Bagian suami/isteri kedua sebagai ahli waris bagi mereka yang tunduk pada KUHPerdata berlaku ketentuan pasal 181 - 185 KUHPerdata dan pasal 852, 852a dan pasal 902 KUHPerdata.Jika seorang suami atau isteri meninggal dunia (Pewaris) dan meninggalkan isteri atau suami kedua maka kedudukan isteri atau suami kedua tersebut sebagai ahli waris dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya anak/keturunan Pewaris dari perkawinan pertama serta dipengaruhi oleh apakah dalam perkawinan Pewaris terdapat harta terpisah atau harta campur.
Misalnya Pewaris mempunyai anak dari perkawinan pertama dan perkawinan dilangsungkan dengan harta terpisah berupa apapun maka bagian isteri atau suami kedua tidak boleh melebihi besarnya bagian anak-anak Pewaris dari perkawinan pertama, dengan ketentuan maksimum sebesar seperempat harta warisan. Jadi seandainya Pewaris mempunyai 4 orang anak (2 orang merupakan anak dalam perkawinan pertama) maka masing-masing memperoleh seperlima bagian. Tapi jika Pewaris hanya mempunyai 2 orang anak maka bagian isteri/suami kedua maksimum sebesar seperempat.
Tapi jika misalnya dalam perkawinan tersebut terdapat harta campur (misalnya perkawinan dilangsungkan sebelum berlakunya UU Perkawinan - sebelum tahun 1974) maka ketentuan perhitungan tersebut diatas dipakai untuk melihat apakah bagian isteri atau suami kedua dari harta Pewaris lebih besar dari bagian anak-anak terdahulu atau melebihi ketentuan maksimum sebesar seperempat dari harta kekayaan Pewaris.Kalau lebih maka harus dilaukan pemotongan. Untuk menerapkan ketentuan ini maka harus secara persis diketahui berapa besar jumlah harta yang dibawa masing-masing suami isteri yang bersangkutan pada saat perkawinan.Karena hal tersebut akan menentukan perhitungan pembagian harta campur yang bersangkutan.
Salam
Alwesius
Misalnya Pewaris mempunyai anak dari perkawinan pertama dan perkawinan dilangsungkan dengan harta terpisah berupa apapun maka bagian isteri atau suami kedua tidak boleh melebihi besarnya bagian anak-anak Pewaris dari perkawinan pertama, dengan ketentuan maksimum sebesar seperempat harta warisan. Jadi seandainya Pewaris mempunyai 4 orang anak (2 orang merupakan anak dalam perkawinan pertama) maka masing-masing memperoleh seperlima bagian. Tapi jika Pewaris hanya mempunyai 2 orang anak maka bagian isteri/suami kedua maksimum sebesar seperempat.
Tapi jika misalnya dalam perkawinan tersebut terdapat harta campur (misalnya perkawinan dilangsungkan sebelum berlakunya UU Perkawinan - sebelum tahun 1974) maka ketentuan perhitungan tersebut diatas dipakai untuk melihat apakah bagian isteri atau suami kedua dari harta Pewaris lebih besar dari bagian anak-anak terdahulu atau melebihi ketentuan maksimum sebesar seperempat dari harta kekayaan Pewaris.Kalau lebih maka harus dilaukan pemotongan. Untuk menerapkan ketentuan ini maka harus secara persis diketahui berapa besar jumlah harta yang dibawa masing-masing suami isteri yang bersangkutan pada saat perkawinan.Karena hal tersebut akan menentukan perhitungan pembagian harta campur yang bersangkutan.
Salam
Alwesius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar