang tidak terdapat pengakuan anak luar kawinan oleh ayah dan atau ibunya maka anak luar kawin tersebut tidak berhak mewaris dari orang tuanya.
UU Perkawinan (UU No. 1 tahun 1974) pasal 43 menentukan bahwa anak luar kawin hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Berdsasarkan ketentuan Pasal 43 UUPerkawinan maka seorang anak luar kawin demi hukum mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya dan karenanya juga berhak mewaris dari ibu dan keluarga ibunya.
Jadi jelas seorang anak luar kawin yang tidak diakui oleh orang tuanya tidak berhak mewaris dari ayahnya.
Seorang anak luar kawin yang tidak diakui ayahnya akan menggunakan marga ibunya.Hal tersebut tercatat dalam akta kelahiran anak tersebut. Jika anak luar kawin tersebut hendak menggunakan marga ayahnya maka harus ada pengakuan ank oleh ayahnya tersebut.
Jadi jelas bahwa seorang anak luar kawin yang diakui oleh ayahnya akan berhak menggunakan marga ayahnya dan juga berhak mewaris dari ayahnya tersebut.
Pengakuan anak luar kawin harus dilakukan dengan akta otentik (Pasal 281 KUHPerdata), antara lain dengan akta notaris dan dilakukan atas izin ibu anak tersebut (Pasal 284 KUHPerdata).
Sehubungan dengan pembuatan akta pengakuan anak tersebut kita sebagai notaris harus berhati-hati di dalam memenuhi permintaan seorang ayah yang hendak membuat akta pengakuan anak.
Di dalam membuat akta pengakuan anak kita harus meneliti apakah ayah tersebut sudah terikat perkawinan atau belum. Jika sudah terikat perkawinan, kita harus menanyakan apakah yang menjadi isterinya sekarang ini adalah ibu anak tersebut atau bukan.
Jika yang menjadi isterinya adalah ibu anak luar kawin tersebut maka tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah jika yang menjadi istrinya sekarang ini adalah bukan ibu anak tersebut. Kenapa demikian?
Karena adanya ketentuan pasal 285 KUHPerdata yang menentukan anak luar kawin yang dilahirkan dari hasil hubungan dengan wanita lain sebelum ia melangsungkan perkawinan dengan isterinya dan diakui di dalam perkawinan dengan isterinya tersebut maka anak luar kawin tersebut tidak boleh merugikan isteri dan anak-anak yang lahir dalam perkawinan tersebut. Artinya apa? Artinya jika pengakuan anak luar kawin tersebut dilakukan maka anak luar kawin tersebut tidak akanb memperoleh bagian dari harta warisan ayahnya, ia hanya berhak atas marga ayahnya tersebut.
Dengan adanya akibat tersebut maka dalam memenuhi permintaan pembuatan akta pengakuan anak tersebut kita harus memgetahui keinginan yang sebenarnya dari ayah yang bersangkutan, apa maksud dan tujuan ia hendak membuat akta pengakuan anak tersebut? Apakah tujuannya HENDAK MEMBERI HARTA KEPADA ANAKNYA atau KEINGINAN AGAR SI ANAK MENGGUNAKAN MARGA AYAHNYA.
Jika keinginan sesungguhnya adalah agar si anak memperoleh harta warisan darinya maka jangan membuat pengakuan anak tetapi kita sarankan agar ia membuat surat wasiat yang bertujuan untuk memberi harta warisan kepada anaknya.
Sebab jika ia membuat akta pengakuan anak maka si anak tidak akan dapat memperoleh harta warisan, karena ia juga tidak dapat membuat wasiat untuk memberikan harta kepada anaknya tersebut karena akan terkena ketentuan Pasal 908 KUHPerdata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar