Blog ini membahas mengenai segala hal berkaitan dengan Notaris dan PPAT, Ilmu Kenotariatan dan Pertanahan, Praktek Notaris dan PPAT, serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi Notaris dan PPAT dalam praktek.
Kamis, 19 Februari 2015
ALWESIUS BICARA SEGALANYA TENTANG NOTARIS DAN PPAT: PENGAMBILALIHAN SAHAM PERSEROAN TERBATAS (AKUISISI...
ALWESIUS BICARA SEGALANYA TENTANG NOTARIS DAN PPAT: PENGAMBILALIHAN SAHAM PERSEROAN TERBATAS (AKUISISI...: PENGAMBILALIHAN SAHAM PERSEROAN TERBATAS (AKUISISI) Oleh : Alwesius, SH, MKn Notaris - PPAT A. P endahuluan Pasal...
PENGAMBILALIHAN SAHAM PERSEROAN TERBATAS (AKUISISI)
PENGAMBILALIHAN SAHAM PERSEROAN
TERBATAS (AKUISISI)
Oleh : Alwesius, SH, MKn
Notaris - PPAT
A.
Pendahuluan
Pasal 1 angka 11 UU Nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT) menyatakan : “Pengambilihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan
untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian
atas Perseroan tersebut.
Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa suatu
perbuatan pengalihan saham baru dapat dikatakan sebagai pengambilalihan, apabila
perbuatan pengalihan saham tersebut
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan terbatas yang
bersangkutan, yaitu dari pemegang saham yang lama kepada pemegang saham yang
baru. Pada prinsipnya terjadinya pengendalian saham tersebut terjadi apabila
pemegang saham memiliki lebih dari 50 % (lima puluh persen) saham yang telah
ditempatkan oleh oleh Perseroan.
Sehubungan dengna hal tersebut maka pengambilalihan terjadi apabila
dengan dilakukan pengalihan saham tersebut mengakibatkan jumlah saham yang dimiliki
oleh pihak yang menerima pengalihan saham menjadi lebih dari 50 % (lima puluh
persen) dari jumlah saham yang telah ditempatkan, yang memupunyai hak suara
yang sah.
B. Cara pengambilalihan
Pasal 125 ayatb 1 UUPT mementukan bahwa pengambialihan dapat dilakukan dengan cara pengambilalihan
saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan, melalui
Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham.
Jadi saham-saham yang akan diambilalih dapat
merupakan saham-saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan, yaitu saham-saham
yang telah menjadi milik para pemegang saham atau saham-saham yang masih dalam
simpanan atau saham-saham yang akan dikeluarkan oleh Perseroan.
Jika saham-saham yang akan diambilalih adalah
saham-saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan maka mekanisme yang dilakukan
tentunya memlalui pemindahan hak atas saham, baik berupa jual beli saham atau
penyerahan hak atas saham. Jika saham-saham yang akan diabil alih adalah
saham-saham yang masih dalam simpanan tentunya dilakukan pengeluaran saham baru
melalui mekanisme peningkatan modal yang ditempatkan/disetor melalui rapat umum
para pemagang saham atau keputusan para pemegang saham di luar rapat (sirkuler),
dimana pihak yang akan mengambilalih tersebut mengambil bagian dari saham yang
dikeluarkan tersebut. Jika modal dasar dam modal ditempatkan/disetor telah sama
besarnya maka tentunya terlebih dahulu dilakukan peningkatann modal dasar dan
modal ditempatkan/modal disetor.
Pengambilalihan dapat dilakukan melalui Direksi
Perseroan dan bisa juga silakukan secara langsung dari pemegang saham yang bersangkutan,
sesuai dengan mekanisme yang ditentukan di dalam UUPT. Jika pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, pihak yang akan mengambil
alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan Pengambilalihan kepada Direksi
Perseroan yang akan diambil alih.
Pasal 125 ayat 2 UUPT menentukan bahwa Pengambilalihan dapat dilakukan oleh Badan hukum atau Orang
Perseorangan. Pasal 125 ayat 4 UUPT
menentukan bahwa dalam hal Pengambilalihan dilakukan oleh Badan Hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum Pengambilalihan harus berdasarkan keputusan
RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan
pengambilan keputusan RUPS sebagaiman dimaksud dalam pasal 89 UUPT (jadi kuorum untuk pengambilaiahan sama
dengan kuorum untuk menguabha anggaran dasar Perseroan)
C.
Tahapan/Proses Pengambilalihan yang dilakukan
melalaui Direksi Perseroan
Jika Pengambilalihan dilakukan melalui Diresksi
perseroan, maka tahpan Pengambilalihan tersebut ada;lah sebagai berikut:
1.
Pihak yang akan
mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan Pengambialihan kepada
Direksi Perseroan yang akan diambil alih (pasal 125 ayat 5);
2.
Direksi Perseroan yang akan mengambil
alih dan Perseroan yang akan diambil alih dengan persetujuan Dewan Komisaris menyurun
RANCANGAN PENGAMBIL ALIHAN yang
berisikan sekurang-kurangnya hal-hal sebagaimana disebutkan dalam pasal 125
ayat 6..
3.
Direksi Perseroan yang akan
melakukan Pengambil alihan wajib
mengumumkan RINGKASAN RANCANGAN PENGGABUNGAN
paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara
tertulis kepada karyawan dari Perseroan ybs dalam jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.(pasal 127 ayat 2). Pengumuman
tersebut memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat
memperoleh Rancangan tersebut di Kantor Perseroan terhitung sejak tanggal
pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.(pasal 127 ayat 3)
4.
KREDITOR dapat mengajukan
keberatan kepada perseroan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas)
hari setelah pengumuman tersebut mengenai Pengambilalihan sesuai dengan
rancangan tersebut. (pasal 127 ayat 4). Jika dalam jangka waktu tersebuyt
Kreditor tidak mengajukan keberatan maka Kreditor dianggap menyetujui
Penggabungan. (pasal 127 ayat 5)
5.
Penyelesaian keberatan yang
diajukan oleh Kreditor. Jika sampai pada hari RUPS keberatan tersebut tidak
dapat diselesaikan oleh Direksi maka
keberatan tersebut disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian.
(pasal 127 ayat 6).Selama peneylesaian belum tercapai maka penggabungan,
peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan tidak
dapat dilaksanakan. (Pasal 127 ayat 7)
6.
RANCANGAN PENGAMBIL ALIHAN diajukan kepada RUPS masing-masing untuk
mendapat persetujuan. (pasal 127 ayat 1)
7.
RANCANGAN PENGAMBIL ALIHAN yang telah disetujui oleh RUPS dituangkan
dalam AKTA PENGAMBIL ALIHAN oleh Notaris
dalam Bahasa Indonesia. (pasal 128 ayat 1)
8.
Salinan Akta penggabungan
Perseroan dilampirkan pada penyampaian peberitahuan kepada Menteri tentang
perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 2. (pasal 131
ayat 1)
D.
Pengambilalihan yang dilakukan langusng kepada
para pemegang saham
Pasal 125 ayat 7 UUPT menentukan bahwa ketentuan pasal 125 ayat 5 dan ayat 6 UUPT tidak berlaku bagi pengambil alihan yang dilakukan langsung dari
pemegang saham. Jadi disini tidak perlu
ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada Direksi Perseroan dan pembuatan
Rancangan Pengambil alihan.
Pasal 125 ayat 8 UUPT menentukan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 127 ayat 2, 4, 5, 6 dan ayat 7 UUPT mutatis mutandis
berlaku bagi pengumuman dalam rangka pengambilalihan saham yang dilakukan langsung
kepada pemegang saham dalam Perseroan sebagaimana dimaksud dalam pasal 125.Jadi sebelum dilakukannya
pengambilalihan maka terlebih dahulu harus diumumkan
secara tertulis kepada karyawan Perseroan, yang wajib dilakukan dalam jangka waktu 30 hari sebelum
dilakukannya RUPS.
Pengambil alihan dalam hal ini dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan AD Perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham dan
perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain. (pasal 125 ayat
8 UUPT)
Salinan Akta Pemindahan Hak atas saham wajib dilampirkan pada
penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang
saham. (pasal 131 ayat 2 UUPT)
Tks, smoga bermanfaat
Salam
Note:
Diskusi dan pertanyan lebih lanjut dapat dilakukan pada saat [elatihan yang akan kami adakan .
PELATIHAN PRAKTEK PEMBUATAN AKTA NOTARIS DAN AKTA PPAT SERTA STRATEGI NOTARIS/PPAT MENGHADAPI GUGATAN PERDATA
Menyambung pengumuman terdahulu, kami LP3H “INP Jakarta”, akan mengadakan PELATIHAN PRAKTEK PEMBUATAN AKTA NOTARIS DAN PPAT SERTA STRATEGI NOTARIS/PPAT MENGHADAPI GUGATAN PERDATA, yang akan kami laksanakan pada hari Sabtu (tanggal 7 Maret 2015) dan hari Minggu (tanggal 8 Maret 2015), pukul 09.00 – 15.30, biaya Rp. 1.500.000.- , Bertempat di Hotel Sentral, Jln Pramuka, Jakarta Pusat, pendaftaran peserta mulai 12 Pebruari 2015 sampai dengan tanggal 1 Maret 2015, dengan cara transfer biaya pendaftaran ke rekening Bank BCA KCP Pondok Gede no. Rek: 6870326112 atas nama Alwesius SH, dan kirim bukti transfer ke alwesius_notaris@yahoo.co.id, atau bbm (pin BB 5188269C) dengan menyebut NAMA LENGKAP PESERTA (SEBUTKAN JUGA NAMA PEMEGANG REKENING YG MEMBAYAR), dan asli bukti transfer wajib dibawa pada saat pelaksanaan. .
Menyambung pengumuman terdahulu, kami LP3H “INP Jakarta”, akan mengadakan PELATIHAN PRAKTEK PEMBUATAN AKTA NOTARIS DAN PPAT SERTA STRATEGI NOTARIS/PPAT MENGHADAPI GUGATAN PERDATA, yang akan kami laksanakan pada hari Sabtu (tanggal 7 Maret 2015) dan hari Minggu (tanggal 8 Maret 2015), pukul 09.00 – 15.30, biaya Rp. 1.500.000.- , Bertempat di Hotel Sentral, Jln Pramuka, Jakarta Pusat, pendaftaran peserta mulai 12 Pebruari 2015 sampai dengan tanggal 1 Maret 2015, dengan cara transfer biaya pendaftaran ke rekening Bank BCA KCP Pondok Gede no. Rek: 6870326112 atas nama Alwesius SH, dan kirim bukti transfer ke alwesius_notaris@yahoo.co.id, atau bbm (pin BB 5188269C) dengan menyebut NAMA LENGKAP PESERTA (SEBUTKAN JUGA NAMA PEMEGANG REKENING YG MEMBAYAR), dan asli bukti transfer wajib dibawa pada saat pelaksanaan. .
Selasa, 17 Februari 2015
ALWESIUS BICARA SEGALANYA TENTANG NOTARIS DAN PPAT: BEBERAPA CATATAN BERKAITIAN DENGAN PUTUSAN PRAPER...
ALWESIUS BICARA SEGALANYA TENTANG NOTARIS DAN PPAT: BEBERAPA CATATAN BERKAITIAN DENGAN PUTUSAN PRAPER...: BEBERAPA CATATAN BERKAITAN DENGAN PUTUSAN PRAPERADILAN “BG” Oleh : Alwesius, SH, MKn 1. Pendahuluan Putusan pra peradilan be...
BEBERAPA CATATAN BERKAITIAN DENGAN PUTUSAN PRAPERADILAN “BG”
BEBERAPA
CATATAN BERKAITAN DENGAN PUTUSAN
PRAPERADILAN “BG”
Oleh
: Alwesius, SH, MKn
1. Pendahuluan
Putusan
pra peradilan berkaitan dengan gugatan “BG” berkaitan dengan status tersangka yang
doberikannya telah dibacakan oleh hakim Sarpin pada hari Senin tanggal 16
Pebruari 2015.
Dengan
dibacakannya putusan tersebut maka bagi mereka yang berpihak kepada “BG” langusng
meluapkan kegembiraannya atas kemenagan mereka, sedangkan bagian mereka yang
berpihak kepada ‘KPK” hal ini dianggap sebagai awal dari suatu serangan balik
oleh para koruptor.
Terlepas
dari masalah pro kontra tersebut, putusan telah dibacakan dan tentunya kita
harus menghormati kepeutusan tersebut, sebab biar bagaimanapun juga hal
tersebut merupakan sutau keputusan hakim yang bebas dan mandiri. Bagi pihak KPK
yang meresa keberatan atas keputusan hukum tersebut tentunya dapat melakukan
keberatan-keneratan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. KPK dapat mengajukan
keberatan kepada Mahkamah Agung atas keputusan tersebut dengan menyampaikan
dalil-dalil hukum yang kuat agar keberatannya dapat diterima.
Walaupun
keputusan hakim tersebut harus kita hormati, namun kita dapat saja melakukan
penilaian atas keputusan dalam kasus BG tersebut. Tentunya penilaian yang kita ilakukan
harus mepunyai alasan yang cukup berdasarr, jika tidak mau dikatakan asal
jeplak.
2. Ketentuan mengenai Pra Peradilan di
dalam KUHAP
Di
dalam KUHAP ketentuan mengenai pra peradilan ini diatur di dalam pasal 10
KUHAP, yang menyebutkan :
“
Praperadilan adalah
wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini,
tentang:
a.
sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan
atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b.
sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
atas permintaan demi tegaknya
hukum dan keadilan;
c.
permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain
atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan
ke pengadilan.
Berdasarkan asas
Legalitas yang kita anut sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 1 KUHP dan
berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 KUHAP tersebut serta dikaitkan dengan
ketentuan pasal 3 KUHAP yang mementukan “Peradilan
dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini” maka jelas bahwa apa yang ditentukan
didalam pasal 10 mengenai pra peradilan tersebut bersifat limitatif. Jadi terhadap
alasan untuk diajukannya pra peradilan menurut penulis tidak dapat dilakukan penambahan
lain untuk mengajukan pra peradilan.Seandainya pun hendak ditambah tentunya
harus melalui perubahan UU.
3. Bebarapa catatan berkaitan dengan putusan
pra peradilan “BG”
Walaupun
penulis belum membaca secara lengkap putusan yang telah dicakan oleh hakim Sarpin,
namun dari apa yang penulis dengan melalui siaran di televisi, penulis henadk
memberi bberapa catan berkaitan dengan putusan tersebut, yang sekurang-kurang
menggelitik penulis untuk mengungkapkan pikiran penulis dalam tulisan ini.
Adapun
catatan penulis berkaitan dengan tulisan
tersebut adalah:
a.
Alasan
untuk mengajukan pra peradilan bersifat limitatif
Pasal 1 angka 10 KUHAP telah mengatur secara tegas mengenai maksud atau
pengertian atau definisi dari “pra
peradilan”, yang didalamnya mengatur hak-hak yang menjadi alsan atau dasar
diajukannya pra peradilan. Apa yang
dimaksud pra peradilan dicantumklan didalam pasal 1 yang mengtur mengenai pengertian
atau definisi dari suatu istilah yang dipakai di dalam KUHAP. Hal ini lazim
diketemukan di dalam semua undang-undang maupun
di dalam suatu perjanjian/kontrak.
Dengan melihat pada tempat pengaturannya, yaitu pada ketentuan yang
mengatur mengenai “difinis/isitilah/pengertian, hal
tersebut tentunya dimaksudkan untuk memberikan pengertian yang bersifat
membatasi agar tercapainya suatu kepastian mengenai arti atau makna dari
sitilah itu. Istilah yang dimasukan didalam ketentuan umum yang mengatur
mengenai difisi atau istilah atau pengertian dimaksudkan agar hal tersebut
mejadi acuan atau pegangan didalam mengartikan atau menggunakan istilah
tersebut. Dengan adanya ketentuan tersebut maka dipeoleh suatu kepastian atau
kepastian hukum bahwa istilah itu tidak akan diperluas melebihi dari apa yanbg
telah ditentukan didalamnya, kecuali ketentuan itu sendiri yang membolehkannya
untuk diperluas.( Definisi - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
id.wikipedia.org/wiki/Definisi)
Disamping itu tentunya kita berpegang pada asas Legalitas sebagaimana
telah penulis sebutkan di atas.
Bersasarkan hal tersebut maka menurut penulis tidak tepat jika hakim memperluas
makna ketentuan pasal 1 angka 10 KUAP tersebut.
b.
Pra
peradilan merupakan “hak tersangka”
Para
sarjana hukum tentunya sepakat bahwa mengajukan pra peradilan merupakan hak
tersangka. Orang yang tidak berstatus
tersangka tentunya tidak dapat mengajukan pra peradilan. Pra peradilan dapat
diajukan oleh keurga tersangka maupun pihak lain yang telah mendapat kuasa dari
tersangka.
Karena
pra peradilan merupakan “hak tersangka” maka orang yang mengajukan pra
peradilan haruslah berstatus “tersangka” (dan mengakui statusnya tersebut) dan
karenanya ia harus menerima statusnya tersebut. Jika ia tidak mengakui
statusnya tentu akibatnya ia tidak dapat menggunakan hak-hak yang melekat pada
tersangka. Seandainya ada keberatan berkaitan dengan statusnya sebagai
tersangka maka keberatan itu hanya dapat diajukan pada proses pengadilan bukan dalam proses pra peradilan.
c.
Polisi
adalah merupalan aparat penegak hukum
Hakim
sarpin dalam putusannya menyatkan bahwa BG bukan penegak hukum dengan
alasan-alsan yang tersusun secara sistimatis untuk mendukung alasannya.
Mendengar hal tersebut penulis sempta terperangah sejenak, apakah benar
demikian, apakah benar hanya polisi yang bertindak sebagai penyelidik dan penyidik
yang dapat masuk sebagai “penegak hukum”.
Secara
sosiolgis tidak ada seorangpun yang akan membantah bahwa kepolisian adalah
lembaga penegang hukum, oleh karenea itu semua orang berdimas sebagai polisi
adalah merupakan aparat penegak hukum.
Secara
yuridis apakah polisi merupakan penegak hukum atau bukan, tentunya kita harus
melihat pada peraturan perundang-undangan yang mengatur menegnai kepolisian
serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pegak hukum.
Yang
pertama kita lihat tentunyan UU yang mangtaiurb mengenai kepolisian, yaitu UU
Nomor 2 tahun 2002 (UU Kepolisian).
Pasal
1 angka 1 UU Kepolisian menenetkan bahwa “ Kepolisian
adalah segala
hal ihwal yang
berkaitan dengan
fungsi dan
lembaga polisi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Dan selanjutnya kita melihat ketentuan
pasal 2 nya yang menentukan “Fungsi
kepolisian adalah salah satu fungsi
pemerintahan negara di bidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat.
Dari pengertian kepolisian sebagaimana imakusd di dalam ketentuan
pasal 1 angka 1 dikaitkan dengan pasal 2
UU Kepolisian jelas bahwa kepolisian aa;lah merupakan lembaga penegak hukum. Hal
tersebut juga ditentukan dio dalam Pasal 3 yang berbunyi:
“Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam
negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan
tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan
kepada masyarakat, serta terbinanya
ketenteraman masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak asasi
manusia.
Dan pasal 5 UU Kepolisian yang menentukan:
“(1) Kepolisian Negara Republik
Indonesia merupakan alat
negara yang
berperan dalammemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam
negeri.
(2) Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan
satu kesatuan dalam
melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1).”
Dan selanjutnyan
dapat kita lihat didalam pasal 1 ayat 3 UU Kepolisian yang menentukan “Pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia
adalah anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum
Kepolisian.” Serta juga tugas pokok
Kepolkisian Negara Republik Indomesia, yang diatur di dalam Pasal 13 UU
Kepolisian yang menentukan “
“Tugas pokok Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum;
dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”
Nerdasarkan
uraian diatas menuerut penulis tidak dapat
lagi disangkal bahwa kepolisian Negara Republik Indonesia adalah merupakan
lembaga penegak hukum, dengan demikian semua anggota kepolisian Negara Republik
Indonesia adalah merupakan aparat penegak hukum, termasuk tentunya “BG” sebagai
seorang polisi beliau adalah seorang penegak hukum, tanpa melihat jabatan apa
yang diembannnya di internal kepolisian.
Tks
Alwesius.SH,
MKn
Kamis, 12 Februari 2015
ALWESIUS BICARA SEGALANYA TENTANG NOTARIS DAN PPAT: PELATIHAN PRAKTEK PEMBUATAN AKTA NOTARIS DAN AKTA ...
ALWESIUS BICARA SEGALANYA TENTANG NOTARIS DAN PPAT: PELATIHAN PRAKTEK PEMBUATAN AKTA NOTARIS DAN AKTA ...: PELATIHAN PRAKTEK PEMBUATAN AKTA NOTARIS DAN AKTA PPAT SERTA STRATEGI NOTARIS/PPAT MENGHADAPI GUGATAN PERDATA Menyambung pengumuman t...
PELATIHAN PRAKTEK PEMBUATAN AKTA NOTARIS DAN AKTA PPAT SERTA STRATEGI NOTARIS/PPAT MENGHADAPI GUGATAN PERDATA
PELATIHAN PRAKTEK PEMBUATAN AKTA NOTARIS DAN AKTA PPAT SERTA STRATEGI
NOTARIS/PPAT MENGHADAPI GUGATAN PERDATA
Menyambung pengumuman terdahulu, kami LP3H “INP Jakarta”, akan mengadakan PELATIHAN
PRAKTEK PEMBUATAN AKTA NOTARIS DAN PPAT SERTA STRATEGI NOTARIS/PPAT
MENGHADAPI GUGATAN PERDATA, yang akan kami laksanakan pada hari Sabtu (tanggal 7 Maret
2015) dan hari Minggu (tanggal 8 Maret 2015), pukul 09.00 – 15.30, biaya Rp. 1.500.000.- , Bertempat di
Hotel Sentral, Jln Pramuka, Jakarta Pusat, pendaftaran peserta mulai 12 Pebruari 2015 sampai dengan
tanggal 1 Maret 2015, dengan cara transfer biaya pendaftaran ke rekening Bank BCA KCP Pondok
Gede no. Rek: 6870326112 atas nama Alwesius SH, dan kirim bukti transfer ke
alwesius_notaris@yahoo.co.id, atau bbm (pin BB 5188269C) dengan menyebut NAMA LENGKAP
PESERTA (SEBUTKAN JUGA NAMA PEMEGANG REKENING YG MEMBAYAR), dan asli bukti
transfer wajib dibawa pada saat pelaksanaan. .
Pengajar:
- Irma Devita, SH, MKn
-DR. Habib Adjie, SH
-Alwesius, SH. MKn.
Peserta memperoleh :
- bahan pelatihan (Hard Copi dan Soft Copi)
- 2 x coffee break dan makan siang.
-sertifikat
Informasi: Sekretariat "INP" Jakarta, Kantor Notaris R.Suryawan B. Prasetio. SH, Jln.Kramat Raya No.
23 J, Jakarta Pusat, Telp:021-3100337 (Sdr. Herry)
Tks.Tempat terbatas.
MATERI PELATIHAN :
1. Pembuatan akta berkaitan dengan jaminan utang/kredit dan permasalahannya.
2. Pembuatan akta PPAT dan permasalahannya
3. Masalah penjaminan tanah yang masih dalam tahapan PPJB
4. Permasalahan hukum di dalam praktek Notaris/PPAT dan cara mengeatasi permasalahan yang ada
.
5. Strategi bagi Notaris/PPAT didalam menghadapi gugatan perdata
NB: Yang sudah membayar tidak dapat dibatalkan tapi dapat diganti dengan peserta lain.
Salam.Alwesius.SH,MKn.
Sabtu, 07 Februari 2015
ALWESIUS BICARA SEGALANYA TENTANG NOTARIS DAN PPAT: PEMBUBARAN, LIKUIDASI DAN BERAKHIRNYA STATUS BADAN...
ALWESIUS BICARA SEGALANYA TENTANG NOTARIS DAN PPAT: PEMBUBARAN, LIKUIDASI DAN BERAKHIRNYA STATUS BADAN...: PEMBUBARAN, LIKUIDASI DAN BERAKHIRNYA STATUS BADAN HUKUM. Oleh : Alwesius SH, MKn Notaris - PPAT Kabuapten Tangerang 1. ...
PEMBUBARAN, LIKUIDASI DAN BERAKHIRNYA STATUS BADAN
HUKUM.
Oleh : Alwesius SH, MKn
Notaris - PPAT Kabuapten Tangerang
1.
SEBAB-SEBAB PEMBUBARAN
Pembubaran
Perseroan terjadi:
a.
berdasarkan keputusan RUPS;
b.
karena jangka waktu berdirinya
yag ditetapkan dalam AD telah berakhir;
c.
berdasarkan penetapan
pengadilan;
d.
dengan dicabutnya kepailitan
berdasarkan putusan pengadilan niaqga yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap, harta pailitPerseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
e.
karena harata pailit Perseroan
yang telah dinyatakan pailit berada dalamn keadaan insolvensi sebagaimana
diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU;
f.
karena dicabutnya izin usaha
Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. (pasal 142 ayat 1 UUPT)
2.
AKIBAT PEMBUBARAN.
Dalam hal
terjadi pembubaran Perseroan :
a.
wajib diikuti dengan likuidasi
yang dilakukan oleh Likuidator atau kurator;(pasal 142 ayat 2 huruf a UUPT)
b.
Perseroan tidak dapat melakukan
perbuatan hukum, kecxuali diperlukan untuk pembereesan semua urusan Perseroan
dalam rangka likuidasi.(pasal 142 ayat 2 b UUPT)
Jika
dilakukan pelanggaran terhadap ketentuan ini maka anggota Direksi, anggota
Dewan komisaris dan Perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng. (pasal
142 ayat 5 UUPT)
Sejak
saat pembubran pada setiap surat
keluar Perseroan dicantumkan kata “dalam likuidasi” di belakang nama Perseroan.
(pasal 143 ayat 2 UUPT)
3.
BERAKHIRNYA STATUS BADAN HUKUM.
Pembubaran
Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum sampai
dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh
RUPS atau Pengadilan. (pasal 143 ayat 1 UUPT)
4.
PEMBUBARAN BERDASARKAN KEPUTUSAN RUPS.
Direksi,
Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling
sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS.
Keputusan
RUPS tentang pembubaran sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 87 ayat 1 (putusan secara musyawarah) dan pasal 89 (RUPS
untuk Penggabungan = kuorum 3/4) (pasal 144 ayat 2 UUPT).
Pembubaran
Perseroan tersebut dimuali SEJAK SAAT YANG DITETAPKAN DALAM KEPUTUSAN RUPS.
(pasal 144 ayat 3 UUPT)
5. TAHAPAN/PROSES PEMBUBARAN MELALUI RUPS SAMPAI BERAKHIRNYA STATUS
BADAN HUKUM
1.
RUPS pembubaran PT.
2.
Likuidator dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari terhitung tanggal pembubaran wajib memberitahukan :
a. kepada semua kreditor mengenai
pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam Surat
Kabar dan BNRI; dan
b.
pembubaran Perseroan kepada
Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi;
(pasal
147 ayat 1 UUPT)
3.
Pemberesan oleh
Likuidator;(pasal 149 UUPT)
4.
Likuidator menyampaikan
pertanggungjawabannya kepada RUPS. (pasal 152 UUPT)
5.
Likuidator dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban
likuidator diterima RUPS, menyampaikan
pemberitahuan kepada Menteri dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam
Surat kabar
setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada Likuidator. (pasal 152 ayat
3 jo ayat 7 UUPT)
6. Menteri mencatat berakhirnya
status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari daftar
Perseroan.(pasal 153 ayat 5 UUPT)
7.
Menteri mengumumkan dalam BNRI.
(pasal 152 ayat 8 UUPT)
CATATAN: Dalam hal ini ada 2 (dua) kali akses ke sistem AHU : Pertama perihal pembubarannnya dan kedua setelah selesai dilakukannya likuidasi, masing-masing dengan memperhatikan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari) tersebut.
6.
PEMBERITAHUAN KEPADA KREDITOR
Pemberitahuan
kepada Kreditor tersebut memuat:
a.
pembubaran Perseroan dan dasar
hukumnya;
b.
nama dan alamat likuidator;
c.
tata cara pengajuan tagihan;
dan
d.
jangka waktu pengajuan
tagihan.(pasal 147 ayat 2 UUPT)
Jangka
waktu pengajuan tagihan adalah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
pengumuman tersebut. (pasal 147 ayat 3 UUPT)
Kreditor
yang mengajukan tagihan dalam jangka waktu tersebut, kemudian ditolak oleh
Likuidator dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu
paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan. (pasal
150 ayat 1 UUPT)
Kreditor
yang belum mengajukan tagihan dapat mengajukan tagiahnnya melalui pengadilan
negeri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran Perseroan
diumumkan dalam Surat
kabar dan BNRI. (pasal 150 ayat 2 UUPT)
Tagihan tersebut dapat dilakukan dalam hal
terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi yang diperuntukkan bagi pemegang saham.
(pasal 150 ayat 3 UUPT)
Jika sisa
kekeyaan tersebut tel;ah dibagaikan kepada pemegang saham maka PN t
memerintahkan kepada Likuidator untuk menarik kembali sisa hasil kekayaan
tersebut. (pasal 150 ayat 4 UUPT)
Pemegang
saham wajib mengembalikan sisa kekayaan tersebut secara proporsional. (pasal
150 ayat 5 UUPT)
7.
PEMBERITAHUAN KEPADA MENTERI
Pemberitahuan
nkepada Menteri wajib dilengkapi dengan bukti:
a.
dasar hukum Pembubaran
Perseroan;
b.
pemberitahuan kepada Kreditor
dalam Surat Kabar.
(pasal
147 ayat 4 UUPT)
8 AKIBAT TIDAK DILAKUKANNYA PEMBERITAHUAN KEPADA KREDITOR DAN MENTERI
Dalam hal
pemberitahuan kepada Kreditor dan Menteri belum dilakukan,maka pembubaran
Perseroan TIDAK BERLAKU BAGI PIHAK KETIGA. (pasal 148 ayat 1 UUPT)
Dalam hal
likuidator lalai melakukan pemberitahuan tersebut, likuidator secara tanggung
renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak
ketiga. (pasal 148 ayat 2 UUPT)
Smoga bermanfaat
Tks
Alwesius
Langganan:
Postingan (Atom)