Sabtu, 26 Desember 2009

PERLUKAH PERSETUJUAN SUAMI ATAU ISTERI DALAM JUAL BELI SAHAM?

Berkaitan dengan judul tulisan ini terlebih dahulu saya akan mengemukakan sedikit mengenai status harta benda dalam suatu perkawinan. Berdasarkan ketentuan PasaL 35  UU Perkawinan harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan harta bawaan masing-masing suami isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. 
Jadi dari ketentuan Pasal 35 UUPerkawinan tersebut jelas terdapat dua macam harta dalam perkawinan 2) Harta Pribadi, yang terdiri dari Harta Bawaan yaitu harta yang dibawa masing-masing suami atau isteri ke dalam perkawinan mereka serta Harta yang diperoleh Suami atau Isteri selama perkawinan karena hibah atau hadiah.i  yaitu : 1) Harta Bersama, yaitu semua harta yang diperoleh suami dan/ atau isteri selama perkawinan, darimanapun perolehannya dan dengan cara apapun perolehannya, kecuali yang bersaal dari hadiah atau warisan, tanpa memandang siapa yang memperoleh harta tersebut,
Pasal 36 ayat 1 UU Perkawiaan menentukan bahwa mengenai harta bersama suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak, sedangkan Pasal 36 ayat 2 UU Perkawinan menentukan mengenai harta bawaan masing-masing, suami isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.   
Pengecualian atas status harta benda perkawinan yang diatur UU tersebut hanya mungkin dikesampingkan jika terdapat Perjanjian Perkawinan yang dibuat suami isteri tersebut sebelum atau pada saat perkawinan mereka yang kemudian dicatat oleh Pejabat Pencatat Pernikahan.Misalnya dibuatnya Perjanjian Perkawinan Diluar Persekutuan harta benda (harta Terpisah Berupa Apapun Juga), yang mengakibatkan tidak adanya persekutuan harta diantara suami isteri.
Kembali ke judul tulisan nini maka yang perlu diperhatikan adalah apakah saham yang tercatat atas nama suami atau isteri dalam suatu PT tersebut merupakan harta bersama (gono gini) atau harta pribadi. Jika saham tersebut merupakan harta bersama tau harta gono gini sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 UU Perkawinan maka jika suami hendak menjual saham tersebut ia harus memperoleh persetujuan isteri, demikian pula sebaliknya jika si isteri yang hendak menjual maka ia harus memperoleh persetujuan suaminya. hal ini berlaku juga jika saham tersebut hendak dijadikan jaminan hutang.
Ketentuan tersebut tidak dapat ditafsirkan lain. Jadi dalam pembuatan akta Jual beli saham dihadapan Notaris, jika hal tersebut tidak dipenuhi, Notaris wajib menolak pembauatan akta yang bersangkutan. Tetap dibuatnya akta yang bersangkutan tanpa dipenuhinya ketentuan mengenai adanya persetujuan suami atau isteri tersebut mengakibatkan perbuatan tersebut batal demi hukum
Batal demi hukumnya suatu perbuatan hukum berkaitan dengan harta bersama yang tidak memperoleh persetujuan suami atau isteri telah ditegaskan dalam beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung berkaitan dengan jual beli tanah yang termasuk dalam harta gono gini. Walaupun keputusan hakim tersebut berkaitan dengan tanah, tentunya ketentuan yang sama juga akan berlaku bagi saham sebab Pasal 36 UU Perkawinan tidak membedakannya.   
Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut oleh Notaris dapat mengakibatkan Notaris dituntut karena melakukan Pasal 1365 KUHPerdata.
Memang ada pendapat yang menyatakan bahwa untuk jual beli saham tidak memerlukan persetujuan suami atau isteri, karena termasuk kegiatan usaha.Menurut saya, hal itu kurang tepat. Hal tersebut baru dapat diterima oleh Notaris jika memang ada jurisprudensi yang bersifat tetap yang telah menguatkan itu.



Salam
Alwesius,SH,MKn.



"Kelompok Belajar "INP" mengadakan Bimbel / Pelatihan / Tentiu Ujian masuk Program Magister Kenotariatan UI/ Pasca Sarjana UI  dan Ujian PPAT , hubungi  Alwesius,SH.MKn, HP : 0815 - 8825 - 748. Email:  alwesius_notaris@yahoo.co.id   ,   alwesius@gmail.com. "


Tidak ada komentar:

Posting Komentar