Rabu, 17 Agustus 2011

PERMASALAHAN DALAM PEMBUATAN AKTA OLEH ANAK YANG TELAH MENCAPAI USIA 18 TAHUN AKAN TETAPI BELUM MENCAPAI USIA 21 TAHUN

Sejak lahirnya UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sampai hari ini masih terdapat perbedaan  pendapat mengenai usia dewasa dalam melakukan perbuatan hukum.

Berdasarkan ketentuan KUHPerdata,  usia dewasa untuk melakukan perbuatan hukum  adalah mereka yang telah genap mencapai usia 21 tahun atau telah melangsungkan perkawinan sebelum mencapai usia 21 tahun (Pasal 330 KUHPerdata). Anak-anak yang belum mencapai usia 21 tahun berada dibawah kekuasaan orang tua atau perwalian (Pasal 299 jo 330 KUHPerdata). Anak yang belum mencapai usia 21 tahun (belum dewasa) akan diwakili oleh orang tua atau walinya untuk melakukan perbuatan hukum.   

Jadi berdasarkan KUHPerdata sangat jelas ditentukan bahwa mereka yang belum mencapai usia 21 tahun adalah belum dewasa dan mereka berada dibawah kekusaan orang tua atau walinya.

UU Perkawinan tidak mengatur mengenai usia dewasa untuk melakukan perbuatan hukum. Namun UU Perkawinan menentukan bahwa anak yang belum mencapai usia 18 tahun berada dibawah kekuasaan orang tua atau walinya (Pasal 48 dan 50 UU Perkawinan). 

Berdasarkan ketentuan UU Perkawinan tersebut, terdapat perbedaan pendapat diantara para sarjana menyangkut usia dewasa untuk melakukan perbuatan hukum setelah berlakunya UU Perkawinan tersebut. Ada pendapat yang menyatakan bahwa usia dewasa saat ini adalah 18 tahun, namun ada pula yang tetap berpendapat bahwa usia dewasa saat ini tetap 21 tahun seperti yang ditentukan dalam KUHPerdata.  

Batas usia dewasa yang mana yang kita pakai dalam menjalankan jabatan selaku Notaris atau PPAT? 

Permasalahan jika kita menganut usia dewasa adalah 18 tahun.

Bagi Notaris dengan adanya ketentuan Pasal 39 ayat 1 UUJN memang tidak diragukan lagi bahwa seseorang untuk dapat bertindak sebagai penghadap untuk membuat akta harus telah berusia 18 tahun. Akan tetapi apakah dengan adanya ketentuan Pasal 39 ayat 1 UUJN tersebut berarti UUJN menentukan bahwa usia dewasa bagi seseorang untuk melakukan perbuatan hukum adalah 18 tahun.

Penulis berpendapat bahwa UUJN tidak menentukan bahwa usia dewasa untuk melakukan perbuatan hukum adalah 18 tahun. Kenapa demikian? Disamping karena UUJN tidak menyatakan secara tegas hal tersebut, juga karena di dalam Pasal 39 ayat 1 UUJN tersebut disyaratkan bahwa disamping telah mencapai usia 18 tahun, seseorang untuk dapat bertindak sebagai penghadap harus memenuhi syarat lain yaitu cakap melakukan perbuatan hukum. 

Pendapat penulis tersebut didasarkan pada ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata, yang menentukan pada asasnya setiap orang dianggap cakap untuk membuat perjanjian ("cakap untuk melakukan perbuatan hukum"), kecuali jika oleh UU dinyatakan tidak cakap (Pasal 1329 KUHPerdata).Orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian (tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum) antara lain adalah anak yang belum dewasa (Pasal 1330 KUHPerdata).

Disamping masalah tersebut,  masalah lain adalah masalah dalam praktek pembuatan akta PPAT. Masalah yang ada adalah masalah perbedaan pendapat di kalangan Badan Pertanahan Nasional berkaitan dengan batas usia dewasa tersebut. Hal tersebut berdampak ditolaknya pendaftaran atas akta-akta yang dibuat oleh mereka yang belum mencapai usia 21 tahun.

Permasalahan jika kita tetap menganut usia dewasa adalah 21 tahun

Jika kita tetap menganut usia dewasa adalah 21 tahun, akan timbul jika yang akan membuat akta tersebut adalah anak yang telah mencapai usia 18 tahun atau lebih tapi belum mencapai 21 tahun. Permasalahannya adalah menyangkut siapa yang berwenang melakukan perbuatan hukum tersebut. 

Pertanyaan tersebut timbul oleh karena bagi mereka yang telah berusia 18 tahun akan tetapi belum mencapai 21 tahun tidak lagi berada dibawah kekuasaan orang tua atau walinya. Jadi karena mereka belum dewasa maka mereka tidak dapat melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan, sedangkan orang tua mereka tidak dapat mewakili mereka karena mereka tidak lagi berada dibawah kekuasaan orang tua atau perwalian.Bagaimana dengan pembuatan akta yang bersangkutan? Apakah harus ditolak atau bagaimana? atau tetap berjalan  yang terjadi dalam praktek sekarang ini, dimana anak yang bersangkutan diwakili oleh orang tuanya (tanpa disadari oleh PPAT ybs bahwa orangtuanya tersebut bukan lagi sebagai walinya. Apa akibat hukum terhadap aktanya). 

Demikian tulisan ini penulis kemukakan agar kita bersama dapat mencari jalan keluarnya antara lain mudah-mudahan dapat ditampung didalam Revisi UUJN sebagai permasalahan yang harus mendapat perhatian.

Tks






    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar