Kamis, 11 Agustus 2011

ANAK ANGKAT DALAM KAITANNYA DENGAN PENJUALAN HARTA WARISAN

Dalam praktek pembuatan akta Jual Beli, khususnya yang berkaitan dengan jual beli tanah warisan ada kemungkinan didalamnya  terdapat  masalah  anak angkat.

Bagi mereka yang tunduk pada KUHPerdata masalah anak angkat tidak ada persoalan sebab sesuai ketentuan S.1917 No. 129 anak angkat (anak adopsi) mempunyai kedudukan yang sama dengan anak sah. Jadi hak bagiannya dalam pewarisan sama dengan anak sah. Sehingga dalam pembuatan akta berkaitan dengan jual beli tanah warisan kita lebih mudah untuk menentukan siapa-siapa yang terlibat atau berhak untuk melakukan penjualan tanah warisan yang bersangkutan. 

Misalnya A meninggal dunia meninggalkan isteri ny. B, seorang anak sah C dan seorang anak adopsi D. Dalam hal ini maka kita minta para pihak untuk melengkapi data antara lain beruapa bukti perkawinan (akta perkawinan A0, akta kematian A, Kartu Keluarga A, akta klehairan B dan C serta surat penetapan pengadilan mengeani adopsi C oleh A.  

Bagaimana jika yang hendak melakukan jual beli tanah tersebut ternayat tunduk pada hukum Islam?

Jika yang hendak melaksanakan penjualan tanah tersebut adalah mereka yang tunduk pada hukum Islam maka kita sebagai PPAT harus bertindak hati-hati dalam menghadapi pembauatn akta tersebut.

Dalam hukum Islam pada prinsipnya anak angkat tidak berhak mewaris. 

Berdasarkan hal tersebut dari pengamatan penulis dalam praktek pembuatan akta, ada Notaris atau PPAT yang berpendapat bahwa untuk pelaksanaan jual beli tanah warisan tersebut tidak perlu melibatkan anak angkat yang bersangkutan (anak angkat tidak perlu diminta persetujuannya untuk pelaksanaan penjualan tersebut) karena anak angkat tersebut bukan merupakan ahli waris dan karenanya tidak berhak atas harta warisan ayah angkatnya yang hendak dijual tersebut.  Pengabaian anak angkat tersebut lebi8h diperkuat dengan adanya Surat Ketrangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris yang dikuatkan oleh Lurah dan Camat yang tidak mencantumkan anak anagkat tersebut sebagai ahli waris. 

Pendapat tersebut ada benarnya, tapi menurut penulis dapat menimbulkan permasalahan berkaitan dengan pelaksanaan jual beli tanah tersebut. Kenapa demikian?

Penulis berpendapat demikian oleh karena adanya ketentuan Pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menentukan bahwa terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) dari harta warisan orang tua angkatnya.  

Ketentuan pasal 209 ayat (2) KHI tersebut jelas memberikan hak bagi seorang anak angkat  atas harta warisan orang tua angkatnya. Jika hak tersebut diabaikan maka anak angkat yang bersangkutan dapat menuntut pelaksanaannya/pemenuhannya  melalui pengadilan.

Sehubungan dengan hal tersebut penulis menyarankan dalam pembutan akta jual beli berkaitan dengan tanah warisan, jika didalamnya terdapat anak angkat maka kita sebaiknya meminta anak angkat tersebut dilibatkan untuk melaksanakan penjualan tersebut, sekalipun misalnya dalam SKAW yang telah dibuat anak angkat tersebut ternyata tidak dimasukkan sebagai ahli waris.Masalah pembagian hasil penjualan tanah tersebut kita serahkian kepada para pihak untuk menyelesaikannya secara musyawarah. 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar