Catatan ringkas
terkait hak Perseroan untuk membeli kembali saham yang telah ditempatkan
Oleh :
Alwesius. S.H., M.Kn[1]
1.
Pembelian kembali saham oloeh Perseroan
Pembelian kembali saham
oleh Perseroan atau dikenal juga dengan Buy Back Saham kadalah merupakan
tindakan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk membeli Kembali saham yang telah
dikeluarkan atau ditempatkan oleh Perseroan. Pembelian tersebut dilakukan atas
saham-saham yang telah menjadi hak milik atau telah dimiliki oleh pemegang
saham.
Pembelian kembali saham
Perseroan tersebut mengakibatkan jumlah saham yang telah ditempatkan dan
disetor oleh Perseroan menjadi
berkurang. Hal tersebut tentunya mengakibatkan berkiurangnya jumlah saham yang
dimiliki oleh para pemegang saham atau jumlahj saham yang beredar di
masyarakat.
2.
Persyaratan dalam pembelian lembali saham oleh
Perseroan
a.
Tidak boleh menyebabkan kekayaan bersih Perseroan
menjadi lebih kecil dari jumlah modal ytang ditempatrkan ditambah cadang wajib
yang telah disisihkan
Pasal 37 ayat (1) huruf a UUPT menentukan:
“Perseroan
dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan, dengan ketentuan:
a.
pembelian kembali saham tersebut tidak
menyebabkan kekayaan bersih Perseroan
menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan
wajib yang telah disisihkan … “.[2]
Jadi dalam hal terjadi pembelian Kembali saham yang
telah ditempatkan atau telah menkjadi milik pemegang saham pembelian Kembali
tersebut tidak boleh mengakibatkan pembelian kembali saham tersebut tidak
menyebabkan kekayaan bersih Perseroan
menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan
wajib yang telah disisihkan.[3]
Yang dimaksud dengan “kekayaan bersih” Perseroan adalah
seluruh harta kekayaan Perseroan dikurangi seluruh kewajiban Perseroan sesuai
dengan laporan keuangan terbaru yang disahkan oleh RUPS dalam waktu 6 (enam)
bulan terakhir. Sedangkan cadangan wajib adalah cadangan yang wajib disisihkan
dalam jumlah tertentu dari laba bersih yang diperoleh Perseroan dalam setiap
tahun buku.
Kewajiban
penyisihan untuk Cadangan wajib tersebut berlaku apabila Perseroan mempunyai saldo laba
yang positif. Penyisihan laba bersih dilakukan sampai cadangan mencapai paling
sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor.
Cadangan wajib yang belum mencapai jumlah tersebut hanya boleh dipergunakan
untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain. Ketentuan
paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan
disetor dinilai sebagai jumlah yang layak untuk cadangan wajib.
Yang dimaksud dengan “laba bersih” adalah keuntungan
tahun berjalan setelah dikurangi pajak. Yang dimaksud dengan “saldo laba yang
positif” adalah laba bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan yang telah
menutup akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya.
Cadangan wajib tidak harus selalu berbentuk uang
tunai, tetapi dapat berbentuk aset lainnya yang mudah dicairkan dan tidak dapat
dibagikan sebagai dividen. Sedangkan yang dimaksud dengan “cadangan lainnya”
adalah cadangan di luar cadangan wajib yang dapat digunakan untuk berbagai
keperluan Perseroan, misalnya untuk perluasan usaha, untuk pembagian dividen,
untuk tujuan sosial, dan lain sebagainya.
b.
Jumlah nilai nominal seluruh saham yang
dibeli kembali oleh Perseroan dan Gadai saham atau Jaminan Fiducia atas saham yang
dipegang Perseroan
Pasal 37 ayat (1) huruf b UUPT menentukan:
“Perseroan dapat membeli kembali saham yang
telah dikeluarkan, dengan ketentuan: …
b. Jumlah
nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan Gadai saham
atau Jaminan Fiducia atas saham yang
dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang
sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10 % (sepuluh persen) dari
jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.[4]
Ketentuan tersebut
berarti dalam hal Perseroan membeli kembali saham Perseroan maka jumlah nilai
nominal seluruh saham yang dipegang sendiri oleh Perseroan dan/atau dipegang
Perseroan lain yang sahamnya
secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10 % (sepuluh persen) dari
jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan. Penyimpangan
dari larangan tersebut hanya dapat dibenarkan apabila diatur lain dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal dalam bentuk jaminman Gadai dan/atau Jaminan Fidusia.
Pembelian kembali saham yang bertentangan
dengan ketentuan tersebut, batal karena hukum.
Direksi secara tanggung renteng bertanggungjawab atas kerugian yang
diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian
kembali yang batal karena hukum tersebut.[5]
3.
Jangka waktu
penguasaan saham yang dibeli Kembali oleh Perseroan
Saham yang dibeli kembali oleh Perseroan tersebut, hanya boleh dikuasai
Perseroan paling lama 3 (tiga) tahun. Ketentuan jangka waktu 3 (tiga) tahun
tersebut dimaksudkan agar Perseroan dapat menentukan apakah saham tersebut akan
dijual atau ditarik kembali dengan cara pengurangan modal. [6]
4.
Pembelian
Kembali saham atau pengalihannya lebih lanjut harus berdasarkan persetujuan
Rapat Umum Pemegang Saham
Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud diatas atau pengalihannya
lebih lanjut hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Keputusan RUPS yang memuat persetujuan pembelian kembali atau pengalihannya
lebih lanjut sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan
rapat, kuorum, dan persetujuan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar
sebagaimana diatur dalam UUPT dan/atau anggaran dasar Perseroan.
RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna
menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS untuk menyetujui kewenangan untuk membeli
kembali saham Perseroan atau pengalihannya lebih lanjut tersebut untuk jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Penyerahan kewenangan tersebut setiap kali dapat diperpanjang untuk
jangka waktu yang sama.
Penyerahan kewenangan RUPS kepada Dewan Komisaris tersebut
sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS. Pelaksanaan keputusan RUPS
tersebut adalah penentuan tentang saat, cara pembelian kembali saham, jumlah
saham yang akan dibeli tetapi tidak termasuk hal-hal yang menjadi tugas Direksi
dalam pembelian kembali saham, seperti melakukan pembayaran, menyimpan surat
saham, dan mencatat dalam DPS. [7]
Sekian.
Salam hormat
Alwesius, S.H., M.Kn
[1] Dosen
pada Program Magister Kenotariatan FHUI dan UNS Surakarta
[2]Indonesia,
Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU
No. 40 Tahun 2007, LN RI No. 106 Tahun 2007, TLN RI No. 4756, sebagaimana telah diubah dengan Pasal 109 Undang-Undang Cipta Kerja, UU No. 11
Tahun 2020, LN RI Tahun 2020 No. 245,
TLN RI No. 6573, Pasal
37 ayat (1) dan penjelasannya
[3] Ibid.,
Pasal 70
[4]
Ibid., Pasal
37 ayat (1) dan penjelasannya
[6] Ibid., Pasal
37 ayat (4) dan penjelasannya
[7] Ibid., Pasal 38, Pasal 39 dan
Penjelasannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar